Liputan6.com, Samarinda - Rancangan Undang-Undang (RUU) Ibu Kota Negara (IKN) kini telah sah menjadi UU, seusai disepakati pada Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa (17/1/2021) lalu. Meski telah disepakati, ternyata masih terdapat berbagai kalangan yang melakukan penolakan terhadap hal tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Barisan Muda Daerah (DPP Barmuda) Anderiy Syachrum menilai penolakan terhadap pengesahan untuk perpindahan IKN merupakan hal yang keliru.
Menurutnya, dalam pembuatan setiap kebijakan sejatinya berlandaskan aturan. Begitupula ketika menganggap terdapat hal-hal yang tidak tepat atau bermasalah dalam proses maupun isi dari UU IKN, seluruh warga negara berhak untuk melakukan uji materiel dengan langkah Judicial Review (JR) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Advertisement
Baca Juga
"Karena pro kontra dalam menyikapi kebijakan adalah hal yang biasa dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Andre, sapaannya, Jumat (21/1/2021).
Andre menegaskan ketika masyarakat Indonesia khususnya asal Kaltim menolak kebijakan perpindahan IKN, itu juga bukanlah hal yang tepat.
Dia menambahkan, terdapat kekhawatiran dari beberapa kalangan yang menganggap perpindahan IKN nanti akan merusak wilayah masyarakat adat, pun dianggapnya sebuah kekeliruan yang berlebihan, dan menunjukkan sikap pesimisme. Karena lanjut dia, berbagai hal yang dikhawatirkan merupakan masih berdasarkan kemungkinan-kemungkinan.
"Tentunya tugas kita untuk memastikan agar kemungkinan-kemungiinan yang dikhawatirkan tersebut tidak terjadi, bukannya menunjukkan sikap kontra produktif dengan menggunakan dalih kemungkinan atau suatu hal yang belum pasti," tutur dia.
Simak juga video pilihan berikut
Kekhawatiran Berlebihan
Di sisi lain, lanjut Andre, Pemprov Kaltim juga telah menegaskan bahwa pembangunan IKN secara menyeluruh menggunakan lahan negara. Hal ini secara otomatis menepis kekhawatiran yang dilayangkan kelompok kontra perpindahan IKN.
Selanjutnya, menyangkut tudingan bahwa perpindahan IKN untuk mengakomodir kepentingan oligarki, menurut dia, sejatinya perlu melihat sejarah. Sebab, wacana perpindahan IKN bukanlah hal baru.
Sebab sejak era kepemimpinan Presiden Soekarno, Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hal tersebut telah di wacanakan. Namun baru terealisasi di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
“Ketika dipahami dan dicermati dengan baik, perpindahan IKN justru memberikan manfaat secara nasional terkhusus terhadap Kaltim sebagai Provinsi yang wilayahnya akan dibangun IKN,” katanya.
Karena secara nasional, sambungnya, ini diharapkan menjadi pemicu untuk pemerataan pembangunan yang selama ini di anggap Jawa sentris. Juga dapat menarik investor agar mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Yang harus dipahami sekarang oleh seluruh elemen masyarakat Kaltim bahwa dengan telah disahkannya UU IKN, artinya Perpindahan IKN sudah di depan mata," terang dia.
Karena itu, kini telah menjadi tugas bersama antara Pemprov Kaltim beserta masyarakatnya untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mampu berdaya saing dalam mengisi pembangunan yang nantinya sangat kompetitif.
"Karena masyarakat Kaltim harus mengambil peran, jangan justru hanya sebagai penonton," pungkasnya.
Advertisement
Bantah Ada Penolakan
Gubernur Kaltim Isran Noor ikut menegaskan, tidak ada penolakan yang dilakukan masyarakat terkait penetapan Benua Etam sebagai ibu kota negara (IKN). Begitu juga setelah pengesahan UU IKN oleh DPR RI.
"Bahkan sejak diumumkan oleh Presiden Joko Widodo 26 Agustus 2019 lalu, masyarakat Kaltim sudah mendukung penuh. Tidak masalah, tidak ada klaim-klaim, apalagi penolakan," kata Isran Noor dalam sebuah talkshow televisi, Kamis (20/1/2022).
Soal masyarakat Kaltim akan terpinggirkan dengan keberadaan pendatang yang mencapai jutaan orang di ibu kota negara baru sehingga berpotensi memunculkan penolakan masyarakat, Gubernur Isran Noor menepis kekhawatiran itu. Menurutnya, masyarakat Kaltim tidak memiliki jejak yang buruk dalam urusan toleransi, keberagaman, termasuk keterbukaan menerima pendatang.
"Penduduk asli Kaltim itu sedikit. Yang banyak itu dari Jawa 35 persen. Baru Sulawesi 20 persen. Sisanya campur dengan suku lain, termasuk suku asli Dayak, Kutai. Campur sama Banjar dan lainnya. Mereka hidup berdampingan tidak ada masalah," tegas Gubernur.
Sementara soal klaim sekelompok masyarakat minta untuk dilibatkan, menurut Gubernur itu suatu hal yang biasa dan patut dipenuhi.
"Yang penting sesuai dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing. Tapi yang jelas, IKN ini bukan hanya untuk Kaltim, tapi pemerataan pembangunan untuk seluruh wilayah Indonesia. Bukan Jawa sentris, apalagi hanya Jakarta," tandasnya lagi.
Isran menguraikan, penduduk Kaltim adalah warga yang taat terhadap perintah dan aturan negara. Sebab sejak Indonesia merdeka hingga saat ini pun Kaltim menjadi penghasil minyak terbesar bagi republik ini dan menjadi sumber pembiayaan negara.
Demikian juga di era 70an, Kaltim kembali menjadi penyumbang devisa terbesar dari kayu terbesar dan termewah bagi negara.
Selanjutnya dari era 80an hingga saat ini Kaltim menjadi penyumbang produksi batu bara terbesar di Indonesia mencapai 60 persen. Dan sepanjang itu pula, rakyat Kaltim tidak pernah memberontak kepada negara.
"Apalagi saat Kaltim ditetapkan menjadi ibu kota negara. Rakyat Kaltim sangat mendukung penuh karena kami sangat taat. IKN ini menjadi tantangan, sekaligus peluang besar bagi rakyat Kaltim sendiri," kata Isran.