Sukses

Bank di Pekanbaru Tersandung Kasus Lagi, Usai Pembobolan Rekening Nasabah Kini Korupsi

BJB Pekanbaru sepertinya tak luput dari masalah, setelah penilapan uang nasabah miliaran rupiah yang dilakukan oleh seorang manager dan teller, kini badan usaha milik Jawa Barat itu terlilit korupsi.

Liputan6.com, Pekanbaru - Bank Jawa Barat dan Banten atau BJB Pekanbaru sepertinya tak luput dari masalah. Setelah penilapan uang nasabah miliaran rupiah yang dilakukan oleh seorang manager dan teller, kini badan usaha milik Jawa Barat itu terlilit masalah baru.

Kali ini terkait dugaan korupsi penyaluran kredit yang tengah ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau. Kasus ini sudah naik ke penyidikan, di mana penyidik tinggal menetapkan tersangka.

Kabid Humas Polda Riau Komisaris Besar Sunarto menyebut penyidik sudah mengirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejati Riau.

"Dugaannya adalah kasus kredit modal kerja kontruksi (KMKK) tidak sah atau fiktif," kata Sunarto, Selasa siang, 29 Maret 2022.

Dalam kasus ini, penyidik sudah mengantongi perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau. Nilainya mencapai Rp7,2 miliar.

Sunarto menjelaskan, dugaan korupsi di BJB Pekanbaru ini ditangani Subdit Korupsi bekerjasama dengan Subdit Perbankan Reserse Kriminal Khusus Polda Riau. Sudah ada 25 saksi diminta keterangan untuk melengkapi berkasnya.

Selain memeriksa pihak BJB Pekanbaru, penyidik juga meminta keterangan pihak yang mengetahui penyaluran kredit dimaksud. Termasuk pula tiga ahli untuk menguatkan sangkaan penyidik.

"Ketiganya antara lain saksi ahli keuangan negara, auditor keuangan negara dan ahli pidana korupsi," kata Sunarto.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

SPK Fiktif

Kasus ini bermula ketika seorang nasabah mengajukan kredit modal kerja konstruksi kepada BJB Cabang Pekanbaru. Pengajuan ini disetujui tapi ada dugaan menggunakan surat kontrak kerja fiktif.

"Modusnya debitur membuat SPK fiktif," katanya.

Sunarto menyebut perkara ini terjadi pada tahun 2015 hingga 2016 lalu. Berapa jumlah kredit yang cair, Sunarto belum menyampaikan secara detail, termasuk siapa pengaju dan yang mencairkan kredit.

"Secepatnya kita sampaikan," jelas Sunarto.

Pada kasus ini, Polda Riau menggunakan Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Korupsi, dan Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Korupsi.