Sukses

Proyek Pembangunan Pasar Tempe Mangkrak, Salah Siapa?

Proyek Pasar Tempe kini mangkrak, padahal pembangunannya menggunakan APBN sebesar Rp45 miliar.

Liputan6.com, Wajo - Kontraktor pembangunan Pasar Tempe dalam hal ini PT Delima Agung Utama, kini hanya bisa gigit jari usai kontraknya diputus oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Prasarana Strategis. PT Delima Agung Utama pun melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Tunggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Makassar usai ia diputus kontrak. 

Direktur Cabang PT Delima Agung Utama, Amirullah mempertanyakan alasan pemutusan kontraknya ini. Menurut dia kesalahan-kesalahan dalam pemutusan kontrak itu bukanlah berasal dari pengerjaan proyek pasar yang berada di Sengkang, Kabupaten Wajo tersebut, melainkan kesalahan pihak Kementerian PUPR . 

"Kenapa kemudian terjadi pemutusan kontrak ini? saya akan bawa ini ke PTTUN. Saya mengindikasikan bahwa ini dilakukan untuk menyembunyikan kesalahan pihak PUPR saja. Alasannya adalah karena sejak awal produk ini belum sempurna tapi sudah dilelang. Jadi intinya kesalahan PUPR ini, karena ternyata produk ini belum matang kok sudah ditender," kata Amirullah kepada Liputan6.com, Kamis (25/11/2021). 

 

Sejak awal, lanjut Amirullah, dirinya memang merasa bahwa banyak kejanggalan ketika pihaknya melakukan panandatanganan kontrak. Saat itu permasalahan internal di PT Delima Agung Utama mencuat dan pihak Kementerian PUPR sempat tidak membiarkan pihak PT Delima Agung Utama untuk melakukan pergantian pejabat di internal perusahaan mereka karena suatu masalah. 

Padahal, menurut dia, pergantian pejabat dalam internal perusahaan sah-saja dilakukan lantaran tidak ada aturan mengikat yang melarang hal tersebut. Permasalahan itulah yang kemudian menyebabkan pihak kontraktor sempat terlambat memulai pengerjaan pasar yang menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp45 miliar tersebut. 

"Kami kemudian melobi ke pusat untuk kami diberi kesempatan. Karena persoalan PCM itu ada juga aturannya untuk kami dibolehkan mengganti personel, tapi upaya kami tidak mulus-mulus saja. Hingga akhirnya keluar benang merahnya saat itu bahwa dengan bukti-bukti data yang kami berikan, kami diberikan kesempatan untuk melanjutkan kontrak," jelasnya.

Setelah persoalan itu kelar, pengerjaan proyek Pasar Tempe pun akhirnya bisa dimulai. Meski sebenarnya telah terjadi keterlambatan yang cukup lama yakni sekitar 6 bulan lamanya. Amir menuturkan bahwa pihaknya melakukan penandatanganan kontrak pada Oktober 2020 sementara pengerjaan baru bisa ia mulai pada April 2021. 

"Jadi PT Delima Agung Utama itu berkontrak bulan Oktober tahun 2020, Rp45 miliar di Claro. Nanti baru bisa berjalan proyek ini di bulan April 2021. muncul pertanyaan ada apa kan?," tuturnya. 

Tak berhenti sampai disitu, Amirullah kemudian mengaku bingung lantaran PPK yang pada awalnya melakukan penandatangan kontrak dengan PT Delima Agung Utama pun tiba-tiba diganti. Pergantian PPK itu, aku Amirullah, membawa dampak yang cukup besar dalam proses pengerjaan Pasar Tempe. 

"Tapi diperjalanan, PPK diganti dengan PPK yang baru. Jadi bukan PPK yang berkontrak yang kemudian menjalankan itu proyek pembangunan Pasar Tempe, diganti dari pusat. Kami tidak tau alasannya kenapa diganti ini PPK," ucap dia

2 dari 5 halaman

Diminta Bangun dengan Konsep Bangunan Gedung Hijau

Belakangan, Amirullah mengaku terkejut usai terjadi perubahan konsep dalam pembangunan Pasar Tempe. Perubahan drastis itu terjadi saat pihaknya diminta untuk membangun Pasar Tempe dengan konsep Bangunan Gedung Hijau (BGH). 

