Liputan6.com, Balikpapan - Subholding Upstream Pertamina melalui PT Pertamina Hulu Indonesia Regional 3 Kalimantan berkomitmen untuk menjaga produksi minyak dan gas bumi (migas) dari lapangan-lapangan di Kalimantan.
Sejak tahun 1974 Wilayah Kerja (WK) Mahakam sudah mulai diproduksi migas dan mencapai puncak produksi pada era awal tahun 2000, dan mengalami penurunan alamiah yang cukup tinggi.
Baca Juga
"Untuk mempertahankan tingkat produksi, kami melakukan berbagai upaya di antaranya borderless operation, ultra deep Bekapai dan pengembangan sumur Manpatu yang merupakan sumur eksplorasi. Sumur Manpatu sedang dalam proses, dengan target tahun 2026 sudah dapat beroperasi sebesar 80 MMSCFD," ujar Direktur Utama PT Pertamina Hulu Indonesia, Regional 3 Kalimantan, Chalid Said Salim, saat melakukan kunjungan ke lapangan Senipah, Peciko & South Mahakam (SPS), beberapa waktu lalu.
Advertisement
Lebih lanjut, Chalid menambahkan bahwa untuk pencapaian 2021, produksi gas PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) mencapai 526 MMSCFD atau 102 % terhadap RKAP dan minyak 24.800 BOPD 108% terhadap RKAP.
"Outlook 2022 target produksi gas sebesar 508 MMSCFD dan produksi minyak sebesar 23.700 BOPD dan target jumlah sumur pemboran 2022 sebanyak 97 sumur," terangnya.
Â
Â
Â
Â
Penunjang Energi di Sisi Hulu
Direktur Pengembangan & Produksi PT Pertamina Hulu Energi, Wiko Migantoro, dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa kehadiran subholding upstream Pertamina sebagai pejuang energi di sisi hulu, di mana dalam kondisi saat ini sangat perlu menjalankan value creation dalam hal efisiensi dan optimalisasi sehingga dapat membantu ekosistem bisnis Pertamina secara menyeluruh.
"Kami mengapresiasi upaya yang dilakukan rekan perwira semua. Setelah melihat secara langsung, saya optimis bisa menuntaskan target yang sudah ditetapkan," timpal Wiko.
Sementara itu, Komisaris PT Pertamina Hulu Energi, Rinaldi Firmansyah, menyampaikan bahwa Pertamina saat ini sudah menjadi mayoritas yang menguasai produksi minyak dan gas nasional, sehingga perlu menggiatkan usaha lainnya, karena bila Pertamina terganggu maka produksi nasional juga akan terganggu.
"Cost optimization yang dilakukan oleh Regional Kalimantan bagus sekali dan positif, agar dilanjutkan dan ditularkan ke regional lainnya," Rinaldi memungkasi.
Advertisement