Sukses

Kisah Raja Batik Legendaris dari Yogyakarta yang Kian Melejit pada Krisis Malaise

Sejak dahulu Yogyakarta dikenal sebagai pusat produksi dan perdagangan batik.

Liputan6.com, Yogyakarta - Sejak dahulu Yogyakarta dikenal sebagai pusat produksi dan perdagangan batik. Para pedagang batik tumbuh subur di kota budaya ini.

Banyak sekali para perajin batik yang berhasil menjadi saudagar sukses sejak dulu. Salah satunya adalah Haji Bilal Atmajoewana yang terkenal dengan julukan sang raja batik legendaris.

Dikutip dari berbagai sumber, Haji Bilal lahir dan tumbuh besar di Kampung Kauman. Pada tahun 1900 sebagian besar abdi dalem Keraton Yogyakarta yang tinggal di Kampung Kauman memiliki usaha sampingan sebagai perajin batik, termasuk keluarga Haji Bilal.

Meskipun tumbuh besar ditengah keterbatasan pada masa penjajahan, Haji Bilal tetap bersemangat meneruskan usaha membatik milik keluarganya. Sebelum mendirikan perusahaan batik, Haji Bilal sudah memulai berdagang batik, proses produksi hingga menjual batik ia lakukan sendiri.

Akhirnya Haji Bilal mendirikan perusahaan batiknya, Firma Haji Bilal pada tahun 1912. Saat itu usianya masih 19 tahun.

Haji Bilal juga bersahabat dengan para abdi dalem yang sebagian besar merupakan para pedagang batik, membuatnya banyak belajar. Di antara mereka, abdi dalam yang paling berjasa mendorong Bilal menjadi pengusaha batik adalah Haji Ibrahim.

Saat terjadi depresi besar dunia atau krisis malaise tahun 1930, banyak sektor ekonomi di Hindia Belanda yang menurun. Namun di saat itulah Firma Haji Bilal terus berkembang.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

 

2 dari 2 halaman

Jual Batik Cap

Saat itu, Haji Bilal mulai menjual batik cap dan mengurangi produksi batik tulis yang mahal harga dan produksinya. Selain itu Haji Bilal menjual turunan pakaian masa itu, yakni selendang dan sarung.

Rupanya trik bisnis ini mampu mengantar Firma Haji Bilal keluar dari krisis ekonomi dunia dan menjadikan perusahaannya semakin berkibar. Gaya batik khas yang biasa diproduksi Haji Bilal adalah batik sudagaran.

Batik sudagaran merupakan istilah yang digunakan para pengusaha batik tempo dulu untuk membedakan motif batik ala Keraton yang terlarang digunakan khalayak umum. Walaupun begitu, batik milik Haji Bilal memiliki ciri khas yang membedakan dengan batik-batik lainnya.

Batik Haji Bilal tampil dengan warna coklat kelam dengan kombinasi biru legam dan putih. Motif batik andalannya untuk jenis batik tulis adalah motif rini boketan. Motif ini tampil berupa gambar bunga dengan latar warna gelap.

Keunggulan Batik Haji Bilal tak hanya pada produknya, namun juga strategi komunikasinya. Dalam beberapa literatur, ditemukan beberapa literasi materi iklan, desain logo, katalog, serta sertifikat keikutsertaan dalam suatu pameran batik di Padang. Dalam mempromosikan batiknya, Haji Bilal memiliki tagline “untung sedikit, jual banyak”.

(Tifani)