"Yang kami sangat terkejut lagi, pada saat kami PCM, tiba-tiba ada omongan yang mengatakan bahwa proyek yang akan kami jalankan ini adalah konsep BGH. Kami kira konsep BGH itu umum-umum saja, tidak terlalu berbeda jauh.Tapi ternyata konsep gambar berubah bahkan hampir di atas 50 persen," ucapnya. 

Perubahan konsep itulah yang kemudian membawa masalah-masalah baru dalam proses pembangunan pasar yang digadang-gadang menjadi percontohan di Indonesia Timur ini. Pasalnya konsep BGH sendiri baru pertama kali di terapkan di luar Pulau Jawa. Apalagi jika dihitung biaya yang dibutuhkan untuk membangun pasar dengan konsep BGH sudah pasti lebih besar jika dibandingkan dengsn pembangunan sebagaimana konsep yang disepakati sejak awal. 

Amir mengaku bahwa pihaknya sempat mempertanyakan ihwal perubahan konsep pembangunan Pasar Tempe dari gedung pasar biasa menjadi bangunan gedung hijau. Hingga akhirnya PPK menyarankan untuk melakukan perubahan kontrak atau adendum. 

"Jadi kami mempertanyakan ini kok begini. Jadi komunikasinya (dengan PPK) secara lisan saja kalau ada perubahan-perubahan kita adendum saja. Normal lah proyek ada adendum," imbuhnya. 

Dalam perjalanannya, Amirullah mengaku bahwa proyek pengerjaan Pasar Tempe dengan konsep BGH ini ternyata cukup menyulitkan pihak kontraktor. Betapa tidak, banyak item-item hingga bahan yang digunakan itu terpaksa diganti. 

"Tapi makin kesini kok saya baru sadar bahwa pekerjaan ini ternyata kami terjebak dalam konsep BGH ini. Contoh semen, seharusnya kami bisa pakai semen SNI seperi Conch, tapi karena ada BGH maka persyaratan penggunaan semen itu selain SNI harus ada ISO 140001-nya, sehingga kami tidak bisa pakai semen Conch lagi, jadi bagaimana kalau habis stok di pasaran, tidak ada di distributor. Maka pasti terlambat lagi pekerjaan dong," ucap dia. 

Selain terjadi perubahan pada bahan yang digunakan dalam proyek Pasar Tempe berkonsep Bangunan Gedung Hijau. Beberapa bagian bangunan juga ternyata berubah. Perubahan-peruabahan itulah yang menyebabkan pihaknya mengalami keterlambatan progres dalam proses pembangunan Pasar Tempe. 

"Contoh lain, IPAL itu di gambar lama 30 kubik. Tapi di gambar baru, 30 kubik itu dibagi dua, ada yang dibelakang ada yang di depan. Kalau begitu otomatis instalasinya berubah juga kan. Otomatis MEP gambar berubah sampai 100 persen karena instalasi yang dulunya cuma satu di depan ini malah ada lagi harus kita buat di belakang. Ini cukup merepotkan, makanya kami banyak keterlambatan," paparnya. 

 

3 dari 5 halaman

Tak Ada Kerugian Negara, Tapi Kontraktor Merugi

Amirullah pun memastikan bahwa tak akan ada kerugian negara meski kontrak pengerjaan Pasar Tempe telah diputuskan. Alasannya adalah karena proses pembayaran disesuaikan dengan progres pengerjaan. 

"PU itu sekarang utang pembayaran sama saya, karena kami itu kan tidak ambil biaya DP. Sistem kerjanya hitung progres. Makanya pekerjaan saya itu bisa dipastikan tidak akan merugikan negara, karena saya dibayarkan berdasarkan progres," ucap dia. 

Amirullah mengaku bahwa PT Delima Agung Utama kini telah mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk membiayai pengerjaan proyek pembangunan Pasar Tempe. Usai kontraknya diputus, perusahaan yang berkantor pusat di Jawa Barat itu pun mengalami kerugian yang besar. 

"Sekarang pertanyaannya, saya sudah mengeluarkan uang banyak untuk mengerjakan semuanya dalam proyek itu. Asumsi saya, item-item pekerjaan lain yang kami kerjakan bisa menutupi pengeluaran itu. Kalau belum apa-apa kami sudah diputus kontrak dimana saya sekarang mau ambil uang untuk gantikan pengeluaran saya. Kalau begini kan saya yang rugi. Sejauh ini terus terang saya sudah habis miliaran, paling sedikit kerugian saya di situ itu Rp7 miliar," bebernya. 

