Liputan6.com, Kutai Kartanegara - Di Tahun 1997, Rindoni berniat menanam kopi di sela pohon karetnya. Warga Desa Prangat Baru, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur itu ingin kebutuhan kopinya tak perlu ke warung lagi.
Dia pun mendapatkan bibit kopi dari seorang kawannya. Waktu itu, Rindoni tak terlalu mempedulikan jenis kopi yang ditanamnya. Baginya yang paling penting adalah kopinya bisa tumbuh subur di tanah Kalimantan.
“Saya gregetan setiap mendengar omongan orang yang bilang kalau di Kalimantan tidak bisa ditanam kopi,” kata Rindoni memulai perbincangan dengan liputan6.com pada awal Bulan November 2021 lalu.
Advertisement
Baca Juga
Beberapa bibit kopi pun tumbuh subur di kebun di belakang rumahnya. Perlahan tapi pasti, pohon kopi mulai berbuah.
“Masa untuk minum kopi saja harus beli ke warung. Dengan menanam kopi sendiri, setidaknya kebutuhan itu bisa tertalangi,” katanya melanjutkan cerita.
Di suatu pagi, Rindoni kaget buah kopi yang siap panen hilang dari pohon. Awalnya dia menduga ada hama kopi yang membuat kopi-kopi siap panen itu hilang.
Kekagetannya bertambah Ketika menemukan biji kopi di sekitar kebunnya berserakan seperti kotoran hewan. Meski demikian, tidak semua buah kopi hilang. Masih ada beberapa yang bisa dipanen.
“Biji kopi yang bertebaran itu kemudian tumbuh subur menjadi bibit kopi sehingga kemudian membantu kami mendapatkan bibit baru,” kata Rindoni.
Dia kemudian menanam bibit kopi tersebut hingga kebun kopinya mencapai 2 hektar. Tentu saja, buah kopi tetap ada yang hilang tanpa Rindoni sadar hewan apa yang memakannya.
Rindoni bahkan sempat hendak memusnahkan pohon kopinya karena sering hilang saat hendak dipanen. Keputusan itu hampir dipilihnya karena buah kopi yang diharapkan tidak sesuai ekspektasinya.
Sampai kemudian dia sadar jika buah kopi yang hilang itu dimakan Luwak. Tentu saja dia sangat kaget. Kekagetannya menjadi wajar mengingat dia baru mengetahui di hutan sekitar rumahnya banyak binatang pemakan buah kopi tersebut.
Simak juga video pilihan berikut
Menggali Informasi Soal Luwak
Beberapa tahun silam, Rindoni kemudian bertemu dengan seseorang yang mampir ke kebunnya. Orang tersebut memperkenalkan diri sebagai penikmat kopi.
Informasi yang diperolehnya pun membuatnya bersemangat untuk kembali mengembangkan kopi. Kopi dari kotoran luwak ternyata bernilai sangat tinggi.
“Sejak itu saya mulai fokus mengembangkan tanaman kopi dan mulai menjelajahi kebun untuk mencari kotoran luwak,” sebutnya.
Tak ingin sendiri, Rindoni kemudian membentuk kelompok tani yang hingga saat ini beranggotakan 34 warga. Fokus utama mereka adalah mengembangkan kebun kopi dan menargetkan luasannya mencapai 60 hektar. Mereka kemudian menamakan kebun mereka dengan sebutan Kampung Kopi Luwak.
“Kita melihat potensi pasar, ternyata setelah kita tahun informasi lewat media, kopi juga memiliki potensi penghasilan yang sangat bagus. Ke depan kita bukan hanya sekedar minum kopi, tapi pendapatan masyarakat harus meningkat dari kopi,” kata Rindoni soal ditanya rencana masa depan kebun kopi bersama kelompok tani yang sudah dibentuk.
Dia kemudian bercerita soal kotoran luwak yang sebelumnya hanya berserakan di kebun. Kotoran luwak yang tumbuh menjadi bibit kopi kemudian dikumpulkannya.
“Untungnya, bibit kopi itu tidak kami matikan. Karena waktu itu saya berasumsi kopi ini akan ada manfaatnya, jadi saya kumpulkan,” sambungnya.
Keberadaan kotoran luwak yang menjadi sumber bibit kopi dijadikan Rindoni bersama warga lainnya sebagai bibit untuk memperluas kebun kopinya. Rindoni tidak pusing soal bibit kopi karena dibantu luwak yang menebarkan benih berkualitas baik.
“Kita kemudian baru mengetahui ternyata kopi luwak itu bagus dan harganya fantastis. Akhirnya sedikit-sedikit kita mulai mengembangkan, kita proses dengan cara yang bagus, kita jaga kebersihan biji kopinya,” papar Rindoni.
Advertisement
Pendapatan Tambahan Selain Karet
Kebun kopi di Desa Prangat Baru ini merupakan tanaman tumpeng sari dari kebun karet. Warga memanfaatkan kopi sebagai pendamping pohon karet.
