Liputan6.com, Pekanbaru - Kain Tenun Lejo menjadi ciri khas budaya melayu di Kabupaten Bengkalis. Biasanya, Tenun Lejo digunakan dalam ragam kegiatan budaya mulai dari pementasan seni, penyambutan tamu, khitanan hingga pernikahan.
Dalam sebait syair bersejarah di Kabupaten Bengkalis, Tenun Lejo mendapat tempat karena keindahannya. "Amboi moleknye tenunan lejo, warisan budaya zaman berzaman," bunyi bait syair itu.
Advertisement
Baca Juga
Tenunan khas Bengkalis ini sudah dikenal ke berbagai daerah, tidak hanya Provinsi Riau tapi sampai negera tetangga, Malaysia dan Singapura. Wisatawan yang datang ke daerah berjuluk Negeri Junjungan biasanya memesan Tenun Lejo sebagai oleh-oleh.
Seiring perkembangan zaman, penenunnya kian langka. Pasalnya, tenun ini hanya mampu dikerjakan oleh warga tempatan dan tergolong sulit karena semakin rendahnya minat generasi muda mempelajarinya.
Untuk mempertahankannya, pihak Lapas Bengkalis punya bengkel karya bagi penenun Lejo. Hal ini merupakan kerjasama narapidana inisial S dengan pengelola di sana.
Dulunya, S merupakan pengrajin Tenun Lejo. Karena suatu hal, dia akhirnya berurusan dengan penegak hukum dan menjadi warga binaan di Lapas yang dikepalai oleh Edi Mulyono itu.
Rasa khawatir S terkait masa depan Tenun Lejo membuat dia menjadi penggerak narapidana lainnya belajar menenun. Awalnya ada 25 warga binaan mengikuti pelatihan kerajinan tersebut.
S menjelaskan, potensi pasar yang sangat menggiurkan serta niat untuk menjaga kelestarian budaya, membuatnya berbagi ilmu dengan pemuda lainnya di Lapas Bengkalis.
"Tenun Lejo ini biasa berukuran 2x1,5 meter, motif yang kami buat yang banyak digemari," jelas S.
Â
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Ragam Motif
Ragam motif yang dibuat mulai dari pucuk rebung, sentorak, siku awan, dan siku keluang.
Dalam pelatihan ini, Lapas Bengkalis dan S bekerjasama dengan usaha Tenun Putri Emas yang sudah sangat terkenal di Bengkalis ini untuk melatih keterampilan WBP.
Sementara itu, Edi Mulyono menjelaskan, sarana dan prasarana di Lapas Bengkalis masih minim. Ini berdampak kepada warga binaan yang bertahan menjadi pengrajin Tenun.
"Dari 25 orang itu, karena keterbatasan sarana dan prasarana, kini tinggal 5 orang saja yang bisa berkarya di bengkel kerja Lapas Bengkalis," terang Edi.
Kelima warga binaan itu setiap pekan bisa menghasilkan 5 helai kain Tenun Lejo. Mereka diajari dan dibimbing petugas lapas serta S, sebagai WBP yang berpengalaman dalam Tenun Lejo.
"Karena produksi masih terbatas, pemasaran kain tenun ini masih di sekitaran lapas saja," ucap Edi.
Edi menyebut banyak pejabat yang berkunjung ke Lapas Bengkalis ikut membeli. Ada juga dari Dekranasda serta pegawai kejaksaan dan keluarga warga binaan.
"Baru-baru ini Dharma Wanita Lapas Bengkalis memesan untuk seluruh anggotanya, kewalahan juga kami, laris manis," ujar Edi.
Tenun Lejo karya narapidana ini dijual seharga Rp500 ribu per helai. Sementara modal pengerjaannya hanya Rp150 ribu saja.
Advertisement
Modal Koperasi
Modalnya dari koperasi pegawai, sedangkan keuntungan dibagi juga ke warga binaan dan sisanya disetorkan ke negara melalui PNBP.
Kerajinan Tenun Lejo di Lapas Bengkalis membuat Kepala Kanwil Kemenkumham Riau, Mhd Jahari Sitepu, sangat bangga. Dia tak menyangka karya seni seindah itu merupakan buatan narapidana.
"Bangganya lagi, di zaman modern begini, masih ada ya anak muda yang mau melestarikan warisan budaya, apalagi di tempat terbatas seperti ini, empat jempol untuk warga binaan Lapas Bengkalis," puji Jahari.
Jahari berharap pemerintah daerah setempat menaruh perhatian lebih dan membantu warga binaan, baik dari segi modal dan pemasaran.
"Agar semakin banyak warga binaan yang terlibat dan ahli dalam membuat Tenun Lejo, selain meningkatkan perekonomian masyarakat Bengkalis, juga untuk menjaga warisan budaya dan kearifan lokal," jelas Jahari.