Liputan6.com, Samarinda - ASD tampak serius menyimak persidangan di PN Samarinda yang digelar Rabu (29/6/2022) lalu. Pria berusia 43 tahun itu didudukan di kursi terdakwa karena dugaan pemukulan kepada AS (40).
Peristiwa ini bermula pada pertengahan tahun lalu saat ASD menerima laporan anaknya yang berusia 9 tahun. Sang anak sambil menangis melapor telah diperlakukan tidak senonoh oleh AS.
Karena tak terima, ASD langung mendatangi AS dan langsung bertanya soal pengakuan anaknya. Karena emosi, ASD kemudian memukul AS.
Advertisement
Baca Juga
Kisah itu terungkap dalam sidang perdana kasus dugaan penganiayaan yang dimpimpin Majelis Hakim Yulius Christian Handratmo. Jaksa Penuntut Umum menyebutkan kisah itu sebagai bagian dari dakwaan.
"Bahwa awalnya terdakwa pulang setelah melakukan ibadah salat Isya, kemudian terdakwa melihat anaknya yang menangis dan setelah ditanyakan alasannya anaknya tersebut mengaku telah dicium oleh saksi AS. Mendengar hal tersebut, terdakwa langsung emosi dan mendatangi rumah saksi AS, yang selanjutnya terdakwa mengatakan 'apa benar Bapak melakukan hal itu kepada anak saya?'," jelas Jaksa Ary Sepdiandoko dalam dakwaannya.
Disebutkan pula ASD memukul AS beberapa kali pada bagian wajah dan rahang. Pengakuan itu diperkuat dengan hasil visum dari RS Dirgahayu Samarinda yang menyebutkan ada luka pada bagian wajah AS.
“Luka di atas tidak menyebabkan kematian dan tidak menyebabkan halangan dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari," tambahnya.
Kasus ini kemudian berjalan beriringan dengan kasus laporan pencabulan yang dilaporkan ASD dengan terduga pelaku AS. ASD kini di tahan di Rumah Tahanan Sempaja dan AS ditahan di ruang tahanan Polresta Samarinda.
Simak video pilihan selanjutnya:
Kekecewaan Kuasa Hukum
Kuasa Hukum ASD, Bambang Edy Dharma mengaku menemukan kejanggalan dalam kasus ini. Dia menyebutkan, kejanggalan paling penting adalah pasal yang dikenakan pada terduga pelaku pencabulan yakni AS.
Pada persidangan kasus pencabulan, jaksa hanya menuntut AS dengan tuntutan 6 tahun penjara. Sebuah tuntutan yang menurutnya jauh dari rasa keadilan.
“Tuntutan itu memang terkesan ringan banget. Sepanjang saya beracara menangani perkara cabul itu belum pernah jaksa itu menuntut di bawah dari 10 tahun,” kata Bambang kepada liputan6.com, Sabtu (2/7/2022).
Dia menjelaskan, jika tuntutan jaksa 6 tahun, pihaknya sudah bisa memprediksi hukuman bagi terduga pelaku pencabulan. Tuntutan jaksa tersebut, sebutnya, sudah diminimalkan.
“Karena ancamannya minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun, berarti dia (terduga pelaku) sudah masuk di angka minimal sebenarnya,” kata Bambang.
Pada persidangan pertama kasus dugaan penganiayaan yang menjerat ayah korban cabul, Bambang menyebut banyak hal yang dipaksakan. Menurutnya, ada yang janggal dari tuntutan jaksa dengan bukti-bukti yang ada pada korban.
Dia menjelaskan di dalam hasil visum dan di dalam dakwaan jaksa disebutkan perbuatan pelaku tidak mengakibatkan kematian dan tidak menghalangi korban melakukan pekerjaan. Sehingga pasal yang dikenakan pada ASD dianggap sangat dipaksakan.
“Kalau unsur itu sudah disebutkan sebenarnya (pasal) 351 itu sudah terlalu dipaksakan. Harusnya masuknya ke (pasal) 352,” sebut Bambang.
Seharusnya, sambungnya, itu masuk tindak pidana ringan yang ancamannya hanya 1 tahun penjara. Selain itu, kasus penganiayaan ringan tidak wajib ditahan.
“Bahkan seharusnya bisa restorative justice,” ungkapnya.
Advertisement
Ajukan Tahanan Kota
Bambang Edy Dharma kini sedang berjuang untuk mengubah status penahanan ASD menjadi tahanan kota. Hal ini berdasarkan dakwaan jaksa yang cenderung menuntut ayah terduga korban cabul itu mengarah ke tindak pidana penganiayaan ringan.
“Hakim bilang akan berdiskusi dulu. Tapi harusnya Rabu (6/7/2022) ini sudah dapat jawaban,” katanya.
Bambang sendiri adalah pengacara pro bono yang sengaja mendamping ASD sebagai ayah dari korban pencabulan namun dilaporkan balik oleh terduga pelaku pencabulan secara cuma-cuma.
“Jadi saya menangani ini secara cuma-cuma mendampingi keluarga korban,” ujar Bambang.
Sidang penganiayaan selanjutnya akan digelar Rabu (6/7/2022) mendatang. Sedangkan sidang lanjutan kasus pencabulan digelar Senin (4/7/2022) pekan depan.