Sukses

Nasib Pilu Masyarakat di Bantaran Danau Limboto Menanti Ganti Rugi Lahan

Pembayaran ganti rugi itu sudah dinantikan warga selama kurang lebih 8 tahun, sebab pembebasan lahan itu dimulai dari tahun 2014 silam.

Liputan6.com, Gorontalo - Ratusan warga yang tinggal di bantaran Danau Limboto hingga kini masih belum menerima kejelasan terkait nasib tempat tinggal mereka yang menjadi lokasi Proyek Strategis Nasional (PSN) revitalisasi Danau Limboto, Provinsi Gorontalo.

Sebab, mereka belum menerima ganti rugi lahan akibat dampak proyek tersebut. Bahkan, pembayaran ganti rugi itu sudah dinantikan warga selama kurang lebih 8 tahun, diperkirakan, pembebasan lahan itu dimulai dari tahun 2014 silam.

Proses pengerjaan revitalisasi danau itu, saat ini baru mencapai sekitar 70 persen sejak tahun 2012. Kendala utama yang dihadapi megaproyek itu yakni soal pembebasan lahan.

Selain berdampak pada proses pembangunan, pembebasan lahan ini juga berdampak pada kejelasan pembayaran lahan warga yang hanya menjadi angan-angan dan mimpi buruk belaka. Bertahun-tahun mereka menunggu, akan tetapi proses ganti rugi lahan tak kunjung dibayarkan.

Pemicunya adalah, adanya dugaan perbedaan data luasan danau antara Balai Wilayah Sungai (BWS) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Data yang dimiliki BWS saat ini, bahwa sebagian besar bantaran danau itu masih wilayah luasan danau dan tidak bisa dibayarkan.

Perbedaan data itulah yang menjadi pemicu terhambatnnya pembayaran ganti rugi lahan lahan warga. Sementara, sebagian warga yang tinggal di bantaran Danau Limboto sebagian memiliki sertifikat tanah dari BPN dan alas hak kepemilikan.

Tidak hanya itu, warga yang memiliki sertifikat, tersebut setiap tahun membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Hal itu menguatkan mereka, jika lahan tersebut sudah ditempati selama bertahun-tahun.

Simak juga video pilihan berikut:

2 dari 3 halaman

Harapan Warga

Seperti yang dikatakan Ratna Hasan, warga Desa Tabumela ini mengaku, jika saat ini mereka belum menerima informasi kejelasan ganti rugi lahan akibat PSN tersebut. Menurutnya, jika kabar pembayaran ganti rugi lahan hanya sebatas angin segar yang berlalu begitu saja.

"Sampai sekarang tidak ada kejelasan. pemukiman kami sudah berapa kali ditetapkan sebagai lokasi dan hanya sampai di situ, setelahnya kami tunggu tidak ada," kata Hasna.

"Kami kerap kali menerima informasi akan dibayar, tapi kenyataanya bertahun-tahun tidak ada," ungkapnya.

Menurut Hasna, tidak mungkin permukiman mereka merupakan kawasan danau yang tidak bisa dibayarkan. Sebab, mereka memiliki beberapa bukti atas kepemilikan tanah yang sudah mereka tinggali selama ini.

"Kami punya alas hak seperti surat jual beli dan sertifikat. Bahkan, kami setiap tahun bayar pajak, kok nanti setelah ada proyek ini diklaim sebagai areal danau," katanya.

Senada yang dikatakan Yusuf Hasan, menurutnya jika dirinya meminta kepada pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Ia mengaku, sudah cukup lama harapan ini dinantikan oleh warga yang terkena dampak revitalisasi Danau Limboto.

"Kami warga di sini sudah lama mengharapkan pembayaran ganti rugi lahan. Pemerintah hanya bilang ketika lahan akan dibayar segera keluar dari situ, tapi sampai dengan saat ini tidak ada," kata Yusuf.

"Kalau pun sudah dibayarkan, pasti kami akan keluar dari wilayah itu. Karena mau pindah juga butuh uang untuk membangun rumah baru," imbuhnya.

Dirinya berharap, persoalan perbedaan data antara BPN dan BWS segera terselesaikan. Agar persoalan ini tidak berlarut-larut dan mereka tidak akan menjadi korban harapan palsu soal ganti rugi lahan tersebut.

"Intinya harapan kami lahan ini bisa terbayarkan, proyek bisa berjalan sesuai progres dan kami pun tidak dirugikan," ungkapnya.

3 dari 3 halaman

Tanggapan Balai Sungai

Sementara itu, pihak BWS, Wempi Waroka yang juga sebagai PPK Danau Limboto mengatakan, jika proyek ini merupakan salah satu program nasional penyelamatan 15 danau yang ada di indonesia. Danau Limboto sendiri masuk di dalamnya untuk diselamatkan.

“Danau Limboto mengalami degradasi dari sisi luasan danau hingga pendangkalan akibat sedimentasi," kata Wempi.

Menurutnya, jika Danau Limboto menduduki urutan pertama soal degradasi dan krisis yang mengakibatkan danau itu mengalami penyusutan. Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1932, luasan danau limboto berada pada 7.000 hektar dengan kedalaman 32 meter hingga 50 meter.

Saat ini, kata Wempi, Danau Limboto mengalami penyusutan yang begitu signifikan. Luasan Danau Limboto saat ini tinggal 3.340 hektare dengan kedalaman 2,5 meter.

"Nah luasan danau yang berkurang itulah yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat di seluruh keliling danau," ungkapnya.

"Baik untuk pertanian, persawahan hingga masyarakat ada yang membangun pemukiman dan wilayah itu sudah ada kepemilikan," tuturnya.

Terkait persoalan yang dihadapi saat ini, tutur Wempi, mereka sudah melakukan rapat dengan pihak terkait yang dipimpin langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hasilnya, dalam waktu dekat akan dilakukan pendataan lagi sempadan danau yang dikuasai.

"Sehingga tidak ada lagi kesimpangsiuran data yang berbeda. Dengan data ini mudah-mudahan menjadi pegangan bersama," ia menandaskan.