Sukses

Peserta Gagal Tuntut Pembatalan Hasil Tes Perades Blora, Disebut Penuh Kejanggalan

Para peserta tes perades Blora yang gagal menggelar aksi unjuk rasa, menuntut pembatalan hasil tes perades yang dianggap penuh kejanggalan.

Liputan6.com, Blora - Demokrasi sudah mati 

Inilah tanda demokrasi menemui ajal 

Demokrasi kehilangan ruhnya 

Hai para pemimpin, dengar dan camkan 

Ini adalah jeritan rakyatmu 

Yang kau perlakukan sewenang-wenang 

Jika matamu buta telingamu bisa mendengar 

Jika kupingmu tuli, matamu bisa melihat 

Jika mata dan telingamu, buta dan tuli 

Kamu masih punya hati nurani 

Jangan kau bunuh demokrasi 

Kau memang seorang pedofil atau pesikopat demokrasi

Kau perkosa hak asasi rakyatmu sendiri 

Tunjukkan padaku sebuah buktinya, dimana tuhan memberimu kuasa

Tanah, air segala isinya adalah milik kita yang bernyawa 

Berdaulat dan merdeka atas dirinya 

Bukan milikmu, partaimu, kaummu, kelompokmu, apalagi kerabatmu 

Berkacalah 

Malu dan berkacalah kalau memang masih bisa.

 

Syair puisi itu nyaring terdengar di Alun-Alun Kota Blora, Kamis (17/2/2022). Seorang perempuan bernama Dyan Puspita Sari merapalnya, saat dia dan beberapa orang menggelar aksi unjuk rasa menolak hasil tes perades Blora karena dianggap penuh kejanggalan. 

Dyan, yang merupakan salah satu peserta tes perades Blora sengaja membacakan puisi itu keras-keras. Perempuan asal Kecamatan Japah itu ingin mengetuk hati para pemimpin, terutama Bupati Blora, agar mau menemui mereka.

"Supaya bisa keluar menemui kita, bisa menandatangani audit forensik BSSN (Badan Siber Sandi Negara), sehingga bisa terbuka semua. Agar hasil CAT komputer bisa dilihat BSSN, Supaya semuanya jelas, ada kecurangan atau tidaknya di CAT kemarin," ungkap Dyan Puspita Sari kepada Liputan6.com.

Para peserta perades Blora yang gagal sudah berulang kali menggelar aksi unjuk rasa, mereka hanya ingin menuntut keadilan atas tes perades di Blora yang dianggapnya penuh kejanggalan.

Menurutnya, kecurangan seperti halnya rekaman yang terdengar dengan jelas pada saat digelarnya unjuk rasa, sengaja diputar menggunakan pengeras suara oleh para pengunjuk rasa adalah salah satu contoh yang terjadi di Kecamatan Japah.

"Tadi rekaman yang disetel itu dari rekaman di sebelah desa saya," terang Dyan, yang mengaku sebagai warga Blora sangat mengharapkan bisa bertatap muka langsung dengan Bupati Blora, Arief Rohman.

"Sangat, sangat, sangat (berharap bertemu)," ucapnya berulang-ulang.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Curhat ke Ganjar Pranowo

Dyan membeberkan bahwa dirinya sempat curhat langsung ke Gubernur jateng Ganjar Pranowo. Namun dirinya hanya diarahkan untuk langsung bertemu dengan kepala daerah setempat.

Tak hanya itu, bentuk kecurangan lain yang terjadi di desanya juga dibeberkan yaitu terkait nepotisme yang dilakukan panitia maupun Kepala desanya dengan menjadikan keluarganya sendiri mendapatkan formasi perades.

"Saya (gagal) dari formasi Kadus Banyuurip, Desa Japah," beber Dyan, yang mengaku totalnya di desanya tersebut terdapat 6 formasi perades.

Ungkapan senada disampaikan Ami'ul Khasanah, warga Desa Talokwohmojo, Kecamatan Ngawen, diwawancarai banyak awak media saat unjuk rasa berlangsung. Dirinya selaku salah satu perempuan yang terzalimi adanya seleksi perades, juga mengharapkan agar Bupati Blora bisa menemuinya.

"Berharap pak (bertemu Bupati, red). Saya mengharapkan itu kenapa kok bisa naik SK nya disetujui, tanpa adanya pemberitahuan ke saya terlebih dahulu," ungkapnya.

Seperti diketahui, Amiul Khasanah bernasib serupa dengan santrinya almarhum KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen bernama Akhmad Agus Imam Sobirin yang sempat menjadi perhatian publik di tahun 2021. Karena juga terjegal jadi perades pada detik-detik jelang pelantikan.

Padahal seluruh tahapan semuanya telah sukses dilalui hingga mendapat nilai paling unggul dibanding peserta yang lain. Karena ada yang protes, kemudian keduanya sebelum dilantik digagalkan hingga akhirnya mereka jadi korban adanya penyelenggaraan seleksi perades.

Baik Ami'ul Khasanah maupun Akhmad Agus Imam Sobirin hingga saat ini masih berjuang lewat jalur hukum. Semata-mata demi mencari keadilan terkait nasib yang mereka alami.

 

3 dari 3 halaman

Tanggapan Bupati Blora

Sementara itu, Bupati Blora Arief Rohman saat dihubungi Liputan6.com terkait kabar tersebut mengaku, dirinya siap bertemu dan menjadwalkan waktunya secara khusus demi mendengarkan curhatan mereka.

Hanya saja, bupati yang akrab disapa Gus Arief ini, tidak menginginkan adanya pihak lain kecuali peserta perangkat desa gagal yang ikut dalam pertemuan.

"Ya nanti kita jadwalkan waktunya. Mereka kasih kontak saya biar komunikasi juga, tapi jangan ada pihak lain yang ikut," pungkas salah satu santri jebolan Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora ini.

Untuk diketahui, dalam aksi unjuk rasa yang digelar berkali-kali oleh para peserta perades gagal ini belum pernah ditemui Bupati Blora. Tampak aksi unjuk rasa kerap dikawal dan dijembatani oleh LSM Pemantau Keuangan Negara, praktisi hukum, dan lain sebagainya yang turut peduli membantu memperjuangkan nasib mereka.Â