Liputan6.com, Pekanbaru - Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir (Kejari Inhil) merespon dengan cepat perintah Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait Rumah Restorative Justice. Kini, daerah dengan sebutan Negeri Seribu Parit itu sudah punya rumah dimaksud, tepatnya di Desa Pulau Palas, Kecamatan Tembilahan Hulu.
Peresmian Rumah Restorative Justice pada Senin siang ini, 30 Mei 2022, dilakukan Kepala Kejari Inhil Rini Triningsih. Turut hadir Bupati HM Wardan, tamu undangan lainnya dan Kepala Seksi Pidana Umum Budi Darmawan.
Advertisement
Baca Juga
Rini menjelaskan, Rumah Restorative Justice bertujuan memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat yang berhadapan dengan hukum. Khususnya bagi rakyat kecil yang selalu merasa tidak mendapatkan keadilan ketika berhadapan dengan hukum.
Tidak hanya itu, Rumah Restorative Justice juga bisa menjadi tempat bagi tokoh masyarakat untuk berkumpul dan berembuk tentang tindak pidana.
"Membahas apa yang terjadi dan menentukan langkah-langkah yang diperlukan memperbaiki kerusakan akibat suatu tindak pidana," kata Rini didampingi Budi.
Dalam pertemuan tersebut, tambah Rini, jaksa di Kejari Inhil selaku fasilitator akan membantu menyelesaikan permasalahan antara pihak korban dengan pihak tersangka tersangka.
"Jaksa berusaha memberikan alternatif dalam penyelesaian suatu tindak pidana dengan berupaya menekankan kepada nilai keseimbangan, keselarasan, harmonisasi, kedamaian, ketenteraman, persamaan persaudaraan, dan kekeluargaan dalam masyarakat," ujar Rini.
Rini menegaskan, yang paling utama dalam Rumah Restorative Justice Kejari Inhil adalah upaya perdamaian antara kedua belah pihak. Korban dan tersangka tindak pidana akan duduk bersama dengan sejumlah pihak.
"Tujuannya mencari jalan keadilan tanpa merugikan salah satu pihak," kata Rini.
Â
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Apresiasi Pemkab
Bupati Inhil HM Wardan mengaku bahagia dan mengapresiasi Kejari Inhil karena telah mendirikannya Rumah Restorative Justice. Dia berharap fasilitas ini dapat menjadi pembelajaran hukum kepada masyarakat.
"Ini sangat penting, kami sangat mendukung program yang diinisiasi Kejaksaan Republik Indonesia," ucap Wardan.
Sebagai informasi, Jaksa Agung ST Burhanuddin membuat rumah keadilan restoratif agar masyarakat bisa merasakan bahwa penegakan hukum tajam ke atas dan humanis ke bawah. Nantinya, rumah dimaksud memudahkan koordinasi dalam penyelesaian perkara di luar peradilan.
Keadilan restoratif bisa diterapkan jaksa dengan menghentikan penuntutan jika perkara dinilai lebih layak diselesaikan di luar jalur peradilan. Hal ini berpedoman pada Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Ada tiga syarat prinsip keadilan restoratif bisa ditempuh yaitu pelaku baru pertama kali melakukan pidana, ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun serta nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp2.500.000.
Namun ada pengecualian jika kerugian melebihi Rp2.500.000, tapi ancaman tidak lebih dari 2 tahun, ancaman pidana lebih dari 5 tahun asal kerugian tidak melebihi Rp2.500.000 serta kepentingan korban terpenuhi dan ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun.
Adapun lima perkara yang tidak bisa dihentikan penuntutannya dalam penerapan keadilan restoratif, yaitu pertama tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat presiden dan wakil presiden, mengganggu ketertiban umum dan kesusilaan. Kedua, tindak pidana yang diancam dengan pidana minimal. Ketiga, tindak pidana peredaran narkotika, lingkungan hidup dan korporasi.
Advertisement