Sukses

Jadi JPU Kasus Perkosaan Santri, Kajati: Keterangan Saksi Beratkan Terdakwa Herry Wirawan

Sidang lanjutan kasus perkosaan terhadap 12 santri dengan terdakwa Herry Wirawan kembali digelar di PN Kelas IA Bandung pada Selasa (21/12/2021).

Liputan6.com, Bandung - Sidang lanjutan kasus perkosaan terhadap 12 santri dengan terdakwa guru ngaji sekaligus Yayasan Pondok Pesantren Manarul Huda Antapani Herry Wirawan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung pada Selasa (21/12/2021). Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat Asep Nana Mulyana langsung turun tangan menjadi jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang kasus ini.

Berdasarkan pantauan Liputan6.com, persidangan ini berlangsung tertutup. Sejumlah awak media yang meliput menunggu di luar ruangan.

Adapun sidang kali ini dipimpin Ketua Majelis hakim yaitu Yohannes Purnomo dan anggota majelis Riyanto dan Eman Sulaeman. Sementara, terdakwa Herry yang berada di Rutan Kebonwaru menjalani persidangan secara daring.

Asep menuturkan, jalannya persidangan hari ini adalah menghadirkan dua orang saksi. Salah satu saksi dihadirkan langsung ke persidangan, sedangkan satu saksi lainnya mengikuti secara daring.

"Hari ini, kami telah melaksanakan persidangan atas terdakwa HW dan sidang hari ini dilaksanakan hybrid, baik hadir secara langsung maupun yang melewati Zoom. Pada hari ini juga ada dua orang saksi yang hadir, satu hadir secara fisik, satu lagi memberi keterangan melalui video conference tadi," katanya memberikan keterangan kepada pers usai persidangan.

Lebih jauh Asep mengatakan, keterangan kedua saksi memberatkan terdakwa Herry yang telah memperkosa belasan santri bahkan beberapa di antaranya hamil.

"Dan dari keterangan tersebut mendukung pembuktian bahwa ada dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh HW, dalam hal pengelolaan pesantren maupun di tempat pendidikan. Apa yang dilakukan oleh terdakwa adalah bagaimana dia melanggar UU Perlindungan Anak," ujarnya.

Tak hanya tindak pidana asusila, Asep juga juga menanyakan terkait dengan penggunaan dana bantuan sosial yang dikelola pesantren milik Herry. Termasuk juga metode pembelajaran, mekanisme pembelajaran dan kurikulum serta evaluasi pembelajaran.

"Jadi, sesuai yang disangkakan, kami tanyakan seluruhnya termasuk tidak hanya perbuatan pidana terhadap anak-anak itu dan juga penggunaan bansos. Kita tidak hanya fokus kepada pelanggaran UU Perlindungan Anak, tapi semuanya kami tanyakan," ucapnya.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Total 18 Saksi Anak Diperiksa

Asep mengatakan, total saksi anak yang telah diperiksa sebanyak 18 orang. Mereka adalah saksi yang melihat, mengalami langsung dan saksi pendukung yang mendapat cerita atau kejadian tersebut.

Untuk selanjutnya, Asep menyatakan pihaknya telah meminta kepada majelis hakim untuk efektivitas persidangan. Para saksi selanjutnya yang diperiksa akan dilakukan secara bersamaan.

"Sesuai dengan hukum acara yang cepat, maka kami usulkan ke majelis hakim untuk memeriksa saksi secara maraton. Dalam artian jadi klaster-klaster nanti, seperti bidan, klaster PNS, dan klaster lainnya kami periksa bersamaan," katanya.

3 dari 3 halaman

Pertimbangkan Berikan Hukuman Mati

Sementara itu, disinggung soal apakah terdakwa dihukum mati, Asep mengatakan, tuntutan akan mengacu kepada fakta persidangan yang muncul. Diketahui, pihak keluarga korban meminta pelaku pelecehan seksual Herry Wirawan dihukum mati.

"Nanti kita lihat (hukuman mati), saya enggak berani berandai-andai. Nanti fakta di persidangan seperti apa," cetusnya.

Terkait tuntutan yang diinginkan keluarga korban di antaranya hukuman kebiri, Asep juga menyatakan hal itu akan dilihat berdasarkan pembuktian di persidangan. "Nanti kita lihat," katanya.

Sebelumnya, Herry Wirawan didakwa dengan dakwaan primair melanggar Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Serta dakwaan subsidair Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.