Sukses

Berkah Setrum Listrik di Balik Legitnya Bisnis Wajit Legendaris Cililin

Melalui Penghargaan Wirausaha Tangguh 2021 yang digelar di Jakarta pada 30 November lalu, PLN ingin memberikan inspirasi kepada masyarakat bahwa dalam kondisi pandemi, masih ada lapisan masyarakat yang tetap tangguh.

Liputan6.com, Bandung Kepulan asap tipis dan aroma wangi gula merah serta beras ketan menyeruak dari dalam dapur berpetak 6 x 5 meter. Gelembung udara secara bergantian keluar dari adonan memerah dalam kuali raksasa yang terpanggang api ketika Liputan6.com menyambangi usaha kecil pembuatan wajit di Kampung Saat, Desa Karangtanjung, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat.

Usaha rumahan itu milik Nunung Nurjamilah (46). Dalam menjalankan bisnis, Nunung dibantu adik iparnya, Ema (28), dan 30 karyawan.

Libur akhir tahun benar-benar membawa berkah bagi ibu paruh baya ini. Permintaan pada momen yang disebut dengan libur Nataru ini, sangat tinggi. Sepanjang Desember ini saja, permintaan mulai naik 8-9 kuintal per hari dibanding bulan lalu sekitar 5-6 kuintal.

"Karena sudah akhir tahun, banyak anak sekolah libur, Alhamdulillah permintaan wajit naik lagi," ucap Nunung saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (22/12/2021).

Wajit bermerek Legieta ini tidak hanya dipasarkan ke Bandung. Namun juga dipasarkan ke sejumlah daerah, seperti Bogor, Bekasi, Jakarta, dan beberapa wilayah di Sumatera. Satu bungkus wajit Legieta seberat 550 gram hanya Rp15 ribu.

Wajit cililin merupakan ikon oleh-oleh asal Bandung Barat yang memiliki rasa manis. Bentuknya mengerucut dan terbungkus dengan daun jagung kering.

Penganan ini terbuat dari bahan dasar yang mudah ditemui yaitu kelapa, gula merah, gula pasir, dan beras ketan. Semua bahan dasar yang sudah disiapkan dicampurkan di dalam sebuah wadah besar berisi air.

Untuk mendapatkan wajit yang legit, semua bahan dasar tersebut dipanaskan sampai benar-benar matang. Kemudian, adonan wajit dibentuk menjadi kerucut di atas daun jagung yang kering.

Wajit yang sudah terbungkus yang dikelola Legieta Boga Priangan, nama usaha wajit cililin yang dikelola Nunung, saat ini tidak lagi dijemur di terik matahari. Melainkan dipanggang menggunakan oven besar.

Sebagai seorang pengusaha wajit, Nunung juga menggunakan peralatan untuk mendukung proses produksi. Hal itu semata dilakukan agar proses produksi dan waktu yang lebih efektif terlebih dia harus memenuhi pesanan konsumen dengan cepat dan dalam jumlah yang terbilang banyak setiap harinya.

Nunung pun memilih menggunakan mesin pengaduk wajit yang tenaganya dihidupkan oleh aliran listrik. Dengan menggunakan mesin pengaduk wajit ini proses produksi yang dilakukan wirausahawati seperti Nunung menjadi lebih cepat selesai.

"Mesin pengaduk ini menggunakan daya listrik 750 watt. Awalnya beli satu dulu sekitar 2014. Lalu, bikin tiga unit lagi jadi totalnya ada empat mesin," ujarnya.

Dulunya, proses memasak bahan utama wajit menggunakan bahan bakar kayu atau sabut kelapa sisa pengupasan kelapa. Dapur masak yang berada di dalam rumah juga dalam kondisi berantakan dan terkesan kumuh.

Proses memasak dodol membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebelum teraliri listrik dan masuknya mesin pengaduk, proses mengaduk bahan wajit masih menggunakan tenaga manusia. Sehingga kualitas produk yang dihasilkan bergantung daripada kecepatan dan frekuensi tenaga pengaduk.

Daya listrik yang telah terpasang pada rumah Nunung awalnya adalah daya 1.300 VA. Sehubungan dengan penggunaan mesin pengaduk menggunakan motor listrik sementara daya listrik butuh lebih daya yang lebih besar, Nunung berinisiatif mendaftarkan pada PLN (Persero) UPJ Cililin untuk pemasangan baru kWh meter daya 5.500 VA.

