Liputan6.com, Yogyakarta - Perubahan cuaca secara ekstrem kini semakin kerap terjadi, bahkan baru-baru ini sebagian kawasan Daerah istimewa Yogyakarta dilanda hujan es hingga angin kencang. Tidak bisa dipungkiri anomali perubahan cuaca secara ekstrim juga menjadi salah satu tanda perubahan iklim.
Cuaca yang tak lagi menentu membuat para petani resah menentukan waktu yang tepat untuk mulai bertanam. Termasuk para petani dan masyarakat Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dikutip dari berbagai sumber, dampak perubahan iklim turut menganggu siklus hidup mereka. Waktu penanaman lahan pertanian tak lagi dapat dipastikan, belum lagi perubahan kondisi suhu udara yang juga dirasakan oleh masyarakat.
Advertisement
Baca Juga
Masyarakat Desa Terong secara sadar berusaha untuk berpartisipasi menangani dampak perubahan iklim. Dimulai pada 2014, masyarakat Desa Terong mulai belajar mengenai hutan mampu menyerap karbon.
Melalui Kelompok Tani Hutan Tunda Tebang “Jasema”, masyarakat Desa Terong mulai melakukan berbagai kegiatan dalam rangka mitigasi perubahan iklim. Masyarakat Desa Terong secara swadaya mulai menanam 30 sampai 40 pohon sengon.
Kemudian, mereka kembali melaksanakan penanaman 4.500 pohon jati dan 1.600 pohon durian. Semua penanaman tersebut dilakukan bersama oleh 554 anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Jasema, di hutan rakyat seluas 312,32 hektare.
Hutan rakyat Desa Terong ini menggunakan sistem tebang butuh agar tetap terjaga kelestariannya. Penebangan dalam sistem tebang butuh sendiri, pada dasarnya tidak menjadi ancaman.
Hutan rakyat Desa Terong bertranformasi menjadi hutan rakyat sekaligus koperasi desa yang mempu menghidupi puluhan kepala keluarga di Desa Terong.
(Tifani)