Sukses

Ulah Nelayan-Nelayan Nakal Sulsel, Bantai Hingga Perjual Belikan Penyu Hijau untuk Dikonsumsi

Para nelayan itu bahkan menggunakan satu pulau kosong untuk dijadikan tempat membantai penyu tersebut.

Liputan6.com, Makassar - Lima nelayan dan seorang buruh harian ditangkap Direktorat Kriminal Khusus Polda Sulsel usai terlibat dalam tindak pidana perdagangan penyu. Sejumlah barang bukti, mulai dari penyu hidup hingga potongan-potongan tubuh satwa dilindungi itu juga turut diamankan oleh pihak kepolisian.

Lima nelayan tersebut adalah S (49), Z (18), B (54), R (71) dan RA (53), sementara seorang buruh harian yang turut ditangkap adalah K (34). Mereka ditangkap di dua lokasi berbeda yakni di Pulau Gondong Bali, Desa Mattiro Matae, Kecamatan Liukang Tuppabiring Kabupaten Pangkep dan di sebuah rumah makan yang berada di Jalan Tentara Pelajar, Kota Makassar.

"Jadi S, Z, B, dan R itu ditangkap di Pulau Gondong Bali sementara RA dan K itu ditangkap terpisah di Jalan Tentara Pelajar, Kota Makassar," kata Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Komang Suartana kepada wartawan, Selasa (11/1/2022).

Sementara itu pewakilan Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ilham menjelaskan bahwa Pulau Gondong Bali merupakan bagian dari Kawasan Konservasi Perairan Nasional Taman Wisata Perairan Kapoposang. Ulah para tersangka pun mulanya terungkap setelah Ilham dan pihaknya menerima informasi dari warga tentang aktivitas eksploitasi penyu para nelayan tersebut.

"Kami sudah mendengar terkait kasus tersebut dari warga bahwa adanya kegiatan eksploitasi berupa penangkapan penyu," kata Ilham kepada wartawan.

Sejak menerima informasi tersebut, Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kementerian pun mulau melakukan penyelidikan hingga dikemudian hari pihaknya menerima laporan bahwa para nelayan tersebut mulai menebar jaring untuk menangkap penyu. Saat digerebek, empat nelayan pun berhasil ditangkap.

"Selama 6 bulan terakhir kami berusaha mencari informasi dan hingga kami mendapat informasi dari masyarakat bahwa para pelaku ada di sekitar perairan Gondong Bali sedang menebar jaring. Ketika itu teman-teman dari pengelola kawasan konservasi melakukan pengecekan di lapangan hingga pagi hari kami menemukan sebuah kapal yangdigunakan oleh tersangka dan di dalamnya itu ada 5 ekor penyu hijau, empat dalam kondisi hidup dan satu dalam kondisi mati," jelasnya.

Dari temuan itu, pihak Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kementerian pun langsung berkoordinasi dengan Direktorat Kriminal Khusus Polda Sulsel untuk menindak lanjuti temuan tersebut. "Dari penangkapan tersebut kami berkoordinasi dengan Ditkrimsus untuk menindak lanjuti hal tersebut," imbuhnya.

2 dari 3 halaman

Polda Sulsel Turun Tangan

Subdit IV Direktorat Kriminal Khusus Polda Sulsel pun kemudian turun tangan untuk menyelidiki kasus eksploitasi dan perdagangan hewan dilindungi ini. Dari hasil pengembangan, aparat kepolisian kemudian berhasil menangkap dua orang lagi pelaku beserta 93 kilogram potongan tubuh penyu yang sudah dikeringkan.

"Dari hasil pengembangan kami berhasil menangkap dua lagi pelaku di Jalan Tentara Pelajar beserta kurang lebih 93 kilogram bagian-bagian tubuh penyu yang berada di dalam sebuah kendaraan roda empat," jelas Direktur Kriminal Khusus Polda Sulsel, Kombes Pol Widoni Fedri.

Dari hasil pengakuan kedua pelaku tersebut, lanjut Widoni, potongan tubuh penyu kering itu digunakan sebagai menu di salah satu rumah makan yang ada di Kota Makassar. Widoni juga memastikan bahwa perdaganan hewan dilindungi ini pun hanya berlangsung di Kota Makassar dan bukan untuk diekspor.

"Dari keterangan para tersangka ini mereka hanya jual di Makassar saja, tidak sampai ke luar negeri," ucapnya.

Widoni juga menyebutkan bahwa kedua tersangka RA dan K ini mengaku membeli potongan tubuh penyu kering ini dari tersangka R di Dermaga Takalar Lama. Mereka membeli potongan tubuh penyu kering tersebut dengan harga Rp150 ribu per kilogram.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka K mengaku bahwa bagian-bagian tubuh tersebut adalah daging penyu yangditerima dari tersangka R di Dermaga Takalar Lama, selanjutnya tersangka K berangkat membawa daging penyu tersebut untuk dijual kepada konsumen seharga Rp250 ribu per kilogram sehingga total penjualan sebesar Rp22.750.000," jelas Widoni.

Widoni pun memastikan saat ini pihaknya masih terus melakukan penyelidikan terkait perdagangan hewan yang dilindungi ini. Termasuk berupaya untuk menangkap konsumen yang membeli potongan-potongan tubuh penyu kering tersebut dari para tersangka.

"Masih kita kembangkan, kami memastikan akan mengusut tuntas termasuk menagkap para penadahnya," ucapnya.

3 dari 3 halaman

Jerat Hukum

Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Komang Suartana mengatakan seluruh tersangka kini telah dijebloskan ke balik jeruji besi. Dia juga menyebutkan bahwa keenam tersangka disangkakan Pasal 40 Ayat 2 Juncto Pasal 21 Ayat 2 huruf a Undang Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

"Adapun ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp100 juta," sebut Komang.

Komang menjelaskan adapun kerugian yang ditimbulkan akibat aktivitas yang dilakukan oleh para tersangka tersebut cukup besar. Dari segi ekonomi, berdasarkan data penelusuran Pusat Penelusuran dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Negara Indonesia mengalami kerugian akibat perdagangan TSL dan mencapai Rp13 triliun setiap tahunnya.

Dari segi kelestarian, lanjut Komang, Penyu Hijau masuk dalam daftar terancam punah. aktivitas perdagangan TSL menimbulkan grafik semakin langka satwa maka makin mahal harganya dan hal ini menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa.

"Dari segi ekologi, penyu khususnya berperan sebagai spesies kunci dalam menjaga kesehatan laut antara lain merumput (lamun), mengontrol distribusi spons, memangsa ubur-ubur, mendistribusikan nutrisi, dan mendukung kehidupan makhluk air yang lain," Komang memungkasi.

 

Simak juga video pilihan berikut: