Liputan6.com, Pekanbaru - Ketua Koperasi Sawit Makmur (Kopsa-M), Anthony Hamzah, dituntut 3 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kampar di Pengadilan Negeri Bangkinang. Jaksa menilainya terbukti menjadi dalang penyerangan barak karyawan PT Langgam Harmuni di Kecamatan Siak Hulu.
Pada Rabu malam, 18 Mei 2020, JPU Satrio Adi Wibowo menyatakan Anthony terbukti melanggar Pasal 368 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Advertisement
Baca Juga
Penasihat Hukum Anthony Hamzah, Samaratul Fuad, menyatakan tuntutan JPU tidak berdasar. Dia menyebut JPU terlalu bernafsu untuk menghukum terdakwa.
"Jaksa mengabaikan fakta-fakta persidangan yang menunjukkan Anthony Hamzah tidak terlibat dalam perkara yang dituduhkan," kata Fuad, Jum'at petang, 20 Mei 2022.
Sebelum tuntutan dibacakan, Fuad menyebut sidang ditunda beberapa kali karena permintaan JPU. Sidang yang seharus digelar pada 17 Mei 2022, ditunda sampai 18 Mei 2022.
"Itupun jadwalnya petang ditunda hingga malam hari, kasus ini sarat kriminalisasi," tegas Fuad.
Menurut Fuad, menunda-nunda pembacaan tuntutan dengan dalih dokumen tuntutan belum siap bertentangan dengan komitmen Jaksa Agung.
"Jaksa Agung sudah menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi jaksa untuk menunda agenda sidang pembacaan tuntutan apabila jaksa tersebut bekerja profesional dan Jaksa Agung siap mengevaluasi jaksa yang bertindak demikian," jelas Fuad.
Â
Â
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Perbuatan Tercela
Fuad menduga penundaan ini mengindikasikan adanya perbuatan tercela. Apalagi dengan bobot kasus yang sedari awal sudah penuh dengan kriminalisasi serta tindakan aparat yang kuat dugaan bertindak tidak profesional dan penuh pelanggaran kode etik.
"Karena berhubungan dengan perusahaan ilegal, PT Langgam Harmuni atas tindakan penyerobotan hak-hak 997 petani Kopsa-M secara melawan hukum," terang Fuad.
Waktu 6 hari yang sediakan untuk penyiapan berkas tuntutan, tambah Fuad, tentu sangat cukup sekali. Ditambah dengan JPU yang dibantu oleh tim jaksa yang lebih dari lima orang.
Tindakan ini dinilai Fuad memperlihatkan JPU tidak profesional dalam memenuhi kesepakatan-kesepakatan yang telah diputuskan di persidangan bahkan terkesan menyepelekan.
Terhadap tuntutan JPU sendiri, Fuad menyebut tuntutan 3 tahun tidak berdasarkan hukum karena ketentuan Pasal 368 KUHP hanya mengatur ancaman hukum maksimal 9 bulan. Dengan demikian tuntutan jaksa dinilai melebihi dari ketentuan hukum.
Oleh karena itu, Fuad menduga ada hasrat JPU untuk menghukum terdakwa terlalu berlebihan karena tuntutannya tidak sesuai dengan ancaman hukum yang diatur dalam pasal 368.
"Kemudian dapat juga diduga sepertinya ada intervensi dari pihak-pihak tertentu untuk bisa menghukum terdakwa dengan masa hukuman yang lama, seperti ada sakit hati atau dendam terhadap terdakwa," terang Fuad.
Advertisement
Siapkan Pembelaan
Di sisi lain, Fuad menilai JPU terkesan hanya mengambil keterangan saksi atau ahli yang hanya sesuai dengan hasrat untuk menghukum terdakwa.
"Sidang pembelaan akan digelar pada 23 Mei, kami sudah siap dengan dasar-dasar yang dirumuskan," tegas Fuad.
Sebelumnya, Kasi Intelijen Kejari Kampar Silfanus Manulang menyatakan apa yang dibacakan JPU sudah berdasarkan fakta persidangan.
Silfanus menyebut tuntutan berdasarkan keterangan saksi, fakta hukum, analis yuridis dan pertimbangan lainnya. Di antaranya pertimbangan meringankan dan memberatkan.
"Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa menyebabkan kerugian materil, menimbulkan ketakutan, serta terdakwa yang seorang dosen tidak memberikan contoh yang baik," ujar Silfanus.