Sukses

Kisah Tumbal Menyelimuti Pembangunan Stasiun di Yogyakarta

Di balik pembangunan salah satu stasiun di Yogyakarta, meninggalkan setumpuk kisah mistis yang menyeramkan.

Liputan6.com, Yogyakarta - Di balik pembangunan salah satu stasiun di Yogyakarta, meninggalkan setumpuk kisah mistis yang menyeramkan. Kisah mistis ini dikaitkan dengan keberadaan Nyai Giri Kencono, sosok yang disebut sebagai penguasa gaib wilayah stasiun ini.

Dikutip dari berbagai sumber, stasiun di Yogyakarta ini dibangun pada 1887. Stasiun ini dulunya kawasan hutan yang banyak ditumbuhi pohon beringin.

Konon kemudian, terdapat satu pohon beringin besar yang tidak bisa ditumbangkan. Masyarakat sekitar percaya tempat itu dikuasai oleh makhluk gaib yakni Nyai Giri Kencono.

Diketahui, Nyai Giri Kencono ialah sosok penguasa gaib yang berwujud seorang wanita dengan tubuh harimau. Dikisahkan, sosok makhluk ini meminta tumbal seperti kepala kerbau, jari, serta kepala manusia.

Pemilihan jari dan kepala manusia ini didapatkan dari masyarakat sekitar yang dipekerjakan oleh pihak kolonial Belanda untuk membangun stasiun di Yogyakarta ini. Pemberian tumbal ini pun dilakukan secara bertahap dengan satu korban setiap bulan.

Penumbalan pertama terjadi pada 18 Februari 1886, seorang pekerja mendadak jatuh saat memasang tembok. Kepalanya terbentur bahan material hingga tewas di tempat.

Seorang mandor kemudian melakukan prosesi penumbalan dengan memenggal kepalanya dengan senjata tajam berjenis kapak. Kepala itu kemudian ditutupi dengan kain hitam di atas baki bambu lengkap dengan bunga-bunga ubo rampe.

Setelah prosesi ritual penumbalan selesai, kepala tersebut ditanam di bawah keramik pintu masuk stasiun ini.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Penumbalan Kedua

Kemudian penumbalan kedua terjadi pada 23 Maret 1886. Cerita itu terjadi saat pekerja lembur itu tiba-tiba kerasukan siluman. Pekerja itu kesurupan, kemudian berlari mengarah ke peron selatan dan mengambil senjata tajam berjenis golok.

Tanpa sadar,  pekerja tersebut memenggal kepalanya sendiri hingga terjatuh ke sebuah lubang galian yang akan dibuat pondasi. Namun, prosesi keduanya sedikit berbeda dengan ritual yang pertama.

Dalam prosesi penumbalan ini badan tumbal diguyur dengan darah ayam cemani. Tubuh dikuburkan berdekatan dengan bagian kepala yang telah terpisah.

Penumbalan terakhir terjadi pada April 1866, saat seorang masinis mencoba mengangkut material bangunan. Ketika lokomotif berjalan mundur, tiba-tiba ada seorang pekerja yang sedang memperbaiki rel.

Akhirnya, pekerja itu terpenggal oleh roda lokomotif di peron utara. Kepala yang terpenggal itu, kemudian dijadikan penumbalan dengan cara dibungkus dengan kain merah, sedangkan badan dibungkus kain kuning.

 

Penulis Tifani