Sukses

Kisah Haru Jenderal Suntana si Anak Tukang Jahit Asal Garut, Nakhoda Baru Polda Jabar

Mendapat bimbingan Endang Sunarya, selaku paman sekaligus orangtua kedua pengganti ayahnya, Suntana kecil memang tidak patah semangat dalam menjalani kehidupan, termasuk pilihannya masuk Akpol.

Liputan6.com, Garut - Masa kecil yang prihatin dan serba kekurangan, bukan halangan bagi Suntana untuk meraih mimpinya. Selangkah demi selangkah perjuangan hidup dia lalui hingga kini menyandang gelar Inspektur Jenderal (Pol) dan menjabat sebagai Kepala Polisi Daerah (Kapolda) Jawa Barat yang baru.

Aan panggilan kecilnya di kalangan keluarga di wilayah Desa Cinta, Kecamatan Karang Tengah, Garut, tahu betul bagaimana merasakan getirnya kehidupan di ibu kota Jakarta saat itu.

Dilahirkan dari pasangan Dasturi, ayah seorang penjahit dan Mamah Taslimah, ibu rumah tangga sekaligus penjual air bersih di wilayah Jakarta Barat, Aan kecil memang tidak sempat menikmati hidup di wilayah leluhur orangtuanya di Kecamatan Karang Tengah (Dulu Sukawening) Garut.

"Saat itu kebetulan di daerah Cinta, lagi genting-gentingnya gerombolan DI/TII jadi keluarga Kang Aan akhirnya hijrah ke Jakarta," ujar Ratna Nurhayati, sepupu Jenderal Suntana, di Kampung Ragadiem, Desa Cinta, Karang Tengah, dalam obrolan hangatnya dengan Liputan6.com beberapa waktu lalu.

Lahir dan besar di lingkungan Mangga Besar kawasan Jakarta Barat tahun 1966 silam, jiwa kepemimpinan Suntana mulai terlihat sejak masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP).

"Kang Aan (Irjen Suntana) itu mulai SD hingga SMA-nya memang di Jakarta, tapi setahun sekali saat lebaran sejak dulu selalu pulang ke Garut,” kata dia.

Saat itu, Suntana kecil yang beranjak dewasa seolah ditakdirkan untuk memulai kehidupan dari nol setelah kepergian ayahnya yang berprofesi sebagai tukang jahit pada usia yang relatif masih muda.

“Kang Aan akhirnya bantuin jualan apa saja, mulai jualan air bersih dan lainnya," kata dia.

Mendapat bimbingan Endang Sunarya, selaku paman sekaligus orangtua kedua pengganti ayahnya, Suntana kecil memang tidak patah semangat dalam menjalani kehidupan. "Termasuk akhirnya memilih masuk Akpol itu atas saran Pak Haji Endang,” kata dia.

Kondisi prihatin itu, nyaris dilalui hampir seluruh masa kanak-kanak Suntana bersama Sundana, Sunia Pradja, Sutisna, Euis Sartika, empat saudara tertuanya yang tinggal bersama di rumah petak sempit Gang Belimbing, Mangga Besar, Jakarta Besar saat itu.

"Kang Aan itu saking enggak ada ruangan lagi, kalau tidur biasanya di bawah meja makan sambil nungguin ibunya jualan air bersih, yang tidur dekat pintu menunggu pembeli," ujar dia mengenang.

Bahkan, makanan yang terbilang lezat bagi Suntana kecil saat itu, hanya bisa menikmati satai usus ayam yang biasa ia santap dekat masjid selepas melaksanakan salat tarawih.

"Kebetulan dekat masjid itu ada yang jualan sate usus ayam sehingga Kang Aan kerap membelinya," kata dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Doa Ibu Yang Terkabul

Sebagai anak bungsu dari lima bersaudara, Suntana memang lebih dikenal sebagai anak rumahan dekat dengan emaknya, dan saudara perempuannya.

