Sukses

Rasuna Said, 'Srikandi Indonesia' Pejuang Hak-Hak Perempuan dari Tanah Minangkabau

Rasuna Said aktif pula berkontribusi dalam Persatuan Wanita Republik Indonesia untuk menyuarakan hak-hak perempuan agar memiliki hak yang sama dengan kaum laki-laki.

Liputan6.com, Padang - Rasuna Said, nama yang tak begitu asing di Sumatera Barat. Nama itu juga dijadikan nama jalan di Kota Padang, bahkan kawasan bisnis ibu kota Jakarta. Hajjah Rangkayo Rasuna Said adalah pahlawan nasional Indonesia yang berperan memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia tahun 1926-1965.

Ia lahir pada 14 September 1910 di Maninjau, Kabupaten Agam. Selain berjuang untuk kemerdekaan negara ini, Rasuna Said juga berjuang untuk emansipasi wanita.

Pascakemerdekaan ia terus mengembangkan karirnya dalam parlemen mulai tingkat lokal hingga nasional di Jakarta.

Rasuna Said aktif pula berkontribusi dalam Persatuan Wanita Republik Indonesia untuk menyuarakan hak-hak perempuan agar memiliki hak yang sama dengan kaum laki-laki.

Dalam jurnal ilmiah mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Yogyakarta oleh Esti Nurjanah, ditulis Rasuna Said lahir dan tumbuh dilingkungan keluarga yang cukup terpandang.

Ayahnya, Haji Muhammad Said atau yang kerap disapa Haji Said saat masih muda merupakan seorang aktivis pergerakan di Sumatera Barat.

"Awal pendidikannya, Rasuna Said menempuh Sekolah Desa yang berada di dekat tepian Danau Maninjau. Ayahnya mulai memasukkan ke sekolah tersebut pada tahun 1916," tulis Esti dalam jurnal itu.

Di sana, ia menghabiskan waktu untuk belajar selama lima tahun atau tamat pada kelas 5. Rasuna Said melanjutkan sekolah ke Pesantren Ar-Rasyidiyah, di bawah pimpinan Syekh Abdul Rasyid.

Pada masa itu, pendidikan di pesantren mayoritas dipenuhi oleh anak laki-laki sehingga ia menjadi santri perempuan satu-satunya. Tahun 1923 ia masuk ke Sekolah Diniyah (Diniyah School) di Padang Panjang.

Kemudian, pada 28 Juni 1926 terjadi gempa bumi yang hebat disertai letusan Gunung Merapi di Padang Panjang. Para siswa Sekolah Diniyah akhirnya kembali ke kampung halamannya.

Rasuna Said menempuh pendidikan terakhirnya ke Islamic College di Padang, saat memasuki usia 23 tahun. Selama menempuh pendidikan, Rasuna Said bergabung dalam kegiatan kepenulisan atau jurnalistik. Hal ini yang membawanya terpilih menjadi pimpinan redaksi Majalah Raya.

Selain pendidikan, ia juga tertarik dengan politik. Ia ingin agar wanita saat itu juga melek politik. Dalam pandangan agama, bangsa, dan politik, Rasuna banyak dipengaruhi gurunya H Abdul Karim Amrullah, ayahanda HAMKA. Hingga akhir perjuangannya landasan berpikirnya selalu menggunakan pemikiran dari Abdul Karim.

Rasa kepedulian Rasuna Said pada dunia pendidikan mulai tertanam saat dirinya menjadi murid di Sekolah Diniyah. Sekolah tersebut memiliki tradisi di mana setiap murid harus belajar untuk mengajar murid-murid di tingkat bawahnya.

Rasuna Said saat berada di kelas lima dan enam, diberi tugas untuk mengajar di kelas adik tingkatnya. Pandangan Rasuna Said mengemukakan bahwa setidaknya, seorang pelajar perlu dilengkapi dengan berbagai macam kepandaian untuk mereka yang akan berkecimpung dalam pergerakan.

2 dari 3 halaman

Ditangkap Belanda

Perjuangan politik dimulai Rasuna saat beraktivitas di Sarekat Rakyat sebagai sekretaris. Kemudian, dia bergabung sebagai anggota di Persatuan Muslim Indonesia.

Selain cerdas, Rasuna Said juga mahir berpidato, isi pidato yang disampaikannya selalu tajam menyangkut penindasan pemerintah Belanda ketika tahun 1930.

Akibat pidatonya yang menyinggung Belanda, Rasuna akhirnya ditangkap dan dipenjara tahun 1932 di Semarang. Rasuna Said juga tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict yaitu hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.

Kemudian pada 1937 ia pergi ke Medan, Sumatera Utara. Ia mendirikan sekolah yang diberi nama Perguruan Puteri. Lembaga pendidikan ini diperuntukkan khusus bagi perempuan.

3 dari 3 halaman

Hidup dalam Tiga Zaman

Rasuna Said telah merasakan hidup dalam tiga zaman, ia berhasil menjalani kehidupan dari masa kolonial Belanda, Jepang, sampai revolusi kemerdekaan.

Perempuan yang disebut 'Srikandi Indonesia' ini masih aktif dalam keanggotaan Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia.

Aktivitas lain yang dilakukan Rasuna Said seperti menghadiri atau mengisi kegiatan-kegiatan pertemuan. Rasuna Said memasuki usia 55 tahun, tanpa disadari dirinya mengidap penyakit kanker payudara.

Rasuna Said meninggal dunia pada Selasa, 2 November 1965 di Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Rasuna Said dianugerahi sebuah tanda Kehormatan Satyalancana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan dan Satyalancana PerintisPergerakan Kemerdekaan. Pengusulan gelar pahlawan akhirnya disahkan pada tanggal 13 Desember 1974.