Selain itu, pemasangan baru juga berguna agar kualitas tegangan listrik pada rumah keluarga Nunung tidak terganggu akibat penggunaan motor listrik berdaya besar.

"Sejak adanya listrik, produksi jadi lebih meningkat seiring pesanan terus bertambah. Kelebihan lainnya, dapur jadi lebih bersih," ujar Nunung.

Tertatanya manajemen produksi dan peralatan produksi milik Nunung menjadi penyebab Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Wajit Legieta memperoleh sertifikasi produk pangan industri rumah tangga (SP-PIRT) dan Standar Halal LPPOM MUI.

Simak Video PIlihan di Bawah Ini

2 dari 4 halaman

Kuliner Legendaris

Wajit sudah sejak lama menjadi kudapan khas warga Cililin, Kabupaten Bandung Barat. Penganan yang terbuat dari beras ketan dengan campuran gula aren dan parutan kelapa ini selalu jadi buruan para pendatang saat berkunjung ke daerah tersebut.

Di Bandung Barat, Cililin ditemukan dalam dua nama yaitu nama desa dan kecamatan. Namun, Cililin sendiri memiliki cakupan dan ruang lingkup yang lebih luas dari sekedar desa atau kecamatan yang ada saat ini mengingat hampir sebagian besar wilayah yang ada di Bandung Barat bagian selatan adalah bagian dari Cililin.

Dulunya, Cililin merupakan kewedanan yang cakupan wilayahnya meliputi Cihampelas, Sindangkerta, Cipongkor, Gunung Halu, dan sekitarnya. Cikal bakal Kawedanan Cililin sendiri dimulai pada masa Bandung Rungsit pada 1630-1643.

Kawedanan adalah wilayah administrasi pemerintahan yang berada di bawah kabupaten dan di atas kecamatan yang berlaku pada masa Hindia Belanda dan beberapa tahun setelah kemerdekaan Indonesia yang dipakai di beberapa provinsi.

Adapun awal mula kata Cililin berasal dari serapan bahasa Belanda yakni 'Uit Tuin Lijn Weg' atau 'Elina' yang berarti pembuatan jalan. Di mana pada 1840-1850 dilakukan pembuatan jalan yang membentang dari lokasi Kampung Kaca-kaca, Loji dan Tangsi Gunung Halu untuk kebutuhan perkebunan.

Melambungnya nama Cililin juga tidak terlepas dari peran dua orang asli setempat, Juwita dan Uti. Keduanya merupakan orang-orang yang pertama kali membuat sekaligus memperkenalkan wajit di Cililin sekitar 1916.

Awalnya, penganan tersebut hanya untuk dimakan sendiri. Tapi, semakin banyaknya warga penasaran kelezatan wajit, mulailah mereka berdatangan ke rumah Juwita dan Uti hanya untuk merasakan penganan tersebut.

Menurut pakar gastronomi atau tata boga Sunda, Riadi Darwis, wajit sebenarnya sudah ada di tatar Sunda sejak abad ke-15 Masehi. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya karakter makanan yang merujuk ke arah wajit di dalam naskah-naskah rujukan Sunda kuno.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tidak ditemukan kata wajit melainkan wajik. Meski begitu, nama wajit memang berasal dari bahasa Jawa, wajik.

Adapun perubahan pengucapan atau gejala bahasa dari wajik ke wajit dikarenakan orang Sunda jarang menggunakan huruf k sehingga beralihlah menjadi huruf t. Sehingga muncullah kata wajit yang dikenal sampai sekarang

Wajit sebenarnya bukan hanya terdapat di Cililin. Namun wajit cililin tetap memiliki kekhasan mulai dari bahan baku, proses pembuatan, aroma, ataupun rasanya jika dibandingkan dengan wajit dari daerah lain.

Kekhasan yang melekat pada wajit cililin merupakan hasil sentuhan tangan Juwita dan Uti yang berhasil membuat wajit dari Bandung Barat ini berbeda dengan wajit dari daerah lain. Adapun setelah Juwita dan Uti meninggal, usaha wajit diteruskan oleh anaknya pada 1936 yaitu Hj Siti Romlah yang nama aslinya Irah.

