Liputan6.com, Palembang - Kereta pedati berbahan kayu tua, menjadi pemandangan pertama ketika Kevin, siswa SMA Bina Warga 2 Palembang dan Kamal, siswa SMKN 2 Palembang Sumatera Selatan (Sumsel), menjajakkan kaki ke Museum Negeri Sumatera Selatan (Sumsel).
Dengan masih menggunakan seragam sekolahnya, kedua pelajar asal Talang Keramat Palembang Sumsel ini, sengaja datang ke Museum Negeri Sumsel untuk melihat kemegahan peninggalan sejarah, yang biasanya hanya diketahuinya dari buku pelajaran Sejarah.
Mereka pun terpesona dengan kereta pedati milik Depati Pangeran Haji Wancik bin Depati Pangeran Haji Agustjik Kertamenggala bin Pangeran Fekir ini. Pose di depan kereta pedati pun, tak dilewatkan mereka.
Advertisement
Baca Juga
“Cuci tangan dulu sebelum masuk ke Museum Negeri Sumsel,” ujar Kamal mengajak Kevin, sembari menunjuk wastafel cuci tangan tepat di depan pintu masuk Museum Negeri Sumsel, Jumat (19/11/2021).
Kamal dan Kevin langsung mencuci tangan, untuk menerapkan protokol kesehatan (prokes) dan menggunakan masker.
Satu per satu ruangan pameran di Museum Negeri Sumsel dikunjunginya, untuk melihat lebih dekat peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan zaman prasejarah.
Dia dan Kevin terpesona dengan berbagai koleksi di Museum Negeri Sumsel. Mulai dari alat perang, guci lama, perahu kayu, pakaian adat, hingga arca-arca yang banyak digambarkan di buku sejarah di sekolahnya.
“Kalau biasanya saya hanya mengetahui sejarah-sejarah di Sumsel dari buku pelajaran Sejarah. Tapi rasa penasaran membuat saya tergerak ke Museum Negeri Sumsel, untuk melihat langsung. Ternyata, ada banyak peninggalan sejarah yang belum diulas dari buku Sejarah di sekolah,” ucapnya kepada Liputan6.com.
Keinginannya untuk berkunjung ke Museum Negeri Sumsel, yang sebelumnya bernama Museum Bala Putra Dewa, sempat tertunda. Karena pandemi COVID-19 dan belum dibukanya akses kunjungan ke museum ini.
Namun setelah dia mendengar dari teman-temannya, jika ada beberapa event di Museum Negeri Sumsel, keinginannya untuk ke museum pun tak tertahan lagi. Dia langsung mengajak temannya, Kevin, untuk bertandang ke museum kebanggan Sumsel ini.
“Awalnya tahu dari teman, kalau museum sudah buka dan menggelar berbagai acara. Salah satunya kegiatan Sang Juara di awal bulan November 2021 lalu. Teman-teman juga menceritakan, tentang koleksi museum yang begitu banyak dan bisa menambah wawasan sejarah,” ujarnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Tradisi Tanjak
Kevin menambahkan, ini kali kedua dirinya datang ke Museum Negeri Sumsel. Karena sebelumnya, dia sempat menghadiri acara Seminar Sehari Hasil Kajian Koleksi Museum Negeri Sumsel, pada Rabu (22/9/2021) lalu.
Dia datang bersama saudaranya, dalam acara ‘Ikat dan Penutup Kepala Laki-Laki Sumsel Berdasarkan Pengaruh Islam, Kolonial Belanda dan Penduduk Jepang’.
“Saya awalnya diajak kakak saya untuk hadir dalam acara tersebut. Kebetulan, saat itu pulang sekolah lebih cepat. Saya baru tahu, jika ada perbedaan dalam ikat dan penutup kepala laki-laki di Sumsel. Biasanya ketika nikahan, keluarga saya hanya pakai satu jenis penutup kepala saja,” katanya.
Dalam kegiatan tersebut, beberapa peggiat sejarah dan sejarahwan Sumsel pun hadir. salah satunya Budayawan dan Sejarahwan Sumsel Raden Muhammad Ali Hanafiah dan Muhammad Idris.
Dosen, mahasiswa, pelajar dan peggiat sejarah di Sumsel, saling berbagi informasi terkait ikat kepala yang juga menjadi salah satu koleksi di Museum Negeri Sumsel.
Para narasumber menjelaskan tentang tradisi ikat kepala, yang lahir sejak di zaman kuno. Yang terukir di lukisan dinding, arca megalith, serta budaya Sumsel untuk meninggikan derajat kepala agar dijaga dan dimuliakan.
