Liputan6.com, Jakarta - Pengaturan penggunaan pengeras suara dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 menuai pro dan kontra. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kembali menjadi sorotan publik dan diprotes oleh sebagian kelompok masyarakat.
Terlepas dari itu, sebenarnya perbedaan dikeraskan atau tidak dalam permasalahan ibadah sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Hal tersebut dikisahkan oleh KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha.
Ulama ini bercerita soal beda cara ibadah dua sahabat utama Rasulullah, yakni Abu Bakar Assyidiq dan Umar bin Khattab. Kedua sahabat ini di kemudian hari menjadi Amirul Mukminin, pada masa setelah Nabi Muhammad SAW wafat.
Advertisement
"Abu Bakar kalau berdzikir di masjid itu lirih sekali, selirih-lirihnya," kata Gus Baha dikutip dari akun YouTube Sekolah Akhirat, Minggu (27/2/2022).
Baca Juga
"Umar kalau berdzikir sangat keras, tapi tidak menggunakan sound system," sambungnya.
Kemudian Abu Bakar ditanya Rasulullah SAW.
"Ya Abu Bakrin, kenapa kamu melirihkan suara?" tanya Rasulullah.
"Saya itu malu sama Allah, Dia itu Dzat Maha Mendengar. Jadi, saya mengeraskan suara itu malu, seperti Tuhan butuh suara keras saja," jawab Abu Bakar.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Alasan Dzkir Keras
Rasulullah SAW kemudian bertanya kepada Umar.
"Kenapa kamu terlalu keras?" tanya Rasulullah.
"Supaya tidak mengantuk," jawab Umar sederhana.
Gus Baha menyimpulkan, tidak ada satupun ulama yang mengatakan Umar itu afdholu min Abi Bakrin karena jawabannya sederhana sekali.
"Malahan ijma'nya Ahlu Sunnah itu Abu Bakar afdholu min Umar karena kalau lihat jawabannya supaya tidak mengantuk," tutur Gus Baha.
Lebih lanjut, Gus Baha mengutip salah satu sabda Nabi Muhammad SAW.
"Kamu tidak berdoa dengan dzat yang tuli, maka kamu tidak usah keras-keras," demikian arti dari sabda tersebut.
"Jadi, andaikan istighosah pakai sound system keras-keras, itu perlu dipertanyakan. Tuhan sudah dengar kok," ujar Gus Baha.
"Tapi misalnya madzhab itu kamu pakai, lalu ada pertanyaan, dangdut saja keras kenapa kalimat Toyyibah tidak boleh keras? Masalah lagi," tambah Gus Baha menyinggung kasus lain.
Advertisement
Beda Pendapat Sudah Fitrah
Menurut Gus Baha, soal beda pendapat dikeraskan atau tidak dalam ibadah termasuk kumandang azan itu adalah hal lumrah. Sebab, semua manusia itu wahum yakhissimun.
"Makanya, sampean kalau beda pendapat biasa saja. Jangan seperti orang sekarang kalau beda pendapat ribut. Beda pendapat sudah fitrah. Tidak mungkinlah kita tidak beda pendapat," jelas Gus Baha.
Gus Baha juga mengaku sering banyak pertanyaan soal keras atau tidaknya suara azan.
"Di kampung-kampung kalau ada masjid speaker di mana mana saya seiring ditanya," kata Gus Baha.
"Gus bilangin kalau azan jangan keras-keras, membuat berisik tetangga. Kalau niat sholat tidak usah azan sudah datang," lanjutnya.
Di sisi lain, Gus Baha juga mendapat persoalan dari kelompok yang menyebut azan harus keras supaya syiar.