Liputan6.com, Balikpapan - Persoalan sampah plastik di Indonesia angat mengkhawatirkan. Catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut, volume sampah telah menembus angka 68,5 juta ton pada 2021. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dibanding data 10 tahun sebelumnya. Dari total jumlah sampah tersebut 17 persennya merupakan sampah plastik atau sekitar 11,6 juta ton.
“Kalau dulu mayoritas organik hampir 60 persen, sekarang turun sekitar 50 persen,” kata Juru Kampanye Perkotaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional Ghofar, akhir pekan kemarin.
Baca Juga
Bahkan, ironisnya sampah plastik ini sebagian berakhir di laut, sehingga dikhawatirkan polutan mencemari habitat lingkungan dan berujung pada kesehatan manusia. Dari sejumlah penelitian mikroplastik yang termakan ikan, yang kemudian ikan tersebut dikonsumsi manusia ditemukan berada dalam darah dan paru-paru manusia.
Advertisement
Salah satu cara pemerintah dalam mengatasi persoalan lingkungan ini dengan menerbitkan kebijakan Peraturan Menteri (Permen) melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Di mana aturan tersebut untuk mendorong dunia usaha agar lebih aktif dalam mengatasi persoalan lingkungan yang disebabkan oleh sampah plastik.
“Permen tersebut mengatur ketentuan bagi perusahaan, termasuk produsen air minum dalam kemasan (AMDK) dalam pengelolaan kemasan plastik. Tujuan utamanya adalah mengurangi volume sampah plastik pada 2029 mendatang hingga 30 persen,” papar Ghofar.
Menurutnya, penggunaan permen tersebut cukup positif untuk mengatasi persoalan lingkungan. Namun, di sisi lain penerapan permen tersebut tidak secara spesifik mengatur para produsen plastik. Di mana fokusnya mengatur tiga kegiatan usaha, yakni manufaktur, jasa makanan dan minuman, serta industri ritel.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sampah Plastik Belum Teratasi
Sejumlah tipe plastik ditemukan dalam data produksi plastik nasional 2021. Tipe plastik itu yakni jenis PP (polypropylene), PET (polyethylene terephthalate), dan PC (polycarbonate), yang sebagian besar berasal dari produk AMDK. Polusi sampah plastik AMDK juga masih jadi krisis yang belum teratasi di Indonesia.
Melansir data Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) dan lembaga riset AC Nielsen, produk AMDK menyumbang 328.117 ton dari 11,6 juta ton sampah plastik sepanjang tahun 2021.
Data yang sama menunjukkan plastik jenis PP (polypropylene), yang biasa ditemukan pada air mineral kemasan gelas (cup), menyumbang produksi sampah sebanyak 66.170 ton dari total timbulan sampah plastik nasional. Sejumlah 6.769 ton di antaranya berasal dari limbah produk salah satu merek AMDK multinasional ternama.
Sedangkan untuk tipe plastik PET (polyethylene terephthalate) pada botol air minum kemasan sekali pakai, laporan mencatat sampah mencapai 163.114 ton dari semua merek AMDK. Sebanyak 51.548 ton atau sekitar sepertiga dari total timbulan tersebut berasal dari merek produsen AMDK multinasional. Sementara 5.439 ton dari keseluruhannya merupakan timbulan sampah air kemasan galon PET.
Selain itu, sampah AMDK berbahan PC (polycarbonate) menyumbang sebanyak 99.013 ton dari timbulan sampah plastik AMDK nasional. Salah satu produsen galon guna ulang multinasional menyumbang sebanyak 38.530 ton, atau lebih dari 10 persen dari total timbulan sampah plastik AMDK nasional 2021.
Untuk informasi, plastik jenis PC atau polikarbonat berpotensi mengancam kesehatan karena mengadung BPA (bisfenol A). Bahkan, saat ini, pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menyusun peraturan pelabelan kemasan produk AMDK yang mengandung BPA.
