Liputan6.com, Kolaka Utara - Aktivitas pertambangan nikel yang dilakukan oleh PT Citra Silika Mallawa di Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara menjadi sorotan banyak pihak. Betapa tidak, selain diduga melanggar luas lokasi lahan tambang nikel, perusahaan tambang itu juga disebut telah mati izinnya sejak 14 Maret 2021.Â
Berdasarkan data yang diterima Liputan6.com, izin usaha pertambangan (IUP) PT Citra Silika Mallawa sebenarnya hanya mencakup 20 hektare lahan tambang, namun pada kenyataannya perusahaan tambang yang telah beroperasi sejak belasan tahun silam itu menambang lahan seluas 475 hektare.
Â
Advertisement
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara sendiri sebenarnya telah melayangkan surat koreksi pendaftaran IUP PT Citra Silika Mallawa yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Mineral Batubara Kementerian ESDM. Namun surat dengan nomor 540/156 tertanggal 17 Februari 2022 itu mentah, dan PT Citra Silika Mallawa hingga kini masih beraktivitas dilahan tambang seluas 475 hektare.Â
"Bahwa luas IUP OP yang kami cantumkan seluas 475 Ha, padahal seharusnya adalah 20 Ha dan masa berlaku yang kami tetapkan selama 15 tahun hingga tanggal 14 maret 2026 padahal sebenarnya masa berlaku adalah 10 tahun hingga 14 Maret 2021," demikian dikutip dari surat permohonan koreksi tersebut.
Dalam surat permohonan koreksi itu, Dinas ESDM Pemprov Sultra juga telah menyertakan berbagai rujukan dugaan pemalsuan surat izin usaha pertambangan hingga putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Kendari yang menyatakan bahwa luas lahan izin tambang dan masa beralakunya juga salah dari surat yang dimiliki oleh PT Citra Silika Mallawa.Â
Sorotan dari Banyak Pihak
Pihak Kementerian ESDM yang tak kunjung menindak lanjuti permohonan koreksi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara itu pun menuai kecaman. Salah satunya dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kolaka Utara. Pada Senin 25 April 2022, HMI Cabang Kolaka Utara menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM.
Ketua Umum HMI Cabang Kolaka Utara, Rafsan Jani menyebut bahwa PT Citra Silika Mallawa diduga telah memalsukan dokumen IUP sehingga luas lahan tambang dan durasi lama menambang yang ia lakukan berubah drastis. Dia pun menduga Ditjen Minerba ada kongkalikong dengan pihak PT Citra Silika Mallawa.
"Sehubungan dengan aksi dan pengaduan kami tentang dugaan Pemalsuan Dokumen Izin Usaha Pertambangan yang dilakukan oleh PT Citra Silika Mallawa di Polres Kolaka Utara yang sampai saat ini belum ada kejelasan tindak lanjut dan juga beberapa surat permohonan koreksi Izin Usaha Pertambangan PT Citra Silika Mallawa oleh Bupati Kab Kolaka Utara dan Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara kepada Ditjen Minerba yang juga sampai saat ini belum ada respon atau perbaikan dari Dirtjen Minerba dan kami menduga ada bekingan dari Dirtjen Minerba," kata Rafsan Jani beberapa waktu lalu.
Rafsan Jani pun mendesak Ditjen Minerba untuk segera mengoreksi dan mencabut IUP PT Citra Silika Mallawa. Tak hanya itu, dia juga meminta pihak Kementerian ESDM untuk mencabut RKAB PT Citra Silika Mallawa tahun 2022 dimana dasar permohonannya diduga kuat menggunakan dokumen IUP palsu.
"Kami mendesak Ditjen Minerba untuk segera menghentikan aktivitas PT Citra Silika Mallawa yang diduga menggunakan Dokumen IUP Palsu dalam penambangan," tegasnya.
Advertisement
Klarifikasi Pihak Perusahaan
Terpisah, Direktur PT Citra Silika Mallawa, Samsu Alam mengaku bahwa seluruh IUP yang ia miliki adalah asli. Berkas izin tambang seluas 475 hektare itu pun sempat ia bawa saat Rapat Dengar Pendapat yang digelar Maret 2022 lalu.
"Kalau ada tudingan bahwa luas IUP kami palsukan, seperti yang dituduhkan orang ya tolong buktikan. Buktikan di meja hukum dan kami siap untuk berhadapan di mata hukum," kata Samsu Alam
Selain membawa semua dokumen mulai dari proses untuk penerbitannya hingga pada proses ijin untuk produksi, pihak PT Citra Silika Mallawa juga menghadirkan Kepala Desa Sulaho selaku perwakilan masyarakat yang bertanggung jawab terkait pembuatan jalan atas permintaanya itu dari Patoa sampai ke pemukiman warga di desa sulaho.
"Jalan yang kami buat itu nantinya akan menjadi milik masyarakat, pemerintah desa maupun Pemda," jelasnya.