Sukses

Dugaan Elpiji Oplosan Siantar, DPRD Simalungun Jadwalkan RDP Lanjutan 26 April 2022

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Simalungun telah memastikan jadwal pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) lanjutan mengenai dugaan pengoplosan dan penjualan elpiji oplosan.

Liputan6.com, Simalungun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Simalungun telah memastikan jadwal pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) lanjutan mengenai dugaan pengoplosan dan penjualan elpiji oplosan.

Wakil Sekretaris Lembaga Investigasi Tindak Pidana Korupsi (LITPK) Fransiskus Silalahi, pada Sabtu, 23 April 2022 mengatakan, kepastian jadwal mengacu pada surat undangan yang diterbitkan DPRD Simalungun pada 22 April 2022.

"Surat undangan diteken langsung Ketua DPRD Simalungunm Timbul Jaya Sibarani. Berdasarkan surat undangan itu, RDP lanjutan digelar pada Selasa, 26 April 2022," katanya.

LITPK merupakan 1 dari 2 organisasi yang menjadi pengadu dalam dugaan kasus ini. 1 organisasi lainnya adalah LSM Edsa Peduli.

Dikatakan Fransiskus, pihaknya mengapresiasi tindaklanjut dari DPRD Simalungun terhadap pengaduan atas masalah ini. Dalam RDP lanjutan nanti, akan memanggil semua pihak terkait.

Jika dalam RDP lanjutan dugaan tersebut terbukti, pihaknya akan mengusulkan ke DPRD agar merekomendasikan pembentukan tim pengawas, terdiri dari institusi-institusi penegak hukum, pemerintah daerah, dan pihak-pihak independen.

"Hingga kini kita masih memantau penjualan elpiji oplosan di Simalungun. Selain pengamatan langsung di lapangan, juga membeli elpiji-elpiji yang diduga hasil oplosan," ujarnya.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 5 halaman

Diduga Masih Berlangsung

Disampaikan Fransiskus, dari hasil pantauan, pihaknya menduga kuat penjualan elpiji oplosan masih berlangsung. Dugaan penjualan elpiji oplosan masih dilakukan dengan jumlah relatif sama dibandingkan dengan sebelum diadukan ke DPRD Simalungun.

Pihaknya berharap agar dugaan pengoplosan dan penjualan elpiji oplosan ini segera dipastikan oleh DPRD Simalungun dan para pemangku kewenangan lain. Warga diimbau untuk meneliti terlebih dahulu elpiji nonsubsidi sebelum membeli.

"Kita minta warga melaporkan ke pihak berwajib bila menemukan elpiji dengan kondisi-kondisi janggal, terutama pada bagian pengaman tabung dan segel," ujarnya.

3 dari 5 halaman

Harapan ke DPRD Simalungun

Aktivis LSM Edsa Peduli, Hendro Sidabutar menyebut, pihaknya menaruh harapan besar kepada DPRD Simalungun untuk menindaklanjuti pengaduan kasus ini sampai tuntas.

"Kita percaya DPRD akan melakukan inspeksi mendadak ke lapangan, selain menggelar RDP," ucapnya.

Senada dengan Fransiskus, Hendro juga berharap kepada masyarakat agar proaktif memberi informasi atas dugaan penjualan elpiji oplosan. Terlebih, penggunaan elpiji oplosan ini akan sangat membahayakan konsumen.

4 dari 5 halaman

RDP Perdana

Sebelumnya pada Kamis, 14 April 2022, Komisi II DPRD Simalungun telah menggelar RDP perdana. DPRD Simalungun menerima pengaduan karena penjualan elpiji oplosan yang diduga dilakukan Horas Teknik Jaya Gas (HTJG) juga menyasar daerahnya, meski perusahaan itu agen elpiji nonsubsidi yang berbasis di Kota Pematangsiantar.

Ketua Komisi II DPRD Simalungun, Maraden Sinaga mengatakan, pada RDP pertama, komisinya telah mendapat penjelasan langsung dari 2 organisasi yang mengadukan masalah ini. Kedua organisasi itu menduga adanya penjualan elpiji oplosan ukuran 5,5 kg, 12, kg dan 50 kg.

"Dalam RDP yang pertama, kedua pelapor sudah menjelaskan dan menunjukkan semua yang kita butuhkan untuk menjadi dasar mengadakan RDP lanjutan," terang Maraden.

Komisi II akan mengadakan RDP lanjutan sebelum mengeluarkan rekomendasi, seperti pencabutan izin usaha dan sebagainya. Dalam RDP lanjutan nanti, Komisi II akan meminta penjelasan serta klarifikasi dari pihak terkait.

5 dari 5 halaman

Dugaan Pelanggaran

Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Perjuangan Keadilan, Harfin Siagian menilai, bila semua dugaan yang diadukan itu terbukti, setidaknya telah terjadi pelaggaran 5 aturan perundangan.

Yakni, pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, serta pasal 8 ayat 1 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Kemudian, pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, serta pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Terkait dengan pelanggaran Undang-Undang Tipikor, berdasarkan data dari klien mereka, LITPK, negara sedikitnya berpotensi mengalami kerugian sekitar Rp 600 juta per bulan akibat kasus ini.