Liputan6.com, Makassar - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Makassar memvonis 13 terdakwa dalam perkara dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua (RS Batua) Makassar, Kamis 16 Juni 2022.
Total 13 orang terdakwa masing-masing mendapatkan pemangkasan hukuman badan, kewajiban bayar denda hingga pembebanan uang pengganti kepada dua orang terdakwa pun turut dipangkas.
Baca Juga
Terdakwa Andi Naisyah Tunur Ania selaku Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar yang diketahui bertindak sebagai Pengguna Anggaran (PA) dalam proyek pembangunan RS Batua Makassar, Sri Rimayani yang diketahui berperan sebagai Kuasa Penggunaan Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat pembuat Komitmen (PPK), Muhammad Alwi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) serta Hamsaruddin, Andi Sahar dan Mediswaty selaku Pokja III Setda Kota Makassar dan Firman Marwan selaku Panitia Penerima Pekerjaan (PPHP) dijatuhi hukuman pidana selama 2 tahun penjara denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan.Â
Advertisement
Di mana sebelumnya dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), masing-masing terdakwa yang berstatus Aparat Sipil Negara (ASN) itu diganjar dengan tuntutan 3 tahun penjara denda sebesar Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Hal yang sama juga dialami oleh terdakwa yang berstatus swasta yakni Dantje Runtulalo selaku Wakil Direktur CV. Sukma Lestari, Andi Erwin Sulolipu selaku Direktur PT Tri Mitra Sukses Sejahtera, Anjas Prasetya Runtulalo dan Ruspyanto yang diketahui bertindak selaku Pengawas Lapangan proyek Pembangunan RS Batua Makassar.Â
Dantje mendapatkan pemangkasan hukuman menjadi 2 tahun 6 bulan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan. Sementara untuk terdakwa Andi Erwin, Anjas dan Ruspiyanto mendapat hukuman pidana 2 tahun penjara denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan.Â
Keempat terdakwa yang diketahui berstatus swasta dalam pelaksanaan proyek yang menguras anggaran puluhan miliar tersebut, sebelumnya dituntut oleh JPU dengan pidana 3 tahun penjara denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Vonis pemangkasan hukuman turut dirasakan oleh dua orang terdakwa yang sebelumnya mendapatkan ganjaran tuntutan dari JPU terbilang paling memberatkan. Mereka masing-masing Muhammad Kadafi Marikar selaku Direktur PT Sultana Anugrah dan Andi Ilham Hatta Sulolipu selaku Kuasa Direksi PT Sultana Anugrah. Keduanya merupakan rekanan dalam pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan RS Batua Makassar.
Keduanya yang sebelumnya diganjar tuntutan pidana 10 tahun penjara dan diberikan kewajiban membayar denda sebesar Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan serta pembebanan membayar uang pengganti atas kerugian yang timbul dalam pelaksanaan pembangunan RS Batua Makassar yakni untuk Kadafi sebesar Rp3.911.650.000 subsider 5 tahun penjara dan Andi Ilham sebesar Rp18.758.866.871 subsider 5 tahun penjara, kini diberikan pengurangan hukuman.
Majelis Hakim yang diketuai oleh Farid Hidayat Sopamena mengganjar hukuman pidana kepada kedua terdakwa masing-masing untuk Kadafi selama 9 tahun penjara denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan serta pembebanan membayar uang pengganti sebesar Rp8 miliar subsider 3 tahun penjara dan untuk Andi Ilham pidana selama 7 tahun penjara denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp5 miliar subsider 3 tahun penjara.
Menanggapi vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim, Machbub yang merupakan Penasehat Hukum Andi Erwin Hatta mengatakan untuk vonis kliennya terjadi perbedaan pendapat oleh Majelis Hakim (dissenting opinion).Â
Dari ketiga anggota Majelis Hakim, kata dia, hanya Ketua Majelis yang berpendapat bahwa terdakwa Andi Erwin Hatta tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan JPU.Â
"Tapi itu fakta dalam persidangan dan seharusnya klien saya dibebaskan karena tidak ada fakta hukum pada waktu pemeriksaan saksi maupun dalam bentuk surat yang bisa membuktikan bahwa klien saya (Andi Erwin Hatta) adalah pemilik proyek RS Batua dan juga tidak ada bukti yang menyatakan bahwa klien saya itu mengarahkan proyek maupun dikatakan menikmati uang proyek itu sebagian maupun seluruhnya," ucap Machbub.
"Soal penggunaan cek itu juga tadi dijelaskan oleh Majelis Hakim bahwa cek perusahaan itu digunakan oleh terdakwa Ilham Hatta karena dia juga kan merupakan komisaris dalam perusahaan tersebut," Machbub menambahkan.
Meski demikian, ia mengaku belum bisa menentukan sikap dalam menyikapi vonis yang diberikan Majelis Hakim kepada kliennya, Andi Erwin Hatta. Apakah akan melakukan upaya banding atau menerima putusan yang ada.
"Masih ada waktu, kami masih berpikir-pikir dulu," tutur Machbub.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam menanggapi vonis Majelis Hakim kepada 13 terdakwa dalam perkara korupsi pembangunan RS Batua Makassar tersebut.
"Kita masih pikir-pikir dulu," singkat Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi mewakili JPU.
Dakwaan JPU
Diketahui, dalam perkara dugaan korupsi pembangunan RS. Batua Makassar duduk 13 orang terdakwa. Mereka masing-masing Andi Erwin Hatta, Andi Naisyah Tun Asikin selaku Kepala Dinas Kota Makassar yang diketahui bertindak sebagai Pengguna Anggaran (PA).
Â
Sri Rimayani selaku Kuasa Penggunaan Anggaran sekaligus Pejabat pembuat Komitmen (PPK), Muhammad Alwi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Hamsaruddin, Andi Sahar dan Mediswaty ketiganya selaku POKJA III BLPBJ Setda Kota Makassar.
Kemudian, terdakwa lainnya ada Firman Marwan selaku Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), Muhammad Kadafi Marikar selaku Direktur PT Sultana Anugrah dan Andi Ilham Hatta Sulolipu selaku Kuasa Direksi PT. Sultana Anugrah pada pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan RS. Batua Makassar Tahap I TA 2018, Dantje Runtulalo selaku Wakil Direktur CV. Sukma Lestari dan Anjas Prasetya Runtulalo serta Ruspyanto masing-masing selaku Pengawas Lapangan Pembangunan RS Batua Tahap I TA 2018.
Dalam dakwaan JPU, 13 orang terdakwa tersebut didakwa Dakwaan JPU dengan dakwaan primer sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian dengan dakwaan subsidier sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun hasil perhitungan kerugian negara yang ditimbulkan dalam pelaksanaan pekerjaan berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) Nomor 10/LHP/XXI/06/2021 tanggal 17 Juni 2021 ditaksir senilai Rp22 miliar lebih.
Â
Simak juga video pilihan berikut:
Advertisement