Sukses

Pengamat: Penundaan Pemilu Picu Krisis Legitimasi Politik

Pengamat Politik Citra Institute Yusa’ Farchan menilai, usulan agar pemilu 2024 ditunda tidak memiliki basis argumentasi yang kuat.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Politik Citra Institute Yusa’ Farchan menilai, usulan agar pemilu 2024 ditunda tidak memiliki basis argumentasi yang kuat. Bahkan hal itu jika benar terjadi harus dibayar mahal dengan hilangnya legitimasi politik pemegang kekuasaan. Mengingat rakyat memberikan mandat kepada Presiden, termasuk DPR, DPD dan, DPRD untuk menjabat selama lima tahun. 

"Kalau diperpanjang, basis legitimasi politik mereka akan hilang. Dalam kondisi krisis legitimasi dan kepercayaan tersebut, potensi terjadinya pembangkangan rakyat terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah akan sangat tinggi. Dalam skala yang lebih luas, potensi terjadinya instabilitas politik ke depan juga sangat tinggi”, ujar Yusa’, Selasa (1/3/2022).

Dirinya juga mengatakan, konstruksi Undang-Undang Dasar tidak memungkinkan adanya penundaan pemilu. Pasal 7 UUD 1945 menyatakan Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Sementara itu, Pasal 22E juga mengatur secara tegas periode pemilu setiap lima tahun sekali.

"Usulan partai-partai politik untuk menunda pemilu justru menambah kuat spekulasi publik tentang adanya kelompok kepentingan tertentu yang tidak menginginkan terjadinya perubahan-perubahan mengejutkan dalam pemilu 2024," ujar Yusa’.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 5 halaman

Menimbang Untung Rugi

Terkait dengan keuntungan dan kerugian jika pemilu ditunda, Yusa’ menilai lebih banyak mudharatnya. Dirinya menilai, tidak ada keuntungan apapun jika pemilu ditunda, selain terakomodasinya kepentingan status quo. Sejarah akan mencatat terjadinya pengkhiatan reformasi karena salah satu agenda pokok reformasi adalah bagaimana membatasi kekuasaan Presiden.

"Perpanjangan masa jabatan Presiden berpotensi melahirkan penyimpangan-penyimpangan kekuasaan dan akan berdampak buruk terhadap tata kelola pemerintahan yang demokratis," ujarnya.

Kandidat Doktor Ilmu Politik Universitas Nasional ini juga mengatakan, jika alasan penundaan karena bangsa Indonesia sedang melakukan recovery ekonomi, justru agenda pemulihan ekonomi membutuhkan dukungan regulasi politik yang kuat, salah satunya dengan memastikan berlangsungnya pemilu secara periodik sesuai konstitusi.

"Toh Pilkada serentak 2020 lalu juga dilaksanakan di tengah pandemi," ujarnya.

Oleh karena itu, ia mengusulkan agar Presiden Jokowi perlu mempertegas kembali komitmennya terhadap wacana penundaan pemilu. "Saya berharap ada komitmen yang tegas dari Presiden untuk mengakhiri wacana penundaan pemilu agar tidak menimbulkan gejolak dan ketidakpastian regulasi politik yang berpotensi menggangu dunia usaha dan proses rekonsolidasi demokrasi," ujarnya.

 

3 dari 5 halaman

Sejumlah Partai Mengusulkan

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, tiga ketua umum partai politik yaitu Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyampaikan wacana penundaan pemilu. Wacana ini bermula saat Muhaimin yang mengusulkan Pemilu 2024 diundur dengan alasan khawatir mengganggu stabilitas ekonomi nasional.

Pria yang akrab disapa Cak Imin itu menyampaikan, wacana penundaan Pemilu 2024 akan ditentukan kemudian oleh para elite. Keputusan akan diambil oleh para ketua umum partai politik hingga Presiden RI Joko Widodo.

"Ini usulan saya, tentu saya hanya bisa mengusulkan," kata Cak Imin di Universitas Indonesia Timur, Makassar, Selasa (1/3/2022).

"Soal nanti bagaimananya, semua kembali kepada ketua umum partai, nanti yang akan ditentukan dan dibahas oleh para ketua umum dan juga oleh, tentu, penentunya Bapak Presiden," ungkapnya.

Sementara itu, Zulkifli Hasan menyatakan sejumlah alasan atas dukungan penundaan pemilu, di antaranya soal angka kepuasan terhadap pemerintahan Jokowi. "Berbagai survei menyebut angkanya (kepuasan terhadap Jokowi) di atas 73 persen," ujar Zulhas di Gedung Parlemen, beberapa waktu lalu.

Zulkifli Hasan menerangkan, beberapa alasan yang membuat pihaknya berpikir Jokowi masih harus menjabat setelah 2024 adalah situasi pandemi yang masih berlangsung dan memerlukan perhatian khusus, kondisi perekonomian yang belum stabil, perkembangan situasi konflik global terkait perang Rusia-Ukraina, anggaran Pemilu yang justru membengkak dari rencana efisiensi, dan keberlangsungan program-program pembangunan nasional yang sebelumnya tertunda akibat pandemi.

"Mempertimbangkan hal-hal tersebut, serta setelah mendengar masukan dan aspirasi dari berbagai kalangan, PAN setuju bahwa pemilu perlu dipertimbangkan untuk diundur," kata Zulhas.

4 dari 5 halaman

Infografis

5 dari 5 halaman

Infografis