Diketahui, beberapa penelitian telah membuktikan dampak buruk migrasi BPA bagi kesehatan manusia, termasuk mengganggu perkembangan otak, berkontribusi pada perkembangan sel kanker, dan gangguan endokrin dan metabolik seperti diabetes melitus.
Advertisement
Penyumbang Sampah Plastik Terbesar
Ada tiga jenis perusahaan yang berperan besar terhadap produksi sampah plastik dari waktu ke waktu. Tiga jenis perusahaan tersebut yakni, manufaktur, jasa makanan dan minuman, serta industri ritel.
Bahkan, untuk mengantisipasi itu pemerintah meminta perusahaan ini untuk menyetor rencana aksi program selama 2019 sampai 2030. “Perencanaan selama 10 tahun ke depan bagaimana, kemasan yang daur ulang diapakan dan sebagainya,” sebut Ghofar.
Para produsen penghasil kemasan plastik dianggap paling tepat untuk mengampanyekan pengurangan sampah plastik ke masyarakat. Karenanya, mereka memiliki peran dalam mempromosikan rencana pengurangan sampah secara konkret dan menjadi ujung tombak dalam pengurangan sampah plastik, khususnya kemasan-kemasan produk yang dihasilkan.
“Perusahaan-perusahaan dari tiga industri tersebut memiliki kewajiban untuk segera menyiapkan rencana transisi sebelum 2030. Mereka ini kan subjek rencana pengurangan tadi. Idealnya patuh submit peta jalan dan menjadi kewajiban," terangnya.
Sejauh ini sambung Ghofar, proyek pengelolaan sampah di masing-masing produsen belum berjalan maksimal di lapangan. Meskipun kepada publik, mereka selalu menekankan sudah memiliki proyek pilot dalam pengelolaan sampah plastik.
"Mereka juga harus mempertimbangkan planet dan tiga prinsip sustainable development, yang berbicara lingkungan, people, dan terakhir soal profit," tegasnya.
Kontribusi perusahaan dinilai penting dalam kolaborasi multi pihak pengelolaan sampah plastik, tak terkecuali sampah plastik AMDK. Terlebih, masyarakat menganggap peranan perusahaan dalam mengurangi volume sampah plastik cukup signifikan.
NGO Internasional, Greenpeace Indonesia mempublikasi hasil survei tahun 2021: Bumi Tanpa Plastik tentang Perspektif dan Tuntutan Publik Terhadap Tanggung Jawab Korporasi Dalam Krisis Pencemaran Plastik di Indonesia. Organisasi lingkungan secara tegas menyatakan, sebanyak 55 persen responden percaya bahwa perusahaan memiliki peran yang strategis dalam mengurangi volume sampah plastik.
Produsen dapat mengambil langkah seperti membatasi penggunaan kemasan plastik sekali pakai dalam produk AMDK, serta melakukan transisi pengemasan produk lewat model pengiriman alternatif.
Dari data hasil survei yang sama, 22 persen responden mengatakan pemerintah seharusnya berperan besar dengan membuat regulasi yang untuk melarang perusahaan menggunakan kemasan plastik sekali pakai.
Dalam situs Greenpeace Indonesia, Juru bicara mereka Muharram Atha Rasyadi menyatakan, publik melihat peraturan pemerintah bisa mendorong perusahaan untuk mulai melakukan transisi pengemasan produknya menuju model pengiriman alternatif.
Rekomendasi di atas perlu menjadi sebuah pertimbangan, mengingat implementasi Permen LHK No 75 Tahun 2019 mengenai Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen belum efektif mendorong produsen atau perusahaan, terutama produsen plastik, untuk mengurangi problem sampah plastik di Indonesia.
Karena itu, diperlukan penguatan regulasi disertai dukungan perusahaan dan produsen plastik untuk berperan mewujudkan pengelolaan sampah plastik yang efektif di Indonesia.