Sukses

2 Bersaudara Penganiaya Pengendara Mobil di Makassar Dituntut 1,5 Tahun Penjara

Jaksa Penuntut Umum Kejari Makassar Tuntut 1 Tahun 6 Bulan kepada dua bersaudara penganiaya pengendara mobil.

Liputan6.com, Makassar - Dua orang bersaudara yang merupakan warga Kota Makassar masing-masing Ruslan (46) dan Rusman (35) kini bernasib apes. Keduanya dituntut 1 tahun 6 bulan atau 1,5 tahun atas perbuatannya yang diduga menganiaya seorang pengendara mobil.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Makassar, A Yuliana mengatakan, hal-hal yang memberatkan kedua bersaudara tersebut karena akibat perbuatannya menyebabkan korbannya luka. Meski demikian, selama persidangan keduanya bersikap kooperatif dan belum pernah dihukum sama sekali.

"Sehingga kita menuntutnya dengan hukuman minimal saja, 1 tahun 6 bulan penjara," kata Yuliana saat ditemui usai bersidang di Pengadilan Negeri Makassar, Senin (6/12/2021).

Ia mengungkapkan, kasus dugaan penganiayaan yang menyeret dua orang bersaudara ke meja hijau tersebut, sebelum berkas perkaranya dinyatakan lengkap (P-21), sempat ditawarkan upaya perdamaian. Kedua belah pihak yakni korban dan kedua bersaudara yang berstatus terdakwa itu sempat menyepakati untuk menanggung kerugian masing-masing.

"Tapi belakangan, pengacara terdakwa ini menelepon dan mempertanyakan dasar perdamaian antara korban dengan kliennya. Saya jelaskan kalau kedua belah pihak damai untuk membiayai kerugian diri masing-masing. Pengacaranya katakan masa tidak ada imbalan, saya tidak menerima damai ini lanjut saja. Sehingga kasus ini berproses ke persidangan," terang Yuliana.

Menanggapi tuntutan JPU tersebut, pengacara dua orang bersaudara yang berstatus terdakwa dalam perkara pidana dugaan penganiayaan, Yoel Bello mengatakan tuntutan JPU kepada kliennya tersebut dinilainya keliru. JPU, menurut dia, dalam menerapkan Pasal 170 KUH Pidana merupakan delik kejahatan terhadap ketertiban umum.

Menurut pendapat Van Bemmelen dan Van Hattum, kata Yoel, yang menjelaskan Pasal 170 dalam KUH Pidana dimaknai sebagai perlindungan hukum kepentingan masyarakat dari gangguan keterliban dan bukan dimaksudkan melindungi kepentingan individu.

Sedangkan dalam Memorie Van Toelichting (MVT) lanjut dia, malah disebutkan bahwa delik ini ditujukan kepada kelompok-kelompok yang secara terang-terangan ingin mengganggu ketertiban publik bukan untuk melukai orang-orang perorang, sehingga tuntutan JPU tersebut adalah keliru terhadap penerapan Pasal 170 KUH Pidana kepada para terdakwa.

"Kami meminta para terdakwa harus dibebaskan karena berdasarkan fakta persidangan, JPU Kejari Makassar tidak mampu membuktikan mengenai uraian fakta hukum dan unsur-unsur tindak pidana sesuai dalam surat dakwaannya," Yoel menandaskan.

 

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Duduk Perkara Kasus

Awal kejadian, tepatnya Rabu 23 Juni 2021 sekitar pukul 21.00 Wita bertempat di Jalan Baji Dakka II, Kecamatan Mariso, Kota Makassar,

Korban dugaan penganiayaan oleh dua bersaudara, Hendra Syamsul sedang mengendarai mobil. Sekitar jarak tiga meter ke depan mobilnya, terdapat tiga orang bocah.

Ia pun sontak mengerem tiba-tiba mobilnya karena merasa ada senggolan pada bamper mobilnya bagian sebelah kiri.

Hendra Syamsul lalu turun dari mobilnya hendak melihat bamper mobilnya yang tersenggol. Saat turun dari mobilnya, terdakwa Rusman menghampirinya dan tanpa berkata-kata sontak memukul pelipis mata sebelah kanan Hendra Syamsul sebanyak satu kali.

Setelah itu, Rusman kembali menarik kerak baju Syamsul menuju ke bagian belakang mobil. Di belakang mobil tersebut, tiba-tiba muncul terdakwa Ruslan dan juga langsung menganiaya Hendra Syamsul tepatnya memukul bagian pelipis mata Hendra sebelah kanan.

Setelah peristiwa penganiayaan terhadap Hendra terjadi, keluarga Hendra lalu datang melerai.

Atas kejadian tersebut, Hendra Syamsul mengalami luka serius sebagaimana tercatat dalam bukti keterangan Visum Et Repertum Nomor : VeR/1040/VI/2021/Forensik tanggal 23 Juni 2021 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Denny Mathius, yang merupakan dokter di Rumah Sakit Bhayangkara TK II Kota Makassar.

Â