Sukses

Polda Jabar Enggan Beberkan Hoaks yang Jerat Bahar Smith

Kepolisian enggan membeberkan isi ceramah Bahar bin Smith yang menuai kontroversi hingga berbuntut ditetapkannya ia sebagai tersangka kasus penyebaran berita bohong alias hoaks dalam kegiatan ceramah di Bandung.

Liputan6.com, Bandung - Kepolisian enggan membeberkan isi ceramah Bahar bin Smith yang menuai kontroversi hingga berbuntut ditetapkannya pemilik Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin itu sebagai tersangka kasus penyebaran berita bohong alias hoaks dalam kegiatan ceramah di Bandung.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Jabar Kombes Ibrahim Tompo mengatakan, penyidik belum membeberkan isi materi kebohongan yang dilakukan Bahar bin Smith karena pertimbangan aspek Pro Justitia atau demi hukum. Menurutnya, saat ini bukti tersebut tidak dipublikasikan karena hanya bisa dipakai di proses pengadilan.

"Mengenai materi penyidikan ini jadi memang kami tidak publikasikan," kata Ibrahim di Mapolda Jabar, Selasa (4/1/2022).

Diketahui, ada dua barang bukti kuat yang diamankan polisi dalam mengusut kasus ini. Adapun penetapan tersangka Bahar Smith dilakukan setelah tim penyidik Polda Jabar melakukan pemeriksaan selama sembilan jam.

Kronologi hoaks itu, lanjut Ibrahim, dilakukan Bahar Smith dalam kegiatan ceramah di Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada 11 Desember 2021. Dalam ceramah itu, aksi ujaran hoaks Bahar kemudian diduga disebarluaskan di Youtube oleh pria berinisial TR yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.

"Dan ini dilihat oleh masyarakat dan dilaporkan oleh seseorang berinisial TNA ke Polda Metro Jaya pada 17 Desember 2021," ucapnya.

Ibrahim menjelaskan, pengusutan kasus ini kemudian dilakukan oleh Polda Jabar karena lokasi ceramah tersebut berada di wilayah Jabar. Guna kepentingan penyidikan, pihaknya masih melakukan penahanan terhadap Bahar bin Smith.

"Yang bersangkutan BS ditahan di rutan Mapolda, kemudian ini masih ada beberapa rangkaian kelengkapan keterangan-keterangan yang harus diselesaikan," ungkapnya.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Diperiksa 9 Jam

Adapun Bahar bin Smith diperiksa hampir sembilan jam, dimulai pukul 12.30 WIB dan selesai pukul 21.00 WIB. Penyidik memberikan 24 pertanyaan kepada Bahar selama proses pemeriksaan.

"Dari hasil pertanyaan dan pendalaman penyidikan itu diperoleh beberapa keterangan yang terkait dengan pasal-pasal yang dipersangkakan, kemudian tahapan berikutnya penyidik melaksanakan gelar perkara," kata Ibrahim

Setelah gelar perkara, tim penyidik memiliki dua alat bukti yang sah untuk diperoleh dalam menetapkan Bahar sebagai tersangka. "Akhirnya dilakukan penetapan tersangka kepada BS, dan kemudian dilakukan penahanan," cetus Ibrahim.

Dalam kasus ini, Bahar dijerat dengan Pasal 14 Ayat 1 dan 2 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana jo Pasal 55 KUHP, dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana jo Pasal 55 KUHP, dan atau Pasal 28 Ayat 2 jo Pasal 45a UU ITE jo Pasal 55 KUHP.

3 dari 3 halaman

Pengacara Minta Tidak Ditahan

Sementara itu, kuasa hukum Bahar bin Smith, Ichwan Tuankotta meminta polisi tak menahan kliennya atas kasus dugaan menyebarkan berita bohong atau hoaks yang ditangani Polda Jabar.

Ia menuturkan, kliennya Bahar bin Smith merupakan warga negara yang menghormati prosedur hukum, hal tersebut dibuktikan dengan sikap kooperatif HBS yang langsung memenuhi panggilan pertama pihak kepolisian sebagai saksi.

"Bahwa berdasarkan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan alasan penahanan didasarkan atas kekhawatiran melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi tindak pidana, bila dihubungkan dengan sikap kooperatif HBS maka alasan penahanan sama sekali tidak beralasan hukum," kata Ichwan melalui keterangan tertulis.

"Bahwa proses hukum super kilat yang hanya membutuhkan waktu 17 hari saja dari pelaporan hingga pemeriksaan yang berujung penahanan mengindikasikan matinya asas kesamaan di hadapan hukum (equality before the law), bila dibandingkan dengan proses penegakan hukum yang dilakukan terhadap penista agama yang berada dalam lingkaran kekuasaan yang hingga saat ini (setelah bertahun-tahun) belum tersentuh hukum," sambung pernyataan Ichwan.

Oleh karena itu, Ichwan memastikan pihaknya akan menempuh upaya hukum untuk memperjuangkan hak kliennya. "Bahwa terhadap proses hukum HBS, kami akan menempuh segala upaya hukum untuk memperjuangkan hak-hak klien kami," ucapnya.