Sukses

Belajar Tembang di Sekolah Macapat Yogyakarta Gratis, Siapa Mau?

Selain dibuka untuk umum, Sekolah Pamulangan Sekar Macapat ini juga tidak memungut biaya sepersen pun alias gratis.

Liputan6.com, Yogyakarta - Lantunan tembang Jawa sayup-sayup terdengar saat melintas di Alun-Alun Utara Yogyakarta pada sore hari.  Suara tembang macapat ini berasal dari bangunan joglo yang terletak di sisi utara.

Di joglo ini Mas Tumenggung Projosuwasono, abdi dalem Keraton Yogyakarta terlihat menyimak satu-satu muridnya sedang menembang. Mas Tumenggung Projosuwasono atau akrab disapa Projo bertugas sebagai pengampu Sekolah Pamulangan Sekar Macapat KHP Krida Mardawa milik Keraton Yogyakarta. Ia dibantu oleh 15 abdi dalem Keraton Yogyakarta lainnya, untuk mengelola sekolah macapat ini. 

"Saya dan di sini ditugaskan oleh Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat untuk turut melestarikan dan mengenalkan tembang Macapat,” tuturnya saat ditemui Selasa (1/2/22).

Keberadaan Sekolah Pamulangan Sekar Macapat ini bermula dari peran Sri Sultan Hamengkubuwono VII yang peduli dengan pendidikan dan kesenian. Pada awalnya macapat hanya diperuntukan Raja dan kerabat Keraton Yogyakarta saja.

Seiring berjalannya waktu, pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VII, para Abdi Dalem Keraton Yogyakarta diperbolehkan belajar Macapat.

"Nah, berkembang sampai sekarang sekolah Macapat ini diperuntukan segala lapisan masyarakat," tuturnya.

Selain dibuka untuk umum, Sekolah Pamulangan Sekar Macapat ini juga tidak memungut biaya sepersen pun alias gratis. Jadi, tidak heran apabila sekolah macapat ini ramai diminati masyarakat, mulai dari pelajar, mahasiswa, lansia, maupun warga negara asing.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Kelas Macapat

Sama halnya dengan sekolah atau tempat kursus pada umumnya, di sekolah macapat ini juga menerapkan jenjang kelas. Ada tiga kelas yang ada di sini, yakni Macapat Sekar Alit (kelas pemula), Macapat Sekar Tengahan (kelas menengah) dan Macapat Sekar Ageng (kelas utama).

 Biasanya kelas Pamulangan Sekar Macapat ini digelar setiap Senin hingga Sabtu, mulai pukul 15.30 hingga 17.30. Namun karena kondisi pandemi Covid-19, pembelajaran secara luring diliburkan sementara.

Tembang macapat merupakan puisi Jawa yang dibaca dengan cara ditembangkan atau dinyanyikan. Konon keberadaan tembang Macapat sudah ada bahkan sebelum hadirnya Kerajaan Demak.

Pada zaman dahulu, tembang macapat menjadi salah satu cara untuk memperkenalkan ajaran agama Islam. Tembang Macapat terdiri dari 11 jenis yang dapat dibawakan dengan berbagai macam gaya atau aransemen.

Sekolah Pamulangan Sekar Macapat mengajarkan gaya Kridha Madawa atau gaya dengan cengkok khas Keraton.

Tembang macapat mengandung nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh nenek moyang. Menembang macapat pun bukan hanya sekedar bernyanyi, namun juga mengamalkan nilai-nilai di dalamnya.

“Saya jatuh cinta sama macapat setelah merasakan secara langsung dari mengamalkan nilai-nilai luhur didalamnya,” ucap Maura Handaru (24).

(Tifani)