Sukses

Mahasiswa Universitas Riau Kecewa terhadap Tuntutan Ringan Dekan Terdakwa Pencabulan

Mahasiswa Universitas Riau kecewa dengan tuntutan 3 tahun penjara terhadap Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Syafri Harto terdakwa pencabulan mahasiswi.

Liputan6.com, Pekanbaru - Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Riau, Syafri Harto, dituntut 3 tahun penjara di Pengadilan Negeri Pekanbaru oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Riau dan Kejari Pekanbaru. Terdakwa juga dituntut wajib membayar pengeluaran korban Rp10 juta lebih selama proses hukum.

Tuntutan terdakwa pelecehan mahasiswi Universitas Riau ini belum membuat puas mahasiswa. Mereka menilai tuntutan yang dibacakan JPU Syafril pada Senin siang itu, 21 Maret 2022, tidak maksimal sesuai dengan pasal yang diterapkan.

"Kami menghormati JPU perihal tuntutan ini tapi kami juga merasa cukup kecewa dengan tuntutan JPU yang tidak maksimal," kata Mayor Korps Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Riau, Khelvin Hardiansyah.

Menurut Khelvin, hukuman maksimal Pasal 289 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah 9 tahun penjara. Namun, JPU hanya menuntut 3 tahun sementara semua unsur sudah dibuktikan di pengadilan.

"Semoga hakim bisa bijaksana untuk memutuskan, jangan terlalu jauh dari tuntutan jaksa," sebut Khelvin.

Khelvin menambahkan, ia dan kawan-kawan akan tetap mengawal jalannya persidangan hingga akhir, dengan jumlah massa yang lebih banyak lagi.

Sebelumnya, Syafril menjelaskan, tuntutan 3 tahun itu berdasarkan analisis fakta persidangan dan analisis yuridis. Terdakwa memang membantah pembuktian di pengadilan dan akan melakukan pledoi pada Kamis depan.

"Penyangkalan itu menunjukkan kesalahan sendiri," tegas Syafril.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Paksaan dan Tidak Pantas

Syafril menerangkan, JPU bisa membuktikan adanya unsur paksaan terdakwa terhadap korban. Yaitu memaksa dalam artian psikologis karena hubungan terdakwa dan korban yang tidak seimbang.

"Terdakwa adalah dosen, apalagi dekan kepada mahasiswa yang terikat pada tugas akhir untuk selesai menyandang gelar kesarjanaan, jadi kami bisa membuktikan unsur pemaksaan," terang Syafril.

Sementara, terkait unsur pencabulan mahasiswi Riau itu, Syafril menyatakan terdakwa terbukti berbuat tidak pantas kepada mahasiswa dengan cara mencium pipi dan kening.

"Dan berusaha mencium bibir, itu perbuatan tidak pantas yang merupakan perbuatan asusila, kami berketetapan bisa membuktikan Pasal 289 KUHP," jelas Syafril.

Syafril menerangkan, tuntutan itu sesuai koordinasi tim JPU dan merupakan petunjuk pimpinan.

Selain penjara, Syafril juga menuntut terdakwa untuk membayar uang pengganti keuangan korban. Jumlah Rp10 juta lebih berdasarkan perhitungan dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Uang itu merupakan pengeluaran korban selama melaporkan Syafri Harto ke penegak hukum. Uang itu terdiri dan konsumsi dan ongkos korban dan tidak ada yang dilebihkan.

"Perhitungannya rasional dan itu sudah diatur dalam Undang-Undang LPSK," kata Syafril.