"Kalau pun malam mingguan main keluar rumah, pasti kakak-kakanya langsung ngingetin kang Aan, pulang anak emak mah sana bantuin di rumah,” ujar dia dengan sedikit bercanda.

Namun di tengah keterbatasan itu, semangat juang Suntana tidak pernah padam. Selain dikenal sebagai anak yang ramah dan supel sehingga mudah bergaul, kemampuannya yang mahir bahasa Inggris, membantu Suntana meraih banyak prestasi saat itu.

"Saat Kang Aan diterima di Akpol itu, diterima juga di UI (Universitas Indonesia) di jurusan Bahasa Inggris lewat jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan )," kata dia.

Awalnya, pihak keluarga sempat bimbang mengenai pilihan Suntana menempuh pendidikan di Akpol. Maklum, selain keterbasan ekonomi untuk bekal, Suntana remaja sama sekali tidak punya relasi di sekolah bergengsi Kepolisian tersebut.

"Mamah Taslimah itu sengaja menyisihkan keuntungan dari jualan airnya untuk bekal Aan, padahal saat itu kehidupan di Jakarta sudah terasa berat," kata dia.

Suntana memang terbilang beruntung, doa dan kerja keras Mahkota (Mamah Kota) panggilan Mamah Taslimah di kalangan keluarga, kerap dicurahkan untuk dia selama mengenyam pendidikan di sana.

"Pernah bilang ke kakak Kang Aan, Euis (Almarhum Euis Sartika), maneh engke mah kudu boga baju kabaya alus, sabab Suntana bakal jadi Kepala Kepolisian Jawa Barat, (Euis, nanti kamu harus punya baju kebaya bagus sebab Suntana bakal menjadi Kepala Kepolisian Jawa Barat)," ujar Ratna menirukan doa emaknya tempo hari di sela-sela menerima kunjungan keluarganya dari Garut saat di Jakarta.

Dan benar saja, seluruh perjuangan perwira tinggi Mabes Polri yang berpengalaman di bidang intelijen itu tidak sia-sia, Aan kecil yang jago Bahasa Inggris itu akhirnya kini menjadi orang nomor satu di Polda Jabar. "Alhamdulillah seluruh perjuangan kang Aan sekarang sudah mulai dinikmati masyarakat sini," ujar Ratna.

3 dari 3 halaman

Pengabdian bagi Warga

Setelah lulus dengan hasil memuaskan di Akpol, karier bapak tiga anak ini memang terbilang moncer di beberapa daerah yang pernah dipimpinnya, mulai Kapolsek Monokwari saat menjadi perwira pertama.

Kemudian berturut-turut Kapolres Tasikmalaya, Kapolres Bogor, dan Kapolres Jakarta Barat saat menjadi perwira menengah, hingga menjadi perwira tinggi di Mabes Polri mulai Kapolda Lampung hingga kini Kapolda Jawa Barat.

Berangkat dari kesulitan itulah, lulusan Akpol 1988 itu memang tidak lupa terhadap masa perjuangannya tempo dulu. Bersama keluarga besarnya di wilayah Desa Cinta, Kecamatan Karang Tengah, Garut, jenderal bintang dua itu mulai berkiprah membangun lembaga pendidikan bagi masyarakat sekitar.

"Sekarang sudah ada 37 anak yatim yang beliau sekolahkan secara gratis di asrama yayasan As-Syarifiah," kata dia.

Selain SMP, yayasan tersebut memiliki SMK As-Syarief dengan jumlah siswa yang terus bertambah setiap tahunnya. "Janji Kang Aan memang sejak lama ingin mendelegasikan hidupnya membantu warga warga miskin terutama anak yatim," kata dia.

Bagi masyarakat Desa Cinta, selain dikenal dermawan, mantan Wakabaintelkam Polri ini memang seolah pahlawan baru melalui pendirian lembaga pendidikan berkualitas As-Syarief untuk membantu masyarakat miskin.

"Kami juga sekarang sedang mengembangkan sekolah dan pesantren tahfiz Quran semuanya diasramakan," ujarnya.