Sukses

Menelusuri Gunung Patah Pagar Alam, Jalur Pendakian Terpanjang Kedua di Sumatra

Gunung Patah ditutupi vegetasi hutan hujan tropis yang sangat lebat, yang berada di antara Kota Pagar Alam Sumsel - Kabupaten Kaur Bengkulu.

Liputan6.com, Palembang - Menapaki setiap inchi belantara hutan, dengan cahaya matahari yang hanya mengintip dari sela ranting pepohonan menjulang tinggi dan hembusan angin yang begitu sejuk, mewarnai perjalanan pendakian ke Gunung Patah.

Gunung berapi dengan vegetasi hutan hujan tropis yang sangat lebat ini, berada di sebelah barat daya Gunung Dempo di Pagar Alam Sumatera Selatan (Sumsel), serta masuk juga dalam kawasan di Kabupaten Kaur di Provinsi Bengkulu.

Kawasan hutan lindung Rajamendara, yang masuk pengelolaan KPH Kaur Dinas Kehutanan (Dishut) Bengkulu ini, mungkin terdengar asing bagi para pendaki Sumsel. Namun berbanding terbalik dengan pendaki asal Bengkulu, yang lebih sering menjelajah ke gunung yang memiliki ketinggian 2.852 Mdpl.

Kendati tak semenjulang Gunung Dempo Pagar Alam dengan ketinggian 3.159 Mdpl, namun perjalanan ke Gunung Patah tak bisa dianggap remeh.

Jalur yang jarang terjamah para pendaki, serta tutupan hutan yang begitu rapat, membuat perjalanan ke gunung ini pun memakan waktu hingga belasan hari, melelahkan dan membutuhkan tenaga yang ekstra untuk sampai ke puncaknya.

Bahkan, Gunung Patah bisa dikategorikan sebagai jalur pendakian terpanjang kedua di Pulau Sumatra, setelah Gunung Leuser, yang masuk Taman Nasional Gunung Leuser di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).

Pendakian Gunung Patah pernah dilakoni oleh Khotaman, senior Mapala Hiawata Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP), bersama rekan-rekannya dari Mapala Waris Universitas Sriwijaya (Unsri) dan KPA Garis Semilang Sumsel di tahun 2010 lalu.

Kendati sudah pernah ada para pendaki yang menyusuri hutan hujan Sumatra ini, namun mereka-lah yang pertama kali membuka jalur dari Desa Bandar Jaya Pagar Alam, ke puncak Gunung Patah selama 7 hari.

“Kami menganalisa peta kontur dan mengandalkan ilmu navigasi untuk membuka jalur pertama kali dari Pagar Alam. Ada 9 orang yang berangkat saat itu, benar-benar mengandalkan kemampuan survival,” ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa (21/6/2022).

Karena saat itu persiapan logistik terbatas, mereka akhirnya menuntaskan perjalanan hingga ke puncak Gunung Patah saja dan kembali menuruni jalur yang sudah dibukanya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 6 halaman

Pendakian Melelahkan

Maman, sapaan akrabnya, bersama anggota Mapala Hiawata UMP, Mafesripala Unsri, Masopala Unsri dan Mapatera STTP Pagar Alam, kembali menyusuri Gunung Patah untuk kedua kalinya di tahun 2017.

Pendakian kala itu memakan waktu sekitar 10 hari, dengan menyusuri jalur yang sebelumnya sudah dibuka dan masih seperti pertama kali mereka jajaki. Namun ada beberapa jalur yang sudah ditutupi rerumputan dan pepohonan.

Puncak Gunung Patah dicapai di hari ke-4, lalu menyusuri punggungan bukit yang datar dan melihat kawah Gunung Patah di hari ke-7. Perjalanan yang melelahkan pun terbayarkan, dengan mengunjungi danau yang begitu asri di hari ke-8.

“Jalur awal yang sudah tertutup, terpaksa kami tebas ulang untuk membuka. Di puncak gunung sendiri, terlihat masih ada kawah aktif di sana. Di akhir perjalanan, kami melintas ke Kabupaten Kaur di Bengkulu Selatan,”katanya.

Hasil dari pemetaan perjalanan tersebut, jalur Gunung Patah diperkirakan sepanjang 40 Kilometer dari Desa Bandar Jaya ke Desau Manau 9 di Kabupaten Kaur Bengkulu.

3 dari 6 halaman

Keunikan Gunung Patah

Maman yang juga menggeluti olahraga Paralayang ini, akhirnya menyimpulkan jika Gunung Patah adalah jalur pendakian terpanjang kedua di Pulau Sumatra, setelah Gunung Leuser di Aceh-Sumut.

Tak berhenti di situ saja. Dia kembali melanjutkan pendakian di tahun 2020 lalu. Maman bersama anggota Mapala Hiawata UMP dan Mapatera STTP Pagar Alam, mendaki Gunung Patah selama 10 hari. Pendakian ketiga tersebut, lebih memprioritaskan pemantapan jalur, yang sudah dipakai di tahun 2017 lalu.

