Liputan6.com, Jakarta - Akademisi Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril ikut menyoroti Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Pasal 57 huruf e dan huruf f mengenai peralihan program jaminan sosial PT Taspen dan Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan.
Menurut Oce, putusan MK menegaskan beberapa prinsip. Pertama, pembentukan lembaga penyelenggara jaminan sosial haruslah dengan Undang-Undang. Tidak boleh dengan dasar hukum lain, termasuk peraturan pemerintah.
Baca Juga
"Jadi harus dengan UU," kata Oce dalam keterangan tertulis, Rabu (10/11/2021).
Advertisement
Kedua, lanjut Oce, badan hukum lembaga penyelenggara jaminan sosial harus berbentuk badan hukum publik, tidak boleh persero. Sebab ada perbedaan prinsip antara badan hukum publik dan privat.
"BPJS harus nirlaba, bukan profit," jelas dia.
Jadi, sambung Oce, jika nanti ada pembentukan BPJS baru, apakah melalui peleburan atau pembentukan baru, maka prinsipnya nilai manfaat untuk peserta tidak boleh berkurang.
"Kedepan, disain politik hukum lembaga penyelenggara jaminan sosial, apakah menjadi 2 atau 3, tergantung pada pembentuk kebijakan (pemerintah dan DPR). Bisa juga opsinya, pemerintah merubah UU SJSN untuk menegaskan disain konsolidasi lembaga penyelenggara Jamsos. Oleh karena itu, DJSN perlu dilibatkan untuk merumuskan arah kebijakan kedepan," tandasnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penghapusan Pasal
Sebagai informasi, pada 30 September 2021 MK menghapus Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat 2 UU Nomor 24 Tahun 2011 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Kedua pasal di atas adalah pasal peleburan Taspen ke BPJS.
"Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Menyatakan Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat 2 UU Nomor 24 Tahun 2011 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan channel YouTube MK, Kamis (30/9/2021).
Advertisement