“Jadi pohon karet sebagai pelindung pohon kopi dan dua-duanya bisa menghasilkan,” kata Rindoni.
Kepala Desa Prangat Baru Fitriati menjelaskan, warga tidak bisa memanen karetnya selama musim hujan. Di Kalimantan, selama Pandemi Covid-19 melanda dunia, curah hujan di Pulau Kalimantan tidak menentu dan cenderung tinggi.
Sehingga usaha kebun karet milik warga tidak maksimal menghasilkan pemasukan. Kopi dianggap menjadi solusi di situsi ini.
“Kedepannya Besar harapan kami untuk meningkatkan perekonomian warga Desa Prangat Baru karena memang mayoritas penduduk kami disini penghasil karet. Sementara karet ini kalau sudah musim hujan penghasilannya berkurang,” kata Fitriati.
Bagi pemerintah desa, sambungnya, kopi menjadi solusi yang bisa diandalkan agar warga tetap mendapat penghasilan. Sebab, saat curah hujan tinggi, pohon karet tidak bisa disadap.
“Dengan adanya kebun karet yang gak bisa diproduksi, namun dengan ada tumpang sari kopi, Insya Allah mungkin bisa membantu untuk kedepannya perekonomian warga Desa Prangat Baru,” sambungnya.
Proses pendampingan bagi warga desa yang menekuni kebun kopi ini juga sudah dilakukan. Pemerintah desa, kata Fitriati, memastikan akan mengawal kebun kopi ini agar terus berkembang.
Sejauh ini, selain dari pemerintah daerah dan pemerintah desa, beberapa perusahaan juga telah membantu dan mendampingi kelompok tani ini.
“Ke depannya, Besar harapan kami kopi luwak ini bisa dikembangkan. Dinas Pariwisata Provinsi Kaltim mengajukan gagasan untuk membuat Kampung Kopi Luwak ini menjadi taman liberika yang kedepannya menjadi taman edukasi,” kata Fitriati.
Mimpi Taman Liberika di Kutai Kartanegara
Kopi yang tumbuh di Desa Prangat Baru ini adalah kopi jenis liberika. Sebuah kopi yang berasal dari Liberia, sebuah negara dari Afrika Barat. Kopi jenis ini ternyata tumbuh subur di tanah Kalimantan.
Terbukti, Rindoni kini mulai memanen hasilnya. Usaha tak sia-sia itu kemudian bertambah nilainya dengan kehadiran luwak yang hidup secara liar.
“Banyak orang bertanya, Kalimantan itu luas ya? Masa tidak ada yang menanam kopi? Di kalangan Barista, tidak ada kita temukan kopi Kalimantan. Saya kemudian ingin sekali membuktikan bahwa Kopi Kalimantan itu punya kopi yang dikenal luas,” kata Rindoni.
Rindoni kemudian merencanakan memperluas kebun kopi bersama warga yang tergabung dalam kelompok tani. Lahan 60 hektar telah disiapkan. Sementara ribuan bibit juga sudah masuk tahap penyemaian.
“Di Kampung Kopi Luwak ini nanti kita kembangkan Taman Liberica yang berisi kopi jenis liberica. Pengunjung bisa minum kopi langsung di kebun kopi sambil melihat proses pembibitan, penanaman, hingga pengolahan kopi,” katanya.
Dia berharap, untuk menikmati kopi langsung di kebun kopi, warga Kaltim tidak perlu jauh-jauh ke Malabar, Toraja, atau Aceh. Di Kaltim, dengan kehadiran Kampung Kopi Luwak yang berisi Taman liberica, penikmat kopi tak perlu jauh-jauh keluar Pulau Kalimantan.
Kampung Kopi Luwak nantinya akan dikembangkan menjadi taman rekreasi. Rindoni bersama kelompok taninya kini mulai menanam pohon durian. Sementara itu pohon durian yang sudah berbuah dirawat dan nantinya menjadi bagian Taman Liberika.
Nantinya, saat yang tepat datang ke tempat ini adalah di penghujung tahun saat musim buah terjadi. Menikmati kopi luwak liberica sambil menyantap durian tentu menjadi sajian unik yang bisa dinikmati di Kampung Kopi Luwak.
Advertisement
Bantuan Perusahaan untuk Pengembangan Kopi Luwak
Potensi kopi luwak di Desa Prangat Baru, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara dilirik oleh Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT). Perusahaan hulu migas plat merah ini turun tangan membantu memberdayakan masyarakat untuk bisa mendapatkan penghasilan dari usaha kebun kopi.
Menurut Superintendent Santan Terminal Pertamina Hulu Kalimantan Timur Binto Iskandar, bantuan untuk Kampung Kopi Luwak ini berawal dari pengolahan limbah tidak berbahaya seperti makanan yang dihasilkan di Terminal Santan. Limbah ini kemudian diolah menjadi pupuk kompos.
