Sukses

Mengintip Kondisi 'Volkschool Ketjepit', Sekolah Rakyat Peninggalan Kolonial di Banjarnegara

SD di Banjarnegara itu dulu bernama Volkschool Ketjepit yang didirikan pada tahun 1904. Volkschool sendiri berarti Sekolah Rakjat (SR) atau Sekolah Rendah di masa itu

Liputan6.com, Banjarnegara - Siapa menyangka, di daerah pelosok nun jauh di Desa Kecepit, Kecamatan Punggelan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah ada jejak peninggalan sekolah modern era Kolonial Belanda.

SD Negeri 1 Kecepit yang pada masa lalu disebut sebagai sekolah rakyat merupakan bangunan cagar budaya yang merupakan saksi bisu penerapan politik etis atau politik balas budi Belanda untuk bidang pendidikan di negeri ini pada awal abad 20-an.

Hal itu diungkapkan Guru Besar Sejarah Universitas Airlangga Surabaya Prof Purnawan Basundoro, ketika menjadi narasumber film dokumenter yang tengah digarap SMPN 1 Punggelan, dalam rangka Program Organisasi Penggerak (POP).

Purnawan menjelaskan, dulu sekolah itu bernama Volkschool Ketjepit yang didirikan pada tahun 1904. Volkschool sendiri berarti Sekolah Rakjat (SR) atau Sekolah Rendah di masa itu.

"Sekolah ini disebut sekolah rakyat rendah karena yang sekolah di situ rakyat pribumi. Sementara sekolah tinggi hanya untuk anak Belanda," jelas Purnawan, dikutip dari keterangan tertulis, Selasa malam (23/11/2021).

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Keunikan

Sekolah ini punya keunikan karena awalnya sekolah ini hanya untuk kaum elit desa. Lama-kelamaan semua rakyat di Punggelan bisa bersekolah di situ termasuk anak para petani.

"Dampaknya, masyarakat Punggelan mengalami kemajuan yang cukup pesat. Termasuk menjadi masyarakat pertama yang melek huruf. Jadi tidak heran jika orang-orang tua di Kecepit jarang yang buta huruf," jelas ahli sejarah perkotaan ini.

Karena itu, meskipun belum ada Perda Cagar Budaya yang melindungi bangunan Volkschool Ketjepit, dia berharap Bupati Banjarnegara dapat membuat SK Perlindungan Cagar Budaya sebagai payung hukum sementara.

"Kepala Sekolah juga bisa membuat plakat atau papan pengumuman yang menyatakan bahwa itu bangunan cagar budaya yang tidak boleh dirusak, agar bangunan ini lestari," imbuh Purnawan yang diwawancarai secara daring.

Narasumber lain, Nakim Padmowidjojo, alumni Volkschool Ketjepit yang sudah berusia 87 tahun mengenang bahwa sekitar tahun 1939 sekolah itu disebut SR (Sekolah Rakjat) Sempurna karena sudah sampai kelas enam.

"Jadi yang sudah tamat kelas tiga di desa lain, melanjutkan kelas empat di SR Kecepit ini," jelas Nakim.

 

3 dari 3 halaman

Cagar Budaya Sejak Zaman Kerajaan

Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Kabupaten Banjarnegara Heni Purwono mendesak agar cagar budaya harus segera dilestarikan. Itu termasuk bangunan pendidikan yang terdapat cukup lengkap di Banjarnegara sejak zaman kerajaan kuno.

Ada Dharmasala yang konon semacam tempat mencari ilmu bagi umat Hindu di percandian Dieng. Ada pula bangunan Europe Leger School dan HIS Arjuna yang bentuknya masih sangat asli mewakili bangunan sekolah era kolonial di Klampok.

Selain itu, ada pula Darul Maarif yang meskipun bekasnya sudah tidak terlihat sebagai saksi kejayaan Syarikat Islam di era pergerakan nasional, namun narasi dan arsipnya masih ada.

“Semua itu memang harus dilestarikan sebagai sebuah memori kolektif. Kita mendorong agar DPRD maupun Pemkab Banjarnegara segera membuat Perda Cagar Budaya. Kalau tidak, bisa jadi kita akan kehilangan sejarah pendidikan di Banjarnegara,” ucap Heni.

Penulis: Heni Purwono