Sukses

Cerita Siska Nirmala, Berpetualang Sejak 2012 dengan Kampanye Zero Waste

Seorang Zero Waste Adventurer, Siska Nirmala sejak 2012 mulai membiasakan mengelola sampah. Sejak tahun 2012 juga ia mulai mengampanyekan zero waste yang berawal dari kegelisahannya terhadap masalah sampah yang tak kunjung selesai.

Liputan6.com, Denpasar - Sampah hingga kini memang masih menjadi masalah yang belum terpecahkan. Setiap hari sampah semakin menumpuk akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Tumpukan sampah bisa mengakibatkan bencana hingga penyakit.

Seorang Zero Waste Adventurer, Siska Nirmala sejak 2012 mulai membiasakan mengelola sampah. Sejak tahun 2012 juga ia mulai mengampanyekan zero waste yang berawal dari kegelisahannya terhadap masalah sampah yang tak kunjung selesai.

“Dulu gelisahnya ketika saya naik Gunung Rinjani tahun 2010, sampahnya luar biasa. Jadi waktu naik ke sana (gunung) saya gelisah. Dari kegelisahan itu kepikiran kenapa naik gunungnya dari awal gak bawa potensi sampah,” kata Siska bercerita di BW in Training bertajuk Let’s Travel And Be A Zero Waste Traveler, Jumat (25/2/2022).

Di tahun yang sama, Siska juga mulai inisiatif melakukan pendakian tanpa menghasilkan sampah. Ia membawa isu zero waste adventure karena ada paradigma yang ingin dirubah dalam menyikapi masalah sampah.

Siska Nirmala mengakui banyak kampanye tentang sampah seperti ‘turunkan sampahmu, gunung bukan tempat sampah’. Ia mengapresiasi  kampanye tersebut, namun Siska menyayangkan karena masalah sampah tidak selesai.

“Setelah aksi bersih, rata-rata sampahnya itu hanya dikumpulkan di tempat sampah sementara (TPS) di kaki gunung. Kemudian berakhir jadi sampah aja gitu, dibakar atau dikubur oleh penduduk setempat,” ungkapnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 5 halaman

Kondisi Sampah Mengkhawatirkan

Berdasarkan data dari Walhi Jawa Barat, sebanyak 81,16 persen sampah tidak dipilah. Siska menyebut masalah sampah seperti ini sering ditemui di tempat berpetualang seperti gunung.

Beberapa jenis potensi sampah yang paling dominan ditemukan di kegiatan berpetualang antara lain botol air mineral sekali pakai, makanan berkemasan, kantong plastik, tisu basah dan kering, tali rafia, baterai, hingga alat P3K.

“Sampahnya gak dipiliah. Mayoritas sampah adalah residu atau tidak bisa didaur ulang. Kondisi sampahnya semakin mengkhawatirkan,” ujar Siska.

Menurutnya, mengatasi permasalahan sampah di tempat-tempat berpetualang bisa dilakukan dengan menerapkan zero waste adventure. Hal tersebut telah ia buktikan lewat pendakian ke lima gunung di Indonesia yang ia abadikan dalam buku Zero Waste Adventure.

3 dari 5 halaman

Banyak Pintu Masuk Sampah

 “Apa yang kita lakukan di darat atau di gunung sekali pun sebetulnya punya dampak luar biasa bagi kelestarian laut. Apalagi ketika naik gunung, ada korelasi sangat dalam dengan masalah kelesatrian laut,” beber Siska.

Kata dia, gunung adalah sumber mata air terutama untuk desa di sekitarnya. Dari mata air menyambung ke sungai lalu ke laut. Apa yang dilakukan di hulu akan berdampak pada kelestarian di hilir.

World Bank tahun 2016 melaporkan ada 400 ton sampah plastik masuk perairan Indonesia setiap tahunnya. Pintu masuknya pun banget. Ada yang dari sungai, ke laut langsung,” paparnya.

4 dari 5 halaman

Petualangan Dimulai dari Rumah

Melakukan hal-hal yang berdampak besar memang membutuhkan proses yang tidak instan. Untuk mengawali menerapkan zero waste adventure, bisa memulai dari rumah.

 “Saat ekspedisi nol sampah saya gak tiba-tiba langsung, tapi coba dulu di rumah misalnya tanpa air mineral sekali pakai. Prosesnya satu tahun agar tidak membeli air mineral sekali pakai,” katanya.

Hal pertama yang bisa dilakukan di rumah adalah memilah sampah. Paling sederhana memilah sampah organik dan anorganik.

“Lebih dari 50 persen sampah adalah organik. Sebanyak 1,3 miliar ton makanan terbuang tiap tahun,” sebutnya.

Sampah organik yang telah dipilah lalu dibuat kompos. Dengan melakukan ini artinya sudah bisa menyelesaikan 50 persen masalah sampah.

“Setiap hari saya mengompos sampah organik di rumah. Selama satu bulan berat sisa organiknya saya timbang rata-rata dua hari sekali 0,5 kg. Dalam satu bulan ada 15 kg sampah yang saya selamatkan tidak berakhir di TPA,” ujarnya.

5 dari 5 halaman

Zero Waste Bukan Tren

Siska Nirmala menyebut selama dua tahun terakhir ini zero waste banyak diperbincangkan di media sosial. Kendati demikian, ia menegaskan bahwa zero waste bukan sebuah tren.

“Saya percaya justru zero waste itu membawa kita kembali ke budaya lama. Ke budaya yang sudah diterapkan oleh orang tua kita zaman dulu. Bawa bekel sendiri, pakai sapu tangan, dan lain sebagainya,” tandas Siska.

Untuk diketahui, cerita Siska Nirmala di BW in Training dimoderatori oleh Public Relations and Education Outreach Manager Yayasan Kehati Muhammad Syarifullah. Kegiatan tersebut juga diikuti oleh pelajar dari berbagai daerah di Indonesia.