Sukses

Melihat Upaya Mitigasi Bencana Longsor di Perbukitan Tepian Sungai Mahakam

Beberapa kawasan di tepi Sungai Mahakam merupakan kawasan padat penduduk dengan ancaman bencana longsor yang perlu segera dilakukan mitigasi bencana.

Liputan6.com, Samarinda - Beberapa kawasan di Tepian Sungai Mahakam di Kota Samarinda memiliki kontur perbukitan. Ujung bukit bahkan langsung menyentuh perairan sungai yang membelah ibu kota Provinsi Kalimantan Timur itu.

Ada ancaman bencana longsor karena kawasan perbukitan itu juga merupakan pemukiman padat penduduk. Misalnya di Kelurahan Selili, Kecamatan Samarinda Ilir.

Kepala Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT) Ir Fajar Alam menjelaskan, Selili memiliki kelerengan bukit di atas 45 derajat yang secara normal memang berpotensi longsor. Kondisi ini makin mengkhawatirkan karena Selili adalah wilayah yang pernah terlipat kemudian patah.

“Banyak rekah pada batuan yang kemudian dilewati air dan lempung, dapat menjadi bidang gelincir pada kondisi tertentu,” kata Fajar, Rabu (8/6/2022).

Fajar merinci, perubahan bahan hunian masyarakat dari bahan kayu menjadi bahan bata semen, menambah beban lereng sehingga meningkatkan risiko gerakan tanah. Ditambah lagi aliran air dari paritan pemukiman di lereng-lereng yang dianggap masih kurang kapasitas volumenya.

“Air banyak masuk ke rekahan tanah dan batuan di lereng, sebagai media gelincir,” sambungnya.

Fajar menyarankan pemasangan papan info di lokasi yang pernah terjadi bencana longsor. Tujuannya sebagai pengingat dan peringatan bagi masyarakat sekitar yang silih berganti menghuni kawasan dan generasi berikutnya.

“Bagian dari langkah kesiapsiagaan bencana,” kata Fajar.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 4 halaman

Mitigasi Bencana

UMKT kemudian berupaya melakukan mitigasi risiko bencana di kawasan-kawasan yang dianggap rentan terjadi bencana. Salah satunya di Kelurahan Selili.

Bertempat di aula Kelurahan Selili, UMKT menuntaskan program pengabdian kepada masyarakat yang menyasar kawasan rawan bencana longsor dalam bentuk sosialisasi kebencanaan. Program ini dimulai sejak Akhir Maret 2022 dengan melakukan penelitian di kawasan Selili kemudian berakhir pada 7 Juni 2022 lalu.

Kelurahan Selili dipilih karena sejak lama menjadi perhatian pemerintah Kota Samarinda sebagai kawasan yang berpotensi longsor cukup besar.

“Indonesia adalah super market bencana,” kata Fajar mengawali diskusi.

Lurah Selili, Ketua RT, dan perwakilan masyarakat setempat hadir dalam sosialisasi program tersebut.

Lurah Selili Dedy Irawan pun tak menampik ancaman bencana itu. Menurutnya, sebagaimana dijelaskan pemerintah Pemkot Samarinda melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda, ada pada jalur patahan. Jalur patahan ini memanjang dari Kecamatan Palaran di selatan Sungai Mahakam, hingga ke arah Marangkayu, Kutai Kartanegara. 

“Ada beberapa kejadian longsor disebut, juga ada kejadian banjir di wilayah RT yang dekat dengan sungai. Sebagian warga RT 17 bahkan telah pindah karena arahan dari pemerintah setempat perihal kejadian longsor,” kata Deddy.

3 dari 4 halaman

Memahami Kerawanan

Ir Fajar Alam menjelaskan, sebagai bagian dari wilayah Indonesia yang memiliki kerawanan bencana, di Pulau Kalimantan kebencanaan umumnya pada banjir dan longsor. Di Kalimantan Timur, sebutnya, wilayah tertentu akan lebih berpotensi bencana tertentu ketimbang wilayah lainnya.

“Ini yang harus dipahami masyarakat, sehingga tidak mudah menganggap bahwa bencana yang melanda adalah senantiasa akibat hukuman Tuhan atas dosa-dosa masyarakat di wilayah tersebut. Memahami kondisi alam, menjadi hal utama,” kata Fajar.

UMKT dalam program pengabdian masyarakat memberikan beberapa saran pengurangan risiko longsor. Fajar menyebutkan seperti mencegah masuknya air permukaan ke dalam area longsoran dengan cara membuat saluran terbuka, menutup rekahan dengan tanah liat, membuat bronjong ataupun karung yang berisi tanah pada kaki longsoran, hingga pelandaian lereng.

Di sisi lain, UMKT juga memaparkan kewaspadaan risiko penyakit saat bencana terjadi. Kewaspadaan risiko ini juga perlu untuk kesiapsiagaan jika bencana benar-benar terjadi.

UMKT pun menghadirkan Ns Annaas Budi Setyawan yang merupakan pengajar di Fakultas Ilmu Keperawatan. Annaas memaparkan hal-hal yang harus diwaspadai terkait keberadaan penyakit yang melanda kawasan yang terkena musibah bencana, utamanya di pengungsian.

“Penyakit yang dipaparkan meliputi diare, demam berdarah, leptospirois, infeksi saluran pernafasan akut, kulit, tifus,” papar Annaas.

Dia menyebut, Keterbatasan sanitasi, kesinambungan air bersih pada kawasan bencana, berhimpitnya anggota masyarakat pengungsi di tempat terbatas, menyebabkan sumber-sumber penyakit bermunculan. Air kencing tikus, ulas Annaas, kadangkala larut bersama air banjir dan kontak kulit dengan anggota masyarakat di kawasan banjir.

“Hal ini dapat menimbulkan keluhan panas tiba-tiba, sakit kepala hingga menggigil,” sambungnya.

4 dari 4 halaman

Mengubah Perilaku Masyarakat

Program pengabdian kepada masyarakat yang menyasar kawasan rawan bencana longsor ini memang ingin mengajak masyarakat untuk selalu waspada dengan bencana di sekitar tempat tinggalnya. warga pun meminta saran agar kawasan Selili lebih aman dari bencana longsor dan bencana lainnya.

Fajar menjelaskan, selain faktor-faktor teknis, peningkatan volume saluran air dapat dilakukan dengan membongkar sebagian jalan akses penduduk di lereng menjadi saluran air lalu diberikan tutup sehingga lebar jalan akses tidak berubah. Saran lainnya yakni meningkatkan hubungan silaturahmi antar tetangga, sehingga pola kebiasaan tetangga, siapa yang biasa berada di rumah pada jam tertentu dipahami.

“Di mana anggota keluarga yang difabel atau anak-anak yang perlu bantuan segera ketika terjadi bencana,” kata Fajar.

Keberadaan alat pemadam api ringan di tiap rumah juga disarankan, tambahnya, agar ketika terjadi bencana kebakaran, bisa dengan cepat memberikan tindakan awal penyemprotan. Perubahan perilaku masyarakat pada penggunaan barang elektronik pada sambungan listrik non standar juga dinilai meningkatkan risiko kebakaran.

“Pemeriksaan berkala instalasi kabel atau penggantian diameter kabel utama bagi rumah-rumah hunian lama juga disarankan,” pungkas Fajar.