Liputan6.com, Garut - Ribuan warga eks karyawan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Jawa Barat- Banten menuntut Santunan Hari Tua (SHT) yang menjadi hak mereka setelah purna tugas dari perusahaan.
"Kami mohon pihak kementerian BUMN bisa turun langsung menyelesaikan persoalan hak kami," ujar Ketua DPW Forum Komunikasi Purnakarya Perkebunan Nusantara (FKPPN) Eeng Sumarna, di Garut, Rabu (16/3/2022).
Menurutnya, persoalan SHT yang dihadapi ribuan eks karyawan PTPN VIII Jabar-Banten memang cukup pelik. Hingga kini, mayoritas eks karyawan yang telah bekerja 30-32 tahun lebih itu, belum mendapatkan SK SHT sebagai hak miliknya sejak mereka pensiun 4 tahun lalu.
Advertisement
"Katanya merugi, tapi dalam penyampaian kinerja perusahaan untung terus," kata dia.
Baca Juga
Abah Eeng panggilan akrab di kalangan karyawan PTPN VIII Jabar-Banten menyatakan, pemerintah atau kementerian BUMN sudah selayaknya turun tangan.
Berdasarkan data yang ia kantongi, tahun 2017 sebanyak 169 orang jumlah pensiunan dengan total Rp9 miliar belum mendapatkan SHT. Kemudian tahun 2018 sebanyak 1.302 orang atau dengan total anggaran sebesar Rp72 miliar.
Selanjutnya, tahun 2019 sekitar 1.381 orang atau sekitar Rp75 miliar, tahun 2020 sekitar 1.180 orang atau sekitar Rp92 miliar dan 2021 sekitar 680 orang atau sekitar Rp 48 miliar.
"Total ada sekitar 4.712 orang yang belum mendapatkan SHT dengan total Rp 289 miliar dari tahun 2017 hingga 2021 lalu," ujar dia.
Simak video pilihan berikut ini:
Audiensi Belum Membuahkan Hasil
Untuk mendesak perusahaan, beberapa kali pihak FKPPN Jabar-Banten melakukan audiensi, tetapi belum membuahkan hasil. "Kami sudah unras (unjuk rasa), kemudian audiensi ke dewan, tapi belum juga membuahkan hasil," kata dia.
Bahkan, dalam audiensi terakhir Desember 2020 lalu, janji perusahaan untuk segera mencairkan santunan bagi karyawan, belum teraliasasi hingga kini. "Kami ingin semuanya dibayarkan perusahaan," pinta dia.
Menurutnya, kondisi beban ekonomi di masa pandemi Covid-19 cukup berdampak bagi kalangan eks karyawan, sehingga hadirnya SHT yang merupakan bagian hak mereka, bisa digunakan sebagai modal usaha baru.
"Sekarang boro-boro mau usaha, santunannya sendiri belum ada kejelasan kapan mau dibayarkan," kata dia.
Akibatnya, muncul klaster baru kemiskinan yang berasal dari eks karyawan PTPN VIII. "Awalnya mereka setelah pensiun mau buka usaha, seperti bengkel, industri, atau UMKM lainnya akhirnya terganjal karena tidak ada modal,” ujarnya.
Advertisement