Sukses

Sepanjang 2021, Pengadilan Tipikor Makassar Gemar Vonis Bebas Terdakwa Korupsi?

Sepanjang 2021, Pengadilan Tipikor Makassar vonis bebas 16 terdakwa korupsi.

Liputan6.com, Makassar Tak hanya merilis sejumlah penanganan kasus korupsi di Sulsel yang berjalan mandek selama tahun 2021, lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) juga mengungkap fenomena putusan hakim Pengadilan Tipikor Makassar terhadap sejumlah perkara korupsi.

Hamka, Peneliti ACC Sulawesi mengungkapkan, sepanjang 2021, Hakim Pengadilan Tipikor Makassar memberikan vonis bebas kepada 16 terdakwa perkara korupsi.

"Putusan tertinggi ada 9 tahun denda Rp400 juta. Ini dijatuhkan kepada dua orang terdakwa perkara korupsi pada anak perusahaan Pelindo IV. Sementara putusan terendah itu ada 1 tahun denda Rp500 juta," ungkap Hamka dalam konferensi pers catatan akhir tahun 2021 (catahu 2021) di Kantor ACC Sulawesi, Rabu 29 Desember 2021.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Aktor Korupsi Didominasi ASN hingga Kepala Desa

Selain mengungkap fenomena vonis hakim kepada para terdakwa korupsi sepanjang tahun 2021, Hamka juga turut membeberkan perbandingan jumlah perkara korupsi yang dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Makassar selama 3 tahun terakhir serta total nilai kerugian negara yang ditimbulkan.

Ia mengatakan, sepanjang 2021, terdapat 99 perkara korupsi yang masuk ke Pengadilan Tipikor Makassar dengan total kerugian negara sebesar Rp58,5 miliar. Pada 2020 hanya 80 perkara dengan total kerugian negara senilai Rp59,17 miliar.

"Di tahun 2021 ini, perkara korupsi yang masuk ke Pengadilan Tipikor Makassar jumlahnya lebih sedikit dibanding pada tahun 2019. Di mana pada tahun 2019 capai 120 perkara dengan total kerugian negara sebesar Rp95,12 miliar," beber Hamka.

Adapun aktor terdakwa korupsi yang berhasil tercatat selama tahun 2021, kata Hamka, masih didominasi oleh profesi Aparat Sipil Negara (ASN) kemudian diperingkat kedua dari swasta dan selanjutnya peringkat ketiga berprofesi sebagai kepala desa.

Lalu disusul terbanyak berikutnya menjadi terdakwa korupsi ada dari perangkat desa, pegawai BUMD, BUMN, PPAT, tenaga kontrak/honorer, gubernur, dan pengurus koperasi.

"ASN ada 27 orang, swasta 22 orang, kepala desa 17 orang, perangkat desa 13 orang, pegawai BUMD 7 orang, pegawai BUMN 6 orang, PPAT 3 orang, tenaga honorer 2 orang, gubernur 1 orang dan pengurus koperasi 1 orang," terang Hamka.

Ia mengatakan, aktor korupsi yang menyasar profesi ASN, swasta, dan kepala desa tak hanya tren pada 2021, melainkan pada tahun sebelumnya yakni tahun 2020 dan 2019, ketiga profesi tersebut sudah menjadi tren aktor korupsi di Sulsel.

"Tahun 2019 tercatat ASN terjerat korupsi 48 orang, swasta 34 orang dan kepala desa 16 orang. Demikian pada tahun 2020, ASN ada 38 orang, swasta 16 orang dan kepala desa 12 orang," tutur Hamka.

 

 

3 dari 3 halaman

Korupsi Dana Desa Tempati Posisi Teratas

Dari total 99 perkara korupsi yang masuk di Pengadilan Tipikor Makassar selama tahun 2021, tercatat perkara korupsi di sektor dana desa menempati posisi teratas yakni mencapai 31 perkara. Lalu disusul oleh korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa sebanyak 18 perkara, sektor pemberdayaan sebanyak 11 perkara, sektor pendidikan 8 perkara, BUMD 7 perkara, perbankan 5 perkara, kesehatan 4 perkara, penyuapan 4 perkara dan sektor korupsi pada BUMN ada 2 perkara.

"Perbandingannya pada tahun 2019, di mana korupsi sektor dana desa capai 27 perkara, pengadaan barang dan jasa 20 perkara dan infrastruktur 19 perkara. Lalu tahun 2020, korupsi infrastruktur 25 perkara, dana desa 19 perkara dan korupsi pendidikan 10 perkara," jelas Hamka.

Dari total 20 perkara korupsi sektor dana desa yang dilimpah ke Pengadilan Tipikor Makassar selama tahun 2021 dengan total kerugian negara mencapai Rp7,7 miliar, kata Hamka, terjadi di hampir semua kabupaten di Provinsi Sulsel.

"Tertinggi terjadi di Kepulauan Selayar yakni 4 perkara. Kemudian Bulukumba 2 perkara, Tana Toraja 2 perkara, Bone 2 perkara, Enrekang 2 perkara, Luwu Timur 2 perkara, Luwu Utara 1 perkara, Bantaeng 1 perkara, Maros 1 perkara, Takalar 1 perkara, Luwu 1 perkara dan Sinjai juga 1 perkara," tutur Hamka.

Adapun modus korupsi sektor anggaran dana desa ini, lanjut Hamka, diantaranya mark up atau membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar, ada kepentingan pribadi, tidak sesuai rencana anggaran belanja dan membuat laporan fiktif.

"Dari catatan kami, tren perkara korupsi keuangan desa tahun 2019- 2021, Kabupaten Selayar tak pernah absen dari ditemukannya perkara korupsi dana desa. Tahun 2019, Selayar ada 3 perkara dan Gowa 4 perkara. Kemudian tahun 2020, Selayar kembali ada 3 perkara dan Luwu Timur 2 perkara. Itu lalu berlanjut pada tahun 2021. Di mana di Selayar kembali tercatat ada perkara korupsi dana desa sebanyak 8 perkara dan Luwu Timur ada 5 perkara," Hamka menandaskan.