Sukses

4 Tempat Wisata Dark Tourism di Yogyakarta, Bukan Uji Nyali Tapi untuk Mengenang Tragedi

Dark tourism atau pariwisata gelap menjadi destinasi wisata populer di kalangan anak muda saat ini.

Liputan6.com, Yogyakarta - Dark tourism atau pariwisata gelap menjadi destinasi wisata populer di kalangan anak muda saat ini. Tujuan wisata dark tourism adalah menyambangi tempat-tempat bekas terjadinya suatu tragedi, mulai dari bencana alam hingga bekas lokasi pembantaian.

Dark tourism bukan sekadar menjadi destinasi uji nyali, namun juga untuk mengenang kembali sebuah kejadian atau tragedi memilukan. Tujuannya agar dapat mencegah hal buruk tersebut terjadi dikemudian hari, atau sekedar diambil hikmahnya.

Dikutip dari berbagai sumber ada beberapa destinasi dark tourism Yogyakarta yang bisa dijelajahi

1. Museum Sisa Hartaku

Museum Sisa Hartaku merupakan dark tourism terpopuler di Yogyakarta untuk memperingati betapa dahsyatnya bencana letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 lalu. Masih lekat di ingatan bagaimana mengerikannya letusan Gunung Merapi kala itu.

Salah satu hal yang juga cukup menjadi perhatian adalah sang juru kunci Mbah Marijan yang memutuskan untuk tetap bertahan di lokasi demi “menjaga” gunung ini. Di tempat ini wisatawan dapat melihat langsung benda-benda sisa namun sudah cukup rusak.

Sebut saja peralatan rumah tangga, furnitur lapuk, motor, dan tulang belulang hewan ternak. Sungguh membuat air mata meleleh. Barang yang membuat seakan kembali ke masa itu adalah jam dinding rusak dengan jarumnya mengarah ke angka di mana peristiwa letusan terjadi.

Selain itu, ada pula tulisan-tulisan yang sengaja dibuat warga sekitar untuk mengingatkan ngerinya peristiwa tersebut.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

2 dari 5 halaman

Makam Roro Mendut

2. Makam Roro Mendut

Makam Roro Mendut yang terletak di Dusun Gandu, Desa Sendangtirto, Kecamatan Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Meski sudah tak terurus dan tak ada lagi juru kunci, makam Roro Mendut masih saja kerap didatangi peziarah.

Tak di sembarang hari, para peziarah hanya akan datang di malam-malam Kliwon, sesuai dengan penanggalan Jawa. Sayangnya para peziarah tersebut sengaja datang untuk melaksanakan ritual-ritual tertentu.

Terdapat dua makam yang ada di lokasi tersebut yakni makam Roro Mendut dan makam Pronocitro. Warga sekitar mengenal keduanya sebagai tokoh legenda yang memiliki kisah cinta yang tragis.

Kedua nisan makam kini telah ditumpuk menjadi satu sehingga tingginya mencapai 1 meter. Di atasnya ada kelambu dari kain kafan putih, yang sudah kusam.

Untuk sampai ke makam ini, hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki sejauh sekitar 50 meter memasuki kawasan hutan dengan pohon-pohon berukuran sedang. Semak-semak menjalar menutupi jalan tanah setapak, seperti sudah lama tak dijamah manusia.

Namun, begitu sampai di makam, terdapat bunga-bunga tabur yang tampak masih segar. Bunga itu ditaruh di atas selembar daun pisang.

Aura mistis dan suram tampak sangat terasa saat menjelajahi area pemakaman Roro Mendut ini. Namun tak menyurutkan para wisatawan datang ke tempat ini.

 

3 dari 5 halaman

Gua Grubug

3. Gua Grubug

Banyak sekali gua-gua di kawasan Gunungkidul yang menjadi saksi kejamnya tragedi tahun 1965, salah satunya adalah Gua Grubug atau Luweng Grubug. Gua Grubug terletak di Dusun Jetis, Desa Pacarejo, Semanu, Gunungkidul.

Bertahun-tahun pasca tragedi mengerikan tersebut, kengerian gua ini sedikit demi sedikit memudar. Terutama pasca dilakukan pengangkatan tulang belulang para korban pada tahun 1982.

Konon ada tiga truk tulang-belulang manusia yang berhasil ke keruk dari dalam gua tersebut. Kini Gua Grubug menjadi salah satu objek wisata dark tourism di Yogyakarta, yang ramai di kunjungi wisatawan.

Wisatawan dapat menyusuri Gua Grubug sekaligus Gua Jomblang, karena kedua gua ini memiliki lokasi yang cukup perdekatan.

 

4 dari 5 halaman

Makam Ratu Malang

4. Makam Ratu Malang

Makam Ratu Malang yang terletak di atas Bukit Gunung Kelir, Pleret, Bantul, Yogyakarta dibangun oleh Amangkurat I.  Amangkurat I merupakan seorang Raja Kasultanan Mataram yang memerintah pada 1646 hingga 1677.

Kompleks makam dibangun selama kurang lebih tiga tahun, yakni dari 1665 hingga 1668 yang kemudian diberi nama Antaka Pura yang berarti Istana Kematian atau Istana tempat menguburkan jenazah.

Pada kompleks makam terdiri dari puluhan nisan yang dikelompokkan menjadi tiga bagian yakni puluhan nisan di halaman depan, satu nisan di belakang, dan beberapa nisan di halaman inti berpagar.

Makan ini menjadi saksi dibunuhnya rombongan Ki Dalang Panjang Mas, karena Amangkurat ingin mempersunting istrinya sang Ratu Malang. Namun nahas Ratu Malang memilih mati bersama suaminya ari pada di persunting sang raja.

Hingga saat ini, makam Ratu Malang masih ramai dikunjungi peziarah, tak sedikit juga yang ‘bersemedi’ untuk mendapatkan ilmu pengasihan. Di sisi lain, kompleks makam terkenal sangat angker sehingga harus selalu menjaga sopan santun saat berkunjung.

(Tifani)

5 dari 5 halaman

Saksikan video pilihan berikut ini: