Liputan6.com, Balikpapan - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, sebuah lembaga perlindungan konsumen berbasis Jakarta, mendesak Presiden Joko Widodo mengambil alih kebijakan penertiban truk barang di level nasional untuk mencegah kerugian publik yang berlarut-larut.
Baca Juga
Advertisement
"Presiden Jokowi perlu menginstruksikan jajarannya agar tegas menerapkan Zero ODOL, terutama Kementerian Perhubungan, Polri, Kementerian Perindustrian, hingga Kementerian BUMN," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, saat dihubungi, Kamis (23 Desember).
ODOL adalah singkatan populer Over Dimension Overload. Ini istilah untuk pelanggaran kubikasi dan muatan truk angkutan barang.
Fenomena ODOL jamak terlihat pada armada truk pengangkut komoditas vital seperti air minum dalam kemasan (AMDK), semen, baja, pupuk, dan banyak lainnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Rencana Pemberlakuan Zero ODOL
Terhitung 2018, pemerintah mengisiasi kebijakan penertiban truk ODOL untuk mencegah kerusakan jalan dan jembatan serta mengurangi tingkat kemacetan dan kecelakaan akibat lalu lalang truk dengan muatan berlebih.
Tapi di lapangan, rencana itu tertunda berkali-kali di tengah kuatnya lobi industri. Belakangan, Kementerian Perhubungan mengumumkan kebijakan Zero ODOL bakal diterapkan secara nasional pada 2023.
“Saya menduga penundaan penerapan kebijakan ini hanya permainan karena para pengusaha truk ODOL banyak backing dari oknum pejabat, sehingga susah dilarang,” kata Tulus.
YLKI, menurut Tulus, tetap mendesak penertiban truk ODOL diterapkan secepatnya, paling tidak mulai 2022. Toh, katanya, tidak ada alasan yang kuat bagi pemerintah memundurkan pelaksanaannya.
"Pemerintah bisa dianggap mengabaikan aspek keamanan dan keselamatan pengguna jalan," katanya menyebut YLKI menerima banyak pengaduan dari masyarakat terkait truk ODOL.
Secara khusus, dia mengkritik Asosiasi Perusahaan Air Minum, organisasi lobi industri air minum kemasan, yang menginginkan kebijakan Zero ODOL ditunda kembali hingga 2025.
Ia berpandangan Asosiasi tidak peduli pada kepentingan masyarakat umum. “Ah, Aspadin sudah berkali-kali meminta ditunda terus. Aspadin apa tidak mikir, truk ODOL sudah merusak jalan tol dan arteri. Alasan mereka hanya kedok saja,” katanya.
Advertisement
Desak Penghentian ODOL
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel, Ahmad Safrudin, berpendapat senada.
Dia bahkan mendesak rakasa air minum kemasan, Donene-Aqua, untuk menghentikan penggunaan armada truk ODOL.
“Sebagai market leader industri air minum dan sebagai perusahaan multinasional, semestinya mereka jadi contoh bagi perusahaaan lain dan bukannya malah menyuburkan modus pengemplangan tonase dan muatan truk,” katanya.
Investigasi KPBB pada Juni 2022 menemukan seluruh truk industri AMDK, termasuk armada truk Aqua, di jalur Sukabumi-Bogor beroperasi dengan muatan dua kali lipat lebih besar dari yang diizinkan pemerintah.
Lebih jauh, Ahmad berharap Presiden Jokowi mendukung Kementerian Perhubungan dalam pelaksanaan kebijakan Zero ODOL.
“Presiden bisa meminta jajarannya untuk mendukung Kemenhub, termasuk meminta polisi tegas menilang truk barang yang beroperasi dengan kubikasi dan muatan berlebih,” katanya.
Petisi Truk ODOL dari AMDK
Sementara itu, keresahan publik atas pelanggaran muatan armada truk produsen air kemasan Aqua di jalur Sukabumi-Bogor-Jakarta memantik munculnya petisi di jagat maya.
Muncul di platform publik Change.org awal pekan ini, petisi meminta polisi tak segan menilang armada truk Aqua.
"Hari demi hari dalam 40 tahun terakhir, armada truk Aqua leluasa menebar teror di sepanjang jalur vital Sukabumi-Bogor-Jakarta tanpa pernah ada penghukuman yang tegas dari polisi," kata petisi yang diinisiasi seorang warga.
Petisi menyebut armada truk Wing-Box Aqua saban harinya memuat galon isi ulang yang menumpuk hingga atap truk. Disebutkan, truk jenis itu teorinya hanya dibolehkan mengangkut maksimal 500 galon air isi ulang dalam sekali jalan.
Faktanya, oleh perusahaan yang menginduk ke Perancis itu, truk dijejali muatan hingga 1.100 galon atau bahkan hingga 1.200 galon!
Namun, menurut naskah petisi, masyarakat dan pemerintah lah yang harus membayar mahal semua pelanggaran itu. Petisi misalnya menyebut warga Sukabumi-Bogor yang lokasinya rumahnya di pinggir jalan yang kerap dilintasi truk Aqua tak berhenti merasakan tremor yang mengguncang kejiwaan.
Warga juga digambarkan harus berhadapan dengan kemacetan yang seperti abadi karena armada truk Aqua bergerak lamban lantaran memikul muatan berlebih. Yang lebih mencemaskan, menurut petisi, adalah armada truk Aqua, seperti lazimnya armada truk angkut barang dengan muatan berlebih, kerap mengalami pecah ban, patah as, rem blong, terguling dan banyak jenis kecelakaan lainnya yang bisa berujung kecelakaan fatal. Petisi juga menyindir pemerintah yang dianggap royal dengan pelanggaran muatan truk Aqua.
Disebutkan, pemerintah merogoh kocek ekstra paling tidak Rp 40 triliun untuk merapikan jalan dan jembatan yang rusak akibat operasi truk dengan muatan berlebih setiap tahunnya.
"Uang yang semestinya dipakai untuk hal-hal yang lebih krusial, seperti mendanai pendidikan, habis untuk menutup ongkos pelanggaran aturan perusahaan multinasional seperti Aqua," kata petisi.
Data situs Change.org menunjukkan dalam tempo 24 jam, tercatat sedikitnya 250 orang yang ikut meneken petisi. Sebagiannya membagi pengalaman berhadapan dengan armada truk Aqua.
"Ikut kadang merasakan kecemasan saat nyetir mobil dibelakang atau di samping truk Aqua," kata akun Maria Yuanita.
Arief N., penandatangan petisi lainnya, punya cerita lain. "Tidak cuma area Bogor, di Subang, Jawa Barat," katanya, "Truk Danone juga berperan merusak jalan dari jalan Cagak sampai kota Subang ... Jalur utama Subang-Bandung di area tersebut sudah seperti jalan hauling tambang,"
Akun lain, semisal dari Agung Nugroho, meminta polisi tak pandang bulu. "Tindak dong Pak ... Pelanggaran seperti ini merusak jalan, membahayakan pengguna jalan dan menunjukkan ketidakmampuan negara menegakkan aturan."
Advertisement