Ia mulanya berharap proyek itu bisa ia tuntaskan dengan mengajukan masa perpanjangan pengerjaan hingga April 2022, apalagi konsep dalam pembangunannya memang telah diubah menjadi BGH. Namun harapan itu pupus lantaran kontraknya diputus sepihak. 

"Dengan munculnya konsep BGH itu kami pastikan tidak bakalan bisa ini selesai di akhir Desember 2021, makanya kami minta diperpanjang sampai bulan April. Seandainya tidak muncul ini ADTT, tidak ada yang angkat permasalahan itu, kita dikasih waktu sampai bulan April 2022," harapnya. 

 

4 dari 5 halaman

Pemutusan Kontrak Karena SCM atau ADTT?

Amirullah pun menyayangkan pemutusan kontrak tersebut dilakukan. Betapa tidak, menurut dia, pemutusan kontrak itu terjadi secara sepihak lantaran kesalahan yang terjadi bukanlah dilakukan oleh pihak kontraktor melainkan kesalahan tender.

"Jadi ini PPK kan kalau ibarat catur kan hanya pion, PPK kemudian disuruh untuk putus kontrak karena kesalahan tender. Ini pion bingung, karena yang suruh itu pejabat dibawahnya menteri, disurati khusus. Itu maksud saya, ada yang tunggangi ini barang. Dan yang tunggangi ini bukan sekelas kepala seksi," tukas Amirullah.

Oleh sebab itu, alasan pemutusan kontrak itu bukan karena keterlambatan progres pembangunan sebagaimana yang diterangkan saat Show Cause Meeting (SCM) I, II dan III. Melainkan karena Audit Dengan Tujuan Tertentu (ADTT). 

"Saya sebenarnya sejak awal mencoba menjalin komunikasi, kalau bisa dicari solusinya mari kita cari sama-sama. Tapi tetap lurus kontrak akhirnya," ucap Amirullah. 

Lucunya lagi, lanjut Amirullah, saat surat pemberitahuan pemutusan kontrak karena ADTT itu keluar, sejumlah pihak diperiksa oleh Inspektorat Jenderal terkait direksi PT Delima Agung Utama yang juga punya jabatan di perusahaan lain. Hal itulah yang kemudian menjadi penyebab munculnya tuduhan KKN kepada PT Delima Agung Utama. 

"Katanya Pokja dan PPK diperiksa oleh Inspektorat, makanya proses ini dikatakan KKN dalam surat pemutusan kontrak. Cuman kami merasa aneh kok kami PT Delima Agung Utama tidak dipanggil sama auditor, supaya kami memberikan klarifikasi," imbuhnya. 

 

 

5 dari 5 halaman

Silang pendapat BPPW Sulsel dan PPK Pasar Tempe

Sementara itu, saat Liputan6.com mengirimkan berita berjudul 'Putus Kontrak, Pembangunan Pasar Tempe Mangkrak' kepada PPK, Reno Bayuaji, ia lalu membantah bahwa alasan pemutusan kontrak dilakukan karena SCM, sebagaimana yang dituliskan dalam berita tersebut. Menurut Reno, alasan pemutusan kontrak adalah karena ADTT. 

"meluruskan sedikit saja pak, pemutusan kontrak bukan karena kontraktor tidak mencapai target SCM III melainkan karena menindaklanjuti temuan ADTT," tulis Reno dalam pesannya kepada Liputan6.com, Rabu (24/11/2021) malam. 

Padahal sebelumnya, Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah Sulawesi Selatan, Ahmad Asiri mengatakan bahwa pihaknya memberikan tenggat waktu kepada PT Delima Agung Utama sebagaimana hasil rapat saat SCM III. 

"Itulah sampai kita sudah memberikan teguran pada rapat SCM yang ketiga. Dan untuk sementara kontraktornya masih merasa mampu. Itu yang bisa kita lakukan untuk memacu progres. Harapannya bisa tercapai targetnya," kata Ahmad Asiri, Kamis (28/11/2021). 

Asiri saat itu menegaskan bahwa pihaknya akan kembali melihat progres pembangunan Pasar Tempe pada 16 November 2021. Jika progresnya tidak mencapai target, maka akan diberikan sanksi tegas kepada pihak kontraktor berupa pemutusan kontrak. 

"Kita beri kesempatan sampai 16 November 2021, kalau tidak tercapai kita pemutusan kontrak. Dan pasti akan masuk daftar hitam," tegasnya.

 

 

Â