Selain itu, terdapat keunikan lain dari penganan wajit. Dalam sejarahnya turut disebutkan jika makanan tersebut sempat dilarang dimakan oleh kalangan pribumi karena dianggap sebagai penganan yang istimewa.

Hal itu didasarkan pada keadaan di masa kolonial, di mana beras ketan merupakan salah satu komoditas yang dianggap mahal dan merupakan bahan untuk kebutuhan impor bersama beberapa jenis rempah.

3 dari 4 halaman

Tetap Mempertahankan Karyawan Selama Pandemi

Pandemi Covid-19 telah mempengaruhi hampir semua bidang kehidupan, terutama yang terdampak langsung adalah masyarakat. Tidak kecuali UMK yang dihantam badai pandemi, Wajit Legieta asal Cililin tetap bertahan.

Nunung, wirausahawati yang gigih menjalankan usahanya dengan memanfaatkan energi listrik sebagai penggerak utama dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahanya selama pandemi, enggan mengubur mimpi karyawannya akibat hantaman virus Corona.

Nunung bercerita, dirinya tak pernah mengira bisnis rumahan wajit yang dirintis bersama sang suami Solihin (49) sejak 1995 harus melewati cobaan badai pandemi. "Sejak 1995-2000 itu kita banyak permintaan, bahkan terus naik dan distribusinya hingga ke Yogyakarta," ucapnya.

Usaha wajit milik Nunung sempat mengalami ketatnya persaingan pada 2006 karena pesaing sudah semakin banyak. Bahkan pesaing sudah merambah dari daerah lain seperti Garut dan Subang.

Lalu, saat Corona Maret 2020, perlahan bisnis wajit tak lagi legit. Musababnya, kawasan Cililin-Gununghalu yang biasa dilalui wisatawan mulai menurun drastis seiring pembatasan aktivitas masyarakat.

Usaha wajit cililin tertekan. Karyawan yang biasa bekerja enam hari dalam seminggu, mulai berkurang jadi dua hari seminggu. 

"Waktu pandemi, kita pernah membagikan dua ton ke tetangga karena waktu itu tidak laku," ujar Nunung.

Meski usaha yang dilakoninya tertekan, Nunung pantang untuk berhenti di tengah jalan. Apalagi dia memiliki karyawan yang menggantungkan hidup pada Wajit Legieta.

Saat dihimpit pilihan yang serba sulit, Nunung teringat dengan uang kas rutin yang dikumpulkan karyawan. Nilainya ada yang sebesar Rp5 ribu hingga Rp100 ribu, dikumpulkan tiap seminggu sekali.

Bukan memecat karyawan, Nunung malah mempertahankan seluruh pegawainya. Uang kas tersebut dipakai para karyawannya yang bertahan di masa pandemi.

"Sebelum pandemi kita memang sudah terbiasa menabung. Waktu pandemi, karena mereka penghasilannya menurun dampak berkurangnya jam kerja, tabungan itu yang diambil," tuturnya.

Ketulusan hati Nunung pun berbuah manis. Kini usahanya justru mampu menambah karyawan. Tak cukup sampai di situ, ia juga mampu melebarkan gerainya yang berada di rumah produksi.

"Oktober tahun lalu kita berjualan di sini, jadi menambah pekerja baru juga. Kita juga tetap menerapkan disiplin menabung seminggu sekali untuk jaga-jaga," ujarnya.

Roda ekonomi kembali berputar sejak akhir tahun lalu membuat usaha Nunung kembali menggeliat. Wisatawan pun mulai datang silih berganti ke gerai yang berlokasi di kawasan Cililin itu.

"Sejak Agustus tahun ini sudah mulai meningkat kembali produksinya hampir mendekati masa sebelum pandemi sekitar 15 kuintal. Memang belum seperti sebelum pandemi, tapi sudah lebih baik dan kita juga mulai jualan daring," ucap Nunung.

4 dari 4 halaman

Pakai Listrik PLN Agar Operasional Lebih Efisien

PT PLN (Persero) tidak berpangku tangan terhadap para pelaku usaha yang gigih menjalankan usahanya dengan memanfaatkan energi listrik sebagai penggerak utama dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahanya selama pandemi Covid-19 melanda.

