Sukses

Gunung Anak Krakatau Berhenti Erupsi, Kapal di Selat Sunda Tetap Harus Waspada

Erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK) terakhir kali terjadi pada Minggu, 6 Februari 2022, pukul 10.05 WIB, dengan ketinggian kolom abu mencapai 1.500 Mdpl. Sejak Senin hingga Selasa, 7-8 Februari 2022, pukul 16.30 WIB, tidak lagi ada laporan erupsi.

Liputan6.com, Cilegon - Erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK) terakhir kali terjadi pada Minggu, 06 Februari 2022, pukul 10.05 WIB, dengan ketinggian kolom abu mencapai 1.500 Mdpl. Sejak Senin hingga Selasa, 7-8 Februari 2022, pukul 16.30 WIB, tidak lagi ada laporan erupsi yang diunggah di Magma Indonesia, aplikasi resmi milik PVMBG. Meski begitu, statusnya masih tetap di Level 2 atau Waspada.

Meski letusan tidak lagi terjadi, BPTD Wilayah VIII Banten telah berkoordinasi dengan Basarnas, BPBD, Polri, TNI hingga KSOP untuk keselamatan kapal yang berlayar di perairan Selat Sunda.

"Kami juga berkoordinasi dengan Basarnas, BMKG, BPBD, Dishub, KSOP, kepolisian, pelabuhan maupun operator kapal, ini mengenai potensi erupsi Gunung Anak Krakatau," kata Kepala BPTD Wilayah VIII Banten, Handjar Dwi Antoro, di kantornya, Selasa (8/2/2022).

Kemudian, mengenai cuaca ekstrem dan gelombang tinggi antara 1,5 meter hingga 2,5 meter dalam beberapa hari terakhir, Handjar mengatakan hal itu berdampak terhadap jumlah kapal yang beroperasi, dari sebelumnya 31 kapal, menjadi 25 unit. Itupun hanya kapal yang dianggap mampu menahan terjangan gelombang tinggi di tengah laut.

Perjalanan dan waktu keberangkatan kapal dari Pelabuhan Merak menuju Bakauheni dan sebaliknya juga kerap terjadi keterlambatan, jika terjadi cuaca buruk di lautan.

"Kami juga mengambil sikap, saat ini kapal yang beroperasi untuk sementara dikurangi, melihat kemampuan kapal, kapal yang tidak mampu menahan gelombang sementara tidak kami fungsikan lagi. Biasanya 30 sampai 31, saat ini hanya 25 kapal," terangnya.

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Kapal Harus Perhatikan Keselamatan

Operator dan nakhoda kapal harus memastikan peralatan keselamatan penumpang maupun awak kapal berfungsi dan tersedia dengan baik. Sebelum berlayar, nakhoda wajib mengeluarkan surat kesanggupan berlayar, sebagai bentuk pertanggungjawabannya menjaga keamanan dan keselamatan penumpang. Para nakhoda wajib memantau perkembangan cuaca melalui situs resmi BMKG.

Mobil, truk, maupun bus yang ada di dalam kapal, wajib diikat untuk menjaga keseimbangan kapal dan menghindari tubrukan ataupun rubuh dan menimpa kendaraan lainnya.

"Kepada pengguna jasa, diimbau untuk saat ini menunda perjalan kalau tidak terlalu penting dan selalu meng-update kondisi cuaca. Sebelum kapal berlayar, kami meminta surat kesanggupan berlayar dan nakhoda bertanggung jawab pada kapal yang dibawanya," jelasnya.