Sukses

Aktivis Lingkungan Sebut Proyek Tol Soreang-Ciwidey-Pangalengan Rusak Habitat Satwa Liar

Aktivis lingkungan dan mahasiswa di Bandung menolak rencana pembangunan Tol Pangalengan-Soreang-Ciwidey yang dianggap berpotensi merusak lingkungan.

Liputan6.com, Bandung - Rencana pembangunan jalan tol Soreang-Ciwidey-Pangalengan mendapat penolakan dari sejumlah mahasiswa dan aktivis lingkungan di Bandung. Proyek infrastruktur itu dikhawatirkan bakal mengubah dan merusak bentang kawasan. Rencana tersebut juga dinilai tak jelas juntrungan.

Juru bicara Koalisi Rakyat Budaya dan Lingkungan Kabupaten Bandung, Wahyudin mengatakan, pembangunan jalan tol bisa mengancam habitat satwa liar, merusak jalur lintas macan tutul dan surili.

"Tidak menutup kemungkinan mengenai kawasan cagar alam. Ketika kawasan berubah fungsi yang akan terjadi adalah degradasi daya dukung dan tampung lingkungan, juga berdampak pada habitat liar," kata Wahyudin yang juga menjabat Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jabar ditemui Liputan6.com di Soreang, Kabupaten Bandung, Kamis, 9 Juni 2022.

Di samping itu, pembangunan infrastruktur berpotensi membuat daerah tangkapan air menyusut. Secara umum, semakin memperparah kondisi kerusakan alam yang terjadi di Kabupaten Bandung, pada gilirannya turut berperan pada perubahan iklim.

"Jika itu dilakukan akan berpengaruh pada daya dukung dan daya tampung lingkungan yang ada, beban kerusakan lingkungan yang terjadi di Kabupaten Bandung itu sudah sangat tinggi oleh izin tambang, izin pariwisata, izin perumahan, izin mall atau apartemen, dan lannya," katanya.

Setiap rencana pembangunan infrastruktur yang hanya didorong untuk pertumbuhan ekonomi tapi tidak benar-benar mempertimbangkan kelestarian lingkungan, kata Wahyudin, akan berdampak buruk pada kawasan.

"Kami juga mengecek di dokumen RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan RPJMD (Rencana Pembagian Jangka Menengah Daerah) tidak ada rencana pembangunan jalan tol," katanya.

"Terus kami juga mengecek di PSN (Proyek Strategi Nasional) juga tidak ada. Yang kami temukan rencana tersebut ada di Pemerintah Provinsi dan itu bukan ke Pangalengan tapi ke Cidaun, jadi Soreang-Ciwidey-Cidaun. Karena itu maka kami heran," katanya.

Mereka juga mengkritisi program Citarum Harum. Sejauh ini, program tersebut belum sepenuhnya berhasil mengentaskan sejumlah persoalan, seperti pencemaran air sungai oleh kegiatan industri, limbah parasetamol, serta sampah domestik.

Menurut Wahyudin, pencemaran masih kerap ditemukan seperti di Sungai Cikijing, anak sungai yang bermuara ke Citarum, juga di Majalaya, Kabupaten Bandung, hingga Karawang dan Bekasi.

Secara umum, dari 12 proyek prioritas program Citarum Harum, ada empat poin yang mereka soroti yakni pengelolaan sampah, pencemaran, pemulihan lahan kritis dan transparansi anggaran.

"Persoalan lahan kritis juga masih tinggi. Pemerintah atau program Citarum Harum ini kurang fokus pada rehabilitasi atau reboisasi di kawasan kritis tapi fokus ke sungainya saja. Menurut kami itu tidak tepat," katanya.

 

2 dari 2 halaman

Enam Tuntutan

Koalisi Rakyat Budaya dan Lingkungan Kabupaten Bandung menyuarakan enam tuntutan yang disampaikan lewat aksi damai di depan kantor Pemkab Bandung, Soreang, Kabupaten Bandung, Kamis, 9 Juni 2022.

Diikuti gabungan mahasiswa dan aktivis lingkungan dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Beberapa mahasiswa di ketahui berasal dari kampus yang ada di Bandung Raya, seperti ITB, UPI, Universitas Kebangsaan, Polban, dan lainnya. Massa aksi sekitar 20-30 orang.

Adapun, enam tuntutan secara lengkap ialah, pertama, Bupati Bandung diminta segera bersikap untuk menyelamatkan Kawasan Bandung Selatan (KBS) di antaranya mengeluarkan Perda Penyelematan KBS.

Kedua, mendesak agar proyek-proyek infrastruktur yang mengalihfungsikan lahan segera dibatalkan, termasuk rencana pembangunan jalan tol Pangalengan-Ciwidey-Soreang.

Ketiga, menolak Keputusan Menteri LHK Nomor 25/2018 tentang penurunan status cagar alam Kamojang dan Papandayan. Serta meminta pemerintah untuk membuat penguatan fungsi kawasan melalui penetapan perluasan kawasan cagar alam baru.

Keempat, pemerintah dituntut transparan mengenai revisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah. Kelima, mendesak segera dilakukan evaluasi program Citarum Harum, serta menghentikan pembiayaan program yang bersumber dari utang.

Keenam, Pemerintah Kabupaten Bandung harus segera melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.