Liputan6.com, Pekanbaru - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami aliran uang dari PT Adimulia Agrolestari ke sejumlah pihak terkait perpanjang hal guna usaha (HGU) di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing). Termasuk Kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau Syahrir.
Sebelumnya, General Manager PT Adimulia Lestari, Sudarso yang menjadi terdakwa dalam kasus suap izin lahan ini menyatakan memberikan Rp1,2 miliar kepada Kepala BPN Riau. Pemberian karena BPN merupakan salah satu pihak pihak yang memberikan rekomendasi perpanjangan HGU.
Jaksa KPK Meyer Volmar Simanjuntak usai persidangan pada Kamis, 17 Februari 2022, menyebut pasti berkoordinasi dengan penyidik terkait pengakuan Sudarso itu. Khususnya yang dinilai jaksa sebagai fakta persidangan.
Advertisement
"Itu pasti, artinya semua fakta yang terungkap di sini, kalau memang alat bukti cukup pasti diminta pertanggungjawaban," kata Meyer.
Meyer menjelaskan, setiap saksi yang hadir pasti ditanyakan. Mulai dari Rp500 juta untuk Bupati Kuansing Andi Putra (non aktif) dan uang Rp250 juta sebagai tambahan.
Meyer menyebut uang Rp250 juta itu dalam bentuk rupiah. Namun ada juga suap atau penyerahan uang Dollar Singapura dalam kasus ini.
"Kalau 250 juta, itu rupiah (ke Andi Putra), yang 150 ribu Dollar Singapur ke Kanwil BPN," kata Meyer.
Â
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak juga video pilihan berikut:
Dolar Singapur ke BPN
Meyer menerangkan, Andi Putra kepada PT Adimulia Agrolestari meminta uang Rp1,5 miliar. Uang itu diminta Andi setelah datang ke rumah Sudarso di Pekanbaru dan menyatakan sedang butuh uang.
Atas permintaan pada Agustus 2021 itu, Sudarso menyebut akan menyampaikan ke pimpinannya. Tak lama setelah itu, ada pembahasan perpanjangan HGU dengan Pemerintah Kabupaten Kuansing.
"Dalam rapat itu disebut butuh rekomendasi dari Bupati sehingga kuatlah permintaan hingga akhirnya dikasih Rp500 juta sebagai awal," kata Meyer.
Meski Andi Putra sudah menerima Rp500 juta, surat rekomendasi belum juga turun. Akhirnya PT Adimulia bersurat ke Andi Putra menagih rekomendasi yang berlarut.
"Berlarut karena permintaan belum dipenuhi," jelas Meyer.
Sudarso kemudian menemui atasannya dan mengusulkan agar permintaan Andi Putra dipenuhi. Atasannya menjawab uang segitu kalau diambil dari pengeluaran perusahaan maka pajaknya besar.
Akhirnya diangsur dulu Rp250 juta. Uang dijemput oleh sopir Andi Putra ke rumah Sudarso di Pekanbaru hingga akhirnya penyidik KPK melakukan tangkap tangan.
"Rp500 juta dan Rp250 juta bagian dari permintaan Rp1,5 miliar, itu sudah menerima dan sudah menerima janji," kata Meyer.
Advertisement
Perbaikan Kantor BPN
Di sisi lain, terkait pengakuan Sudarso memberikan uang Rp1,2 miliar kepada Syahrir sudah berulang kali dibantah kepala BPN Riau itu. Pertama kali saat dihadirkan sebagai saksi dan menyatakan pengakuan Sudarso sebagai fitnah.
Bantahan berikutnya disampaikan Syahrir melalui kuasa hukumnya, Yopi Pebri pada 11 Februari 2022. Saat itu Yopi menyatakan kliennya tidak mengenal Sudarso.
Yopi juga menyatakan pengakuan Sudarso sebagai fitnah. Hanya saja tidak menempuh jalur hukum karena Syahrir sudah menerima dan memilih bekerja di BPN sebagaimana biasanya.
Sebelum menyeret nama Syahrir, Sudarso juga pernah menyatakan mantan Kepala BPN Kampar Sutrilwan menerima aliran dana terkait perpanjangan HGU. Beda dengan Syahrir, Sutrilwan mengaku menerima uang dari Sudarso sebesar Rp75 juta.
Menurutnya, uang itu untuk perbaikan atap Kantor BPN Kampar yang rusak. Tidak hanya sekali, pria yang kini menjabat sebagai Kepala Tata Usaha Kanwil ATR/BPN Riau mengakui kalau Sudarso menyerahkan uang dengan nilai serupa kepada dirinya di kesempatan berbeda.