Sukses

Politikus Gerindra Desak Penghapusan Syarat Tes PCR dan Antigen Covid-19

Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, kembali mengkritisi kebijakan Pemerintah mengenai syarat PCR atau antigen pada moda transportasi publik massal antarwilayah, lantaran sangat membebani keuangan masyarakat.

Liputan6.com, Balikpapan - Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS), kembali mengkritisi kebijakan Pemerintah mengenai syarat PCR atau antigen pada moda transportasi publik massal antarwilayah, lantaran sangat membebani keuangan masyarakat.

"Jadi persyaratan PCR dan antigen hanyalah formalitas yang tidak berdasar dan cenderung berorientasi bisnis bagi sekelompok orang yang didukung oleh oknum pemerintah dan menyulitkan ekonomi masyarakat pada saat ini akibat pandemi Covid-19," kata Bambang yang juga alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Jumat (5/11/2021). 

Padahal, menurut anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini, jumlah warga yang memiliki mobilitas antarwilayah jauh lebih kecil dibanding dengan mobilitas masyarakat yang ada di dalam wilayahnya sendiri baik menggunakan alat transportasi ataupun tidak.

Selain itu, Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia Jatim ini menjelaskan, jumlah masyarakat yang terinfeksi Covid-19 sudah merata di seluruh wilayah Indonesia dan tidak ada satu pun wilayah di Indonesia yang steril dari Covid-19. Sehingga, seharusnya tidak ada alasan bahwa pengguna transportasi massal antarwilayah wajib menggunakan hasil tes PCR ataupun antigen, karena persyaratan untuk mereka sudah ada, yakni sertifikat vaksin Covid-19.

2 dari 4 halaman

Saksikan Video Pilihan Ini:

3 dari 4 halaman

Pekerja di Sektor Transportasi Tidak Tes PCR

Seluruh SDM yang bekerja melayani masyarakat di sektor transportasi massal, dia melanjutkan, baik semua petugas dan kru, maupun penjaga tenan makanan, termasuk petugas satgas Covid-19, di moda darat, laut, udara, dan kereta api, pun tidak diwajibkan tes antigen ataupun PCR untuk 3 hari sekali. 

Dari hal tersebut, terlihat bahwa terminal maupun sarana transportasi tidak steril dari Covid-19, sehingga apabila ketentuan wajib tes PCR dan Antigen hanya diberlakukan kepada masyarakat konsumen tidak berdasar untuk sterilisasi terminal dan alat transportasi tersebut, Bahkan, seolah-olah terjadi diskriminasi terhadap konsumen transportasi dan disinyalir melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999.

Dia menambahkan, pemberlakuan pemeriksaan PCR dan antigen bisa di luar terminal dan bisa berlaku sampai dengan 3 hari, sebenarnya tidak masuk akal. Apalagi, mereka harus menunggu hasil tes PCR dan Antigen selama berjam-jam bahkan hari, maka pada saat mereka menunggu hasil tes masih ada peluang tertular Covid-19 yang penularannya bisa dalam hitungan detik.

4 dari 4 halaman

Dalih Tak Masuk Akal

Dilanjutkan Ketua Dewan Penasehat DPD Partai Gerindra Jawa Timur ini, apabila pemerintah berdalih dasar pemberlakuan wajib PCR dan antigen untuk mengurangi mobilitas dari masyarakat pada saat Natal dan tahun baru juga tidak berdasar, karena mobilitas masyarakat yang menggunakan transportasi publik massal antarwilayah jauh lebih kecil daripada kegiatan mobilitas masyarakat yang ada di wilayah tersebut.

"Harusnya pemerintah paham terhadap kondisi tersebut, dan pemerintah harus bisa menciptakan ketenangan ataupun kenyamanan hidup bukan malah membebani masyarakat. Untuk itu, PCR maupun antigen wajib harus dihapuskan dari semua moda transportasi publik kecuali bagi mereka yang belum mendapatkan vaksinasi. Dan tidak ada satu pun negara di dunia yang mewajibkan masyarakatnya harus menggunakan PCR ataupun antigen pada saat akan menggunakan transportasi publik domestik di dalam negeri," BHS menandaskan.