Liputan6.com, Balikpapan - Tim Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Kalimantan kembali melakukan operasi penindakan tambang ilegal di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, pada Minggu (21/3/2022) dini hari sekitar pukul 00.00 Wita. Lokasinya di sekitar lokasi IKN tepatnya di KM 43 Tahura Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim).
Dari hasil penindakan tersebut, tim Gakkum KLHK berhasil mengamankan 11 orang pelaku berinisial M (60), ES (38), ES (34), AS (27), H (42), J (52), MS (42), Y (50), R (56), Ad (44) dan IS (35). Selain itu sejumlah barang bukti turut diamankan yakni berupa dua unit Excavator merek LiuGong/Sany PC 200 Ex-75 warna kuning, satu buah buku catatan motif batik warna biru, dua buah buku Nota Kontan merek Borneo warna biru, satu buah buku catatan motif batik merek Kiky warna cokelat dan satu kantong sampel Batubara.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, kegiatan operasi penindakan ini merupakan komitmen KLHK untuk mengamankan Lingkungan hidup dan Kawasan Hutan di Zona Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Penambangan batu bara ilegal ini telah mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup dan hutan, mengancam kehidupan masyarakat, serta menimbulkan kerugian negara.
Advertisement
"Kejahatan ini harus kita tindak tegas, apabila ini terus terjadi akan menimbulkan ancaman bencana ekologis, keselamatan masyarakat serta mengancam keanekaragaman hayati. Kami akan terus meningkatkan Pengamanan Kawasan Hutan di Zona IKN dan sekitarnya, Kami telah diperintahkan Menteri LHK Nurbaya untuk meningkatkan pengamanan lingkungan hidup dan kawasan hutan di Zona IKN guna mendukung pembangunan forest city di IKN Nusantara," ungkapnya.
Â
Simak video menarik ini:
Advertisement
Laporan Masyarakat
Sementara itu, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, Eduward Hutapea mengatakan bahwa operasi penindakan ini dilakukan berdasarkan laporan masyarakat bahwa adanya kegiatan penambangan ilegal di Tahura Bukit Soeharto.
“Saat ini, Penyidik Gakkum KLHK telah menetapkan 3 orang tersangka yaitu M (60) yang bertempat tinggal di Balikpapan selaku penanggung jawab (koordinator) lapangan, ES (38) yang bertempat tinggal di Kutai Kartanegara selaku Operator alat berat Excavator dan ES (34) yang bertempat tinggal di Kutai Kartanegara selaku operator alat berat Excavator tanggal 22 Maret 2022," timpal Eduward.
Akibat perbuatannya para terduga pelaku melanggar Pasal 89 ayat (1) huruf b dan/atau a Jo Pasal 17 ayat (1) huruf a dan/atau b Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Jo Pasal 37 angka 5 UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dengan ancaman hukuman penjara maksimum 15 tahun dan denda Rp 10 miliar.
Para tersangka ditahan di Rutan Polres Tenggarong, sedangkan barang buktinya diamankan di Kantor Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan, di Samarinda.
Untuk pengembangan kasus ini, sambung Rasio Ridho Sani pihaknya sudah memerintahkan penyidik untuk mengungkap keterlibatan pihak-pihak lain baik pemodal, penadah hasil tambang ilegal serta pihak lain yang terlibat dalam aktivitas penambangan batu bara ilegal di kawasan Tahura Bukit Suharto.
"Mereka ini telah merusak lingkungan hidup dan kawasan hutan, mengancam kehidupan masyarakat, dan merugikan negara, pelaku kejahatan ini apalagi pemodal dihukum seberat-beratnya, agar ada efek jera. Saya juga sudah memerintahkan penyidik untuk berkoordinasi dengan PPATK untuk mendalami aliran keuangan dari kejahatan ini guna penegakan hukum tindak pidana pencucian uang," tegas Rasio Sani.
Peringatan
Penindakan ini harus menjadi pembelajaran dan peringatan bagi pelaku lainnya, termasuk para pemodal tambang ilegal. Pemodal kejahatan pertambangan ilegal berdasarkan UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 3 diancam hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp20 miliar.
Pemodal dan kegiatan tambang ilegal sebagaimana Pasal 94 ayat (1) huruf a huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan di pidana maksimum 15 tahun serta pidana denda maksimum Rp.100 miliar dan pembeli atau penerima sebagaimana Pasal 98 ayat (1) diancam hukuman maksimum 3 tahun penjara serta pidana denda maksimum Rp1,5 miliar.
"Keberhasilan operasi penindakan ini didukung oleh banyak pihak. Untuk itu, pada kesempatan itu secara khusus kami mengapresiasi dukungan pihak kepolisian, kejaksaan dan masyarakat, dalam penindakan kasus tambang ilegal seperti ini," tambah Rasio Sani.
Untuk diketahui, dalam pengamanan lingkungan hidup dan Kawasan hutan saat ini, KLHK telah melakukan 1.785 operasi, serta membawa 1.212 kasus ke pengadilan baik secara pidana dan perdata. Untuk wilayah Kalimantan Timur 103 kasus sudah dibawa ke pengadilan.
Untuk tahun 2021 putusan kasus tambang ilegal di lokasi Km 43 Tahura Bukit Soeharto adalah terdakwa Rudiansyah bin Paliwei pidana penjara 4 tahun denda Rp1,5 miliar subsider 2 bulan dan tahun 2022 sebanyak 2 kasus yang ditangani masih berproses di penyidik.
"Sekali lagi saya sampaikan bahwa kami tidak akan berhenti untuk menindak pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, yang telah merusak lingkungan hidup dan Kawasan hutan, mengancam kehidupan masyarakat, dan merugikan negara," dia menandaskan.
Advertisement