Sukses

Cerita Peternak Sapi Perah Kuningan Jawa Barat Rugi Imbas Wabah PMK

Ada enam ekor sapi di kandang milik Dadi yang saat ini masih dalam masa karantina imbas wabah PMK

Liputan6.com, Kuningan Dadi Kurniadi tak patah arang merawat enam ekor sapi perahnya agar sembuh dari Penyakit Mulut dan Kuku Hewan (PMK). 

Dadi merupakan salah satu dari peternak yang hewan sapinya terinfeksi wabah PMK di kawasan Blok Cigeureung Kelurahan Cigugur Kabupaten Kuningan Jawa Barat.

Ada enam ekor sapi di kandang milik Dadi yang saat ini masih dalam masa karantina imbas wabah PMK. 

"Di wilayah kami juga sudah lockdown dari aktivitas keluar masuk sapi. Sudah 10 hari sapi saya dikarantina," ujar Dadi, Sabtu (28/5/2022).

Dia mengaku, sebagian besar warga di wilayah Blok Cigeureung menggantungkan hidupnya dari beternak sapi perah. Susu hasil perahan sapi warga dijual ke koperasi.

Namun, sejak terkena PMK, produksi sapi perah milik Dadi menurun drastis. Dari enam sapi yang dimilikinya, dua ekor dianggap produktif dan menghasilkan 22 liter sapi.

"Tiap hari normalnya untuk dua ekor saja 22 liter dijual ke koperasi Rp6.000 per liter," sebutnya.

Namun, sejak terkena PMK, produksi susu pada sapi milik Dadi menurun hanya 2 liter per hari. Itupun, kata dia, hasil perahan terpaksa tidak dijual ke koperasi.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 3 halaman

Rugi Puluhan Juta

Hasil perahan dua liter susu tersebut diberikan kepada anak sapi yang usianya masih kecil. Bahkan, kata dia, belakangan dua ekor sapi yang produktif itu tidak lagi menghasilkan susu.

"Sudah tiga hari ini tidak jual ke koperasi kalaupun ada untuk anak sapi. Sementara tiap haris harus beli pakan untuk sapi berharap bisa menghasilkan susu," ujar dia.

Namun demikian, Dadi mengaku kondisi sapi milinya perlahan mulai membaik. Sejak tim medis dokter hewan dari koperasi berkeliling memantau dan memberi obat.

Dadi mengaku, kerap merugi hingga puluhan juta sejak sapi nya terkena wabah PMK. Normalnya, satu hari Dadi mendapat Rp3 juta dari hasil penjualan susu sapi.

"Kerugian sekitar Rp30 juta ada karena sapi saya tidak keluar susu dan saya tidak setor ke koperasi selama masa karantina 10 hari," katanya.

Dadi berharap, pemerintah terus berupaya membantu menangani wabah PMK yang menghantui para peternak sapi perah di Blok Cigeureung ini. 

"Jangan sampai sapi saya dipotong paksa karena rugi besar nantinya," harap dia.

 

3 dari 3 halaman

Potong Paksa

Salah seorang peternak sapi lain di blok yang sama Teguh Prasetyo mengatakan ratusan sapi perah yang terindikasi PMK masih terus diberi pengobatan dan dalam tahap penyembuhan.

Dia mengaku, warga blok menggantungkan hidupnya dari sapi perah. Jika susu tidak keluar dari sapi yang dipelihara, maka tetap ada beban ke pakan.

"Walaupun karantina sapi kan tetap harus diberi pakan dan itu pakai uang," katanya.

Dia menjelaskan, peternak dianggap rugi besar jika sapinya harus dipotong paksa akibat PMK. Sebab, nilai jual di bawah Rp10 juta dari hasil potong sapi itu.

Sementara, untuk membeli satu ekor sapi perah yang siap produksi rata-rata sekitar Rp22 juta. Dia menjelaskan, jual beli sapi perah dan potong berbeda. 

"Dagingnya sudah otomatis dijual oleh pejagal dan ada yang menampung. Tapi peternak yang rugi maka dari itu kami memutuskan lockdown dari 21 Mei 2022 dan Alhamdulillah lalu lintas sapi terkontrol tidak ada yang keluar masuk," katanya.

Para peternak berharap pemerintah turut berperan aktif menangani wabah PMK yang mengkhawatirkan peternak sapi perah di Blok Cigeureung Kabupaten Kuningan ini. 

"Kami juga berharap pemerintah bisa beri ganti rugi kepada peternak yang sapi nya harus dipotong paksa akibat PMK," ujar Teguh.