Sukses

Kekeringan Panjang, 5 Daerah di NTT Terancam Krisis Air Bersih

Krisis air bersih mengancam lima daerah yang ada di Nusa Tenggara Timur (NTT) akibat hari tanpa hujan ekstrem yang masih melanda.

Liputan6.com, Kupang - Krisis air bersih mengancam lima daerah yang adan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Kepala Stasiun Klimatologi Kupang Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Rahmattulloh Adji mengatakan, warga di lima daerah tersebut perlu waspada mengingat ada potensi hari tanpa hujan kategori ekstrem yang masih melanda. 

"Daerah yang dilanda HTH ekstrem panjang ini artinya tidak diguyur hujan lebih dari 61 hari sehingga berpotensi terjadinya krisis air bersih maupun kebakaran hutan atau lahan," katanya, Senin (1/11/2021).

Adji menyebutkan, lima daerah yang dilanda HTH ekstrem panjang, antara lain Kabupaten Nagekeo di sekitar Randu, Kabupaten Lembata di sekitar Hadakewa, Kabupaten Sumba Barat Daya di sekitar Waitabula.

Selain itu Kabupaten Timor Tengah di Oebelo, dan Kabupaten Sumba Timur di sekitar Temu/Kanatang, Lambanapu, Rambangaru, dan Kamanggih.

Daerah-daerah ini terdampak kekeringan panjang berdasarkan hasil pemantauan HTH Dasarian III Oktober 2021. Sementara umumnya wilayah NTT mengalami Hari Hujan (HH) hingga HTH dengan kategori sangat pendek (1-5 hari).

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Ancaman Krisis Air Bersih

Dirinya juga menjelaskan berdasarkan analisis curah hujan diketahui umumnya wilayah NTT mengalami curah hujan dengan kategori rendah (0-50 mm).

Ia menyebutkan hanya di sebagian kecil Kabupaten Sumba Barat, Kota Kupang, dan Kabupaten Manggarai Barat yang mengalami curah hujan kategori tinggi (151-300 mm), sedangkan sebagian kecil Kabupaten Manggarai Timur dengan kategori sangat tinggi (lebih dari 300 mm).

Dirinya mengingatkan warga di daerah yang masih dilanda kekeringan dengan HTH ekstrem panjang, agar mewaspadai dampak bencana meteorologi seperti krisis air bersih maupun ancaman kebakaran hutan dan lahan.

"Untuk kegiatan budidaya pertanian juga sebaiknya dilakukan pada yang tidak membutuhkan banyak air," katanya.