Ada banyak keunikan di Gunung Patah, yang tak banyak ditemukan saat pendakian di gunung-gunung lainnya di Indonesia. Seperti hutan yang masih terisolir, jalur datar di atas bukit, lumut yang tebal, kawah aktif yang begitu indah dengan asap yang sedikit beracun, serta air kawah berwarna biru yang begitu eksotis.

Ada beragam jenis flora dan fauna yang masih terjaga di Gunung Patah tersebut. Di antaranya Harimau Sumatra yang teridentifikasi dari jejak kakinya di beberapa lokasi, tapir, siamang dan banyak jenis burung-burung yang beterbangan dari satu pohon ke pohon lainnya.

Lalu, ada beragam jenis anggrek Sumatra dengan aneka warna yang begitu indah. Mulai dari warna ungu, merah, putih dan lainnya.

4 dari 6 halaman

Potensi Wisata Baru

“Ekspedisi kami di tahun 2010 memang bukanlah yang pertama. Sudah banyak pendakian sebelumnya, dengan titik puncak gunung yang masih simpang siur,” ungkapnya.

“Tapi yang menentukan puncak Gunung Patah dari jalur Pagar alam, adalah tim kita di tahun 2010, yang kini sering jadi panduan bagi pendaki lainnya saat menyusuri Gunung Patah,” sambung Maman.

Diakuinya, pendakian ke Gunung Patah membuka potensi objek wisata baru di Kota Pagar Alam Sumsel, yang akan menyuguhkan pengalaman petualangan yang berbeda.

Pasalnya, para pendaki Gunung Patah harus memahami ilmu navigasi dan mempunyai mental serta fisik yang kuat. Karena, pendakian tersebut membutuhkan waktu berhari-hari, serta harus didampingi oleh pemandu yang sudah paham akan jalur.

“Jika ingin ke Gunung Patah, lebih disarankan untuk memakai jasa pemandu khusus, walau jalurnya sudah dibuka. Pendaki harus punya kesiapan fisik, mental dan psikis. Apalagi jalurnya panjang, akan merasa jenuh sepanjang perjalanan berhari-hari. Namun semua itu, akan terbayarkan dengan pengalaman pendakiannya yang tak terlupakan,” ujarnya.

5 dari 6 halaman

Ekspedisi Anggrek Sumatra

Serunya berpetualang ke Gunung Patah pun, akhirnya menggerakkan anggota Mapala Hiawata UMP untuk mengadakan ekspedisi penelusuran tanaman endemik Gunung Patah, yakni anggrek Sumatra.

Kegiatan yang dinamai ‘Ekspedisi Jalur Utara Gunung Patah 2022’, mempunyai tujuan utama, yakni menelisik anggrek di hutan hujan Sumatra. Ekspedisi tersebut akan dimulai pada hari Rabu (22/6/2022) mendatang, akan digelar hingga dua minggu lamanya.

Ketua Umum Mapala Hiawata Rendi MS mengatakan, ekspedisi tersebut diwujudkan untuk lebih pendataan jenis-jenis anggrek yang tumbuh di hutan Gunung Patah Pagar Alam-Bengkulu.

“Kami akan memulai perjalanan dari Desa Bandar Jaya Pagar Alam bersama 10 orang pendaki. Persiapannya cukup matang, terutama menyeleksi para anggota yang ikut ekspedisi ini,” katanya.

Alasan mereka untuk menelisik jenis-jenis anggrek di Gunung Patah, karena untuk mengetahui sejauh apa pesebaran jenis anggrek endemik Sumatra di gunung tersebut, yang belum terdata hingga saat ini.

6 dari 6 halaman

Identifikasi Flora Endemik

Tak hanya itu saja, mereka juga akan membawa sampelnya ke Palembang dan diindentifikasi lebih lanjut bersama para ahlinya.

Ditambahkan Ketua Pelaksana (Ketupel) Ekspedisi Jalur Utara Gunung Patah 2022, Redo Ilhamsyah, karena masih minimnya data flora di Gunung Patah, mereka pun tertarik untuk melakkan penelitian, khususnya tanaman anggrek yang banyak ditemukan di sana.

“Kita harapkan dari data yang diperoleh, bisa bermanfaat khususnya bagi masyarakat atau para peneliti, untuk melakukan riset lebih lanjut,” ujarnya.

Mapala Hiawata sendiri adalah organisasi kemahasiswaan di Fakultas Teknik (FT) UMP, yang mewadahi minat dan bakat mahasiswa di lingkungan. Mapala Hiawata UMP yang berkiprah di dunia kepecintalaman ini, sudah ada sejak tanggal 4 November 1996 di Palembang Sumsel.