Advertisement
Sejarah Tanjak
Muhammad Idris, budayawan Sumsel mengatakan, tradisi ikat kepala sudah ada sejak ribuan tahun lalu, terutama sudah ada sejak masa Hindu Buddha.
“Tradisi ikat kepala sejak ada ribuan tahun lalu. Penggunaan tanjak mengarah ke depan, sebagai bentuk perlawanan Melayu untuk melawan tradisi Jawa di masa itu,” katanya.
Ditambahkan Budayaan Palembang, Raden Muhammad Ali Hanafiah atau akrab disapa Amin, pembuatan tanjak dilakukan secara turun temurun secara tradisional di keluarganya.
Bahkan, ada banyak jenis ikat kepala khas Sumsel yang menjadi koleksi Museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang,
“Koleksi museum didapatkan dari membeli, untuk pengadaan koleksi museum. Bisa didapatkan dari hibah atau penitipan,” katanya.
Diakuinya, ada beberapa koleksi tanjak di museum di Palembang, mulai dari Museum SMB II Palembang dan Museum Negeri Sumsel. Mulai dari tanjak tanjang belang kembang, kepudang, ikat-ikat dan lainnya.
Aset Berharga Museum
Kepala Museum Negeri Sumsel Chandra Amprayadi mengungkapkan, kegiatan Seminar Sehari Hasil Kajian Koleksi Museum Negeri Sumsel, menjadi salah satu rangkaian dari edukasi pihaknya, untuk generasi muda agar lebih tertarik dengan sejarah lokal.
Salah satunya yang menarik untuk diangkat yakni, mengenai ikat dan tutup kepala yang juga menjadi koleksi di Museum Negeri Sumsel.
“Kita mempunyai koleksi tutup kepala dari zaman megalit sampai zaman Krio dan berakhir di masa Pesirah. Semua yang kita kaji itu, adalah koleksi Museum Negeri Sumsel. Ada juga tutup kepala di zaman prasejarah, peralihan Kerajaan Sriwijaya, Agama Buddha, Hindu, Kesultanan Palembang Darussalam, kolonial Belanda hingga Kemerdekaan Indonesia,” ujarnya.
Tak khusus tanjak saja. Ada juga banyak koleksi di Museum Negeri Sriwijaya yang menggambarkan tutup kepala khas Sumsel, seperti di beberapa arca.
Diakuinya, ada sebagian koleksi tutup kepala tanjak yang merupakan hibah dari masyarakat, ada juga dari beberapa pengrajin dan kolektor yang menghadiahkan tanjak bersejarah ke Museum Negeri Sumsel.
“Jumlah tidak hapal, karena tanjak termasuk peninggalan tak benda. Tanjak bisa berubah benda dan bisa berupa tak benda. Jika koleksi museum, sudah menjadi aset berharga bagi museum. Jadi aset yang luar biasa dan sulit untuk dipindahtangankan. Hingga saat ini, ada sekitar 15.000-an koleksi di museum, yang terus dipelihara, direstorasi, reparasi dan konservasi," katanya.
Advertisement
Terapkan Prokes Ketat
Berbagai kegiatan yang menggandeng anak muda di Sumsel, dilakoni sejak awal bulan September 2021 lalu, setelah kunjungan Museum Negeri Sumsel dibuka.
Dia mengatakan, di awal pandemi COVID-19, kunjungan Museum Negeri Sumsel sempat ditutup untuk dikunjungi, agar tidak menyumbangkan klaster baru COVID-19 di Sumsel.
Setelah dibuka, pihak Museum Negeri Sumsel menyiapkan berbagai kebutuhan dalam menerapkan protokol kesehatan (prokes) secara ketat.
Seperti wastafel cuci tangan, sabun cair, alat pengukur suhu dan terus mengingatkan ke pengunjung agar menjaga jarak dan tidak berkelompok.
“Kita menerima kunjungan di awal September 2021 lalu. Ada kunjungan pelajar dari sekolah, ada juga pengunjung umum. Kita juga menggeliatkan edukasi sejarah ke pelajar di Sumsel, dengan menggelar lomba cerdas cermat, Sang Juara dan seminar edukatif,” katanya.
Untuk meningkatkan minat kunjungan, pengelola Museum Negeri Sumsel sudah menempatkan kereta pedati milik Depati Pangeran Haji Wancik bin Depati Pangeran Haji Agustjik Kertamenggala bin Pangeran Fekir di depan museum.