Liputan6.com, Dumai - Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) menangkap kapal KNB-6. Kapal itu rencananya mengangkut hasil pengerukan pasir laut PT LMU dari Pulau Rupat.
Direktur PSDKP Laksamana Muda Adin Nurawaluddin menyatakan perusahaan itu tidak punya izin penambangan pasir laut di Pulau Rupat. Ini berkaitan dengan posisi pulau terluar di Indonesia itu sebagai wilayah keamanan perbatasan.
Advertisement
Baca Juga
"Pulau Rupat juga merupakan kawasan konservasi dan objek strategis wisata nasional," kata Adin di perairan Kota Dumai, Senin siang, 14 Februari 2022.
Penambangan pasir laut di Pulau Rupat sudah lama menjadi keluhan masyarakat sekitar, khususnya nelayan. Ini juga menjadi perhatian aktivis lingkungan hidup.
Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Rupat, Said Amir menjelaskan, pengerukan pasir laut oleh PT LMU sudah terjadi sejak Oktober 2022. Sudah ada beberapa kapal yang mengangkut pasir dari destinasi andalan wisata di Riau itu.
"Tapi belum kapal yang ditangkap ini, sebelumnya pakai ponton dan tagboat menarik kapal pengangkut pasir," jelas Amir.
Amir mengatakan, aktivitas perusahaan sering mendapat perlawanan dari masyarakat. Sudah beberapa kali masyarakat melakukan demonstrasi hingga membuat pengaduan ke Polda Riau.
Perlawanan ini tak membuat aktivitas pengerukan pasir berhenti hingga akhirnya dilaporkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selain Dirjen PSDKP dan Dirien Pengelolaan Ruang Laut KKP, instansi penegak hukum lainnya juga turun.
Â
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak video pilihan berikut ini:
Rusak Pantai
Amir menyatakan, pengerukan pasir laut di Pulau Rupat membuat sebuah beting hilang. Sementara Beting Pantai Aceh di Pulau Rupat juga mulai rusak karena abrasi.
"Ikan sudah berkurang, kepiting, udang, lokan sulit ditemui sehingga nelayan turun drastis tangkapannya," jelas Amir.
Amir menerangkan, Pulau Rupat menjadi habitat penyu, dugong dan lumba-lumba. Sejak adanya pengerukan pasir, satwa laut dilindungi negara itu sudah jarang terlihat oleh nelayan.
"Semuanya hilang sejak ada penambangan, terumbu karang dan hewan di dalamnya hilang," tegas Amir.
Informasi dirangkum, PT LMU pada tahun 1999 punya izin pertambangan. Kemudian ada izin lagi oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Hanya saja, ada sejumlah izin yang harus dipenuhi, khususnya di Pulau Rupat karena masuk wilayah perbatasan di pulau kecil terluar. Posisinya sudah dinyatakan Pemerintah Indonesia sebagai keamanan dan bukan untuk ekonomi, kecuali pemberdayaan ekonomi nelayan.
Hal ini juga dinyatakan oleh Adin karena bertentangan dengan sejumlah aturan.
Terkait ini, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Pemerintah Provinsi Riau Herman Mahmud menyebut pihaknya sudah bersurat ke Kementerian ESDM.
"Menyurati untuk mencabut dan merelokasi izin PT LMU," jelas Herman.
Advertisement