“Kompos ini awalnya digunakan di dalam Terminal Santan saja. Seiring berjalannya waktu, hasil ini bisa kita bagikan untuk kelompok tani, kemudian kita bekerjasama dengan Pemkab Kutai Kartanegara melalui Pemerintah Kecamatan, ke mana sebaiknya pupuk ini disalurkan,” kata Binto.
Akhirnya, sambungnya, pihak perusahaan dipertemukan dengan kelompok tani di Desa Prangat Baru ini dan pupuk kompos tersebut kemudian disalurkan. Melihat semangat gotong royong warga yang tergabung di kelompok tani ini tinggi disertai keinginan untuk berkembang, PHKT kemudian mengajak warga berdiskusi.
“Akhirnya kita datang dengan suatu program CSR kami untuk mengajak kelompok tani ini bisa mandiri. Harapan kami kemandirian ini bisa tercapai di tahun 2024,” sambungnya.
PHKT kemudian mengajak kelompok tani mengunjungi Malabar Mountain Café di Pengalengan, Jawa Barat untuk belajar. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan itu, PHKT kemudian mengajak kelompok tani kebun kopi ini untuk memikirkan rencana masa depan mereka.
“Beberapa tindak lanjut yang kita lakukan adalah membangun fasilitas untuk pembibitan atau nursery, bagaimana penjemuran biji kopi luwak, dan pengadaan bibit kopi liberika. Kemudian mengajak kelompok tani untuk pengemasan,” papar Binto.
Binto yakin, pengolahan biji kopi luwak yang baik bisa meningkatkan ekonomi warga Desa Prangat Baru, khususnya kelompok tani kopi luwak ini. Sebab, harga biji kopi luwak sangat fantastis jika dkelola dan dikemas dengan baik.
“Kunjungan ke Kampung Kopi Luwak ini mulai tinggi. Artinya apa? Artinya kami dengan tanggung jawab sosial kami berusaha untuk membantu fondasi bagaimana produksi itu juga bisa ditingkatkan. Mutunya juga ditingkatkan,” katanya.
Binto menyebut pihaknya sudah membantu sekitar 4 ribu bibit kopi. Di sisi lain, dengan penanaman kopi ini bisa menjaga lingkungan.
“Ada dampak positif bagi lingkungan dengan penanaman kopi. Pertama, dengan kopi tersebut kita harapkan adanya penyerapan karbondioksida sebesar 125 ton. Kedua, kita dapat menghasilkan atau melepas oksigen ke udara sebesar 80 ton,” sebutnya.
Sinergi ini, tambah Binto, tidak hanya untuk peningkatan ekonomi warga namun juga bisa memberikan dampak yang positif. Nantinya PHKT berharap keberadaan kampung kopi luwak tidak hanya menghasilkan kopi luwak terbaik, namun juga bisa menjadi tempat eduwisata yang mampu mengedukasi warga terkait kopi, lingkungan, dan pelestariannya.
Kopi Luwak dari Kutai Kartanegara
Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah juga sempat kaget mendengar ada kopi luwak di daerahnya. Sebab, binatang jenis musang itu tak pernah terdengar tinggal di kawasan kaya minyak dan gas tersebut.
Dia kemudian berkunjung ke Desa Prangat Baru untuk memastikan keberadaan kopi tersebut. Saat berkunjung, Edi meminta diantar ke kebun kopi.
“Saya memang ingin memastikan, apakah ada luwaknya di situ. Ternyata memang ada. Jadi memang di luar dugaan kita semua. Kadang-kadang mensyukuri ini anugerah tuhan kepada hambanya,” kata Edi Damansyah.
Karena sudah menjadi potensi Kutai Kartanegara, upaya pengembangan kawasan tersebut terus dilakukan. Upaya pendampingan bersama semua pihak yang ikut terlibat berusaha memastikan Kampung Kopi Luwak berkembang dengan baik.
“Kami berupaya di visi Kukar Idaman 2021 ini mendorong perkembangan perkebunan rakyat. Salah satunya komoditi kopi. Jadi ada beberapa kecamatan yang kita siapkan untuk penguatan saja yang saat ini sudah ada aktivitas kebun kopi, salah satunya di Desa Prangat Baru itu,” paparnya.
Upaya mendorong perkebunan kopi itu supaya produk kopi di kabupaten ini bisa menjadi besar dan masyarakat yang terlibat juga banyak.
“Mimpi kita ini nanti menjadi ikon Kutai Kartanegara. Jadi dunia akan mengenal Kopi Luwak Kutai Kartanegara atau Kopi Liberika Kutai Kartanegara,” kata Edi.
Edi juga berharap, nantinya branding kopi luwak ini tetap menggunakan nama Kutai Kartanegara. Sehingga ke depan, nama Kutai Kartanegara masuk dalam jajaran kopi yang sudah lebih dulu dikenal.
“Pesan saya kepada para kelompok yang mengelola kopi itu untuk menekuni kebun kopinya karena ini menjanjikan. Dan saya memastikan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara akan memfasilitasi pengembangan kebun rakyat. Akan kita jadikan ikon Kutai Kartanegara,” pungkasnya.
Advertisement