Melalui Penghargaan Wirausaha Tangguh 2021 yang digelar di Jakarta pada 30 November lalu, PLN ingin memberikan inspirasi kepada masyarakat bahwa dalam kondisi pandemi, masih ada lapisan masyarakat yang tetap tangguh, berjuang sehingga bisa bertahan dan menolong yang lain. Hal ini juga menjadi bagian peringatan Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November. 

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan Bob Saril mengatakan, penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi PLN kepada pelanggannya yang memanfaatkan dan menyinergikan pengembangan usahanya, sehingga mampu bertahan dan terus melaju di tengah ketidakpastian yang tinggi. Baik itu di sektor perikanan, kelautan, maupun sektor niaga (UMK).

"Bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November 2021, PLN memilih pelanggan yang tangguh, gigih, berkreasi dan inovatif mengatasi segala keterbatasan, dengan metode dan usaha-usaha baru berbasis pemanfaatan energi listrik," ujarnya saat memberi sambutan pada acara malam Penghargaan Wirausaha Tangguh 2021.

Selain memberikan apresiasi, melalui penghargaan ini PLN juga ingin memberikan inspirasi usaha-usaha produktif berbasis energi listrik PLN kepada para anak muda Indonesia. Pemberian penghargaan Wirausaha Tangguh yang meliputi empat kategori, yakni Wirausaha Tani Tangguh (Electrifying Agriculture), Wirausaha Bahari Tangguh (Electrifying Marine), Wirausaha Niaga Tangguh (UMK), dan Electrifying Heroes, dapat terus menerus menginspirasi dan memberikan motivasi kepada para petani tangguh. 

"Terakhir, kita ingin bersama-sama memperluas ekosistem program Electrifying Agriculture, Electrifying Marine dan UMK. Dan selanjutnya kita membentuk suatu aliansi di mana kita bisa saling bersinergi, saling membantu satu sama lain untuk keluar sebagai pemenang di waktu Pandemi," ujar Bob.

Berdasarkan data PLN, jumlah pelanggan yang termasuk dalam Electrifying Agriculture sampai dengan Oktober 2021 mencapai 152.895 pelanggan. Di mana mayoritas bergerak dalam bidang pertanian 60 persen, 21 persen peternakan, kemudian 17 persen bergerak dalam bidang perikanan, dan perkebunan sebanyak 2 persen.

"Yang lebih penting, PLN adalah masa depan, power beyond generation," cetusnya.

Sementara itu, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan pandemi Covid-19 mengakibatkan sektor perekonomian dalam negeri terpukul. Meski terhimpit kondisi sulit, PLN tetap menjalankan tugasnya memasok kebutuhan listrik para pelaku ekonomi dan masyarakat.

“PLN tetap menyediakan listrik dengan andal untuk mendukung kegiatan ekonomi saat pandemi Covid-19, PLN juga telah mempersiapkan pasokan listrik untuk menggerakan perekonomian saat penularan Covid-19 mulai landai,” katanya.

Darmawan juga berjanji akan melanjutkan transformasi di segala lini untuk meningkatkan layanan kepada pelanggan sehingga  dapat mendongkrak perekonomian nasional. Hal ini menjadi salah satu amanat pemerintah kepada Darmawan saat dilantik sebagai nakhoda PLN. 

Dalam hal masih banyaknya industri yang menggunakan pembangkit listrik sendiri, PLN menawarkan untuk industri beralih ke listrik PLN agar lebih efisien dalam sisi operasional.

"Dengan menyerahkan pasokan listrik ke PLN, industri bisa lebih fokus dalam mengoptimalkan produksi dan utilitasnya," kata Darmawan.

Sejak April 2020, PLN menjalankan program transformasi sebagai langkah penting perusahaan, melalui empat pilar yakni green, lean, innovative, dan customer focused. Restrukturisasi korporasi juga akan terus dijalankan agar perusahaan semakin lincah dalam menghadapi tantangan.

Darmawan mengungkapkan, transformasi dilatarbelakangi arahan Presiden Jokowi dan kebijakan pemerintah dalam mengelola secara optimal cadangan daya, mempersiapkan transisi energi, menjadi penggerak pemulihan ekonomi nasional pasca Covid-19.

Dalam transisi energi ini, tantangan sektor ketenagalistrikan akan menjadi semakin kompleks dan dituntut melakukannya tanpa membebani APBN dan masyarakat. Sehingga target Net Zero Emission pada 2060 seperti yang dicanangkan pemerintah mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi Indonesia.