Sukses

Penyebab Banjir Bandang Garut Versi Pemda: Semua Sungai Meluap

Pemda Garut menyebut luapan dua sungai besar di dua wilayah tersebut menjadi penyebab banjir bandang Garut.

Liputan6.com, Garut - Pemerintah Daerah (Pemda) Garut, Jawa Barat, menyatakan luapan dua sungai besar di dua wilayah Garut, menjadi salah satu penyebab banjir bandang, Jumat (15/7/2022) pekan lalu.

"Yang paling utama yang menyebabkan bencana pada hari (malam) Sabtu kemarin itu adalah Sungai Cimanuk, kemudian Sungai Cikandang ini menyebabkan banjir di daerah Cikajang," ujar Wabup Garut Helmi Budiman, saat menerima kunjungan kerja Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Selasa (19/7/2022).

Menurutnya, luapan lima anak sungai Cimanuk, termasuk sungai Cikandang di wilayah Cikajang, menjadi salah satu pemicu musibah banjir bandang yang terjadi menjelang akhir pekan lalu.

Dalam catatannya, luberan debit air dari Sungai Ciwalen, Sungai Cipeujeuh dan Sungai Cikendi di wilayah kecamatan Garut Kota, diduga menjadi faktor utama musibah banjir itu. "Semuanya meluap," kata dia.

Akibatnya, ratusan rumah ikut teredam di beberapa wilayah yang dialiri ketiga anak sungai Cimanuk, termasuk luapan sungai utama Cimanuk yang melintasi banyak kecamatan.

"Ada juga fasilitas umum juga seperti jalan, masjid dan lain-lain, terkena dampak bencana banjir ini," kata dia.

Walhasil, selama beberapa jam air meluap, sebanyak 14 kecamatan, 90 desa dan kelurahan ikut merasakan dampak sapuan banjir bandang kali ini. "Ada 137 titik kejadian banjir dan longsor jadi ada banjir dan longsor," kata dia.

Sementara jumlah terdampak warga mencapai 19.546 jiwa dari 6.314 Kepala Keluarga (KK) dengan 242 KK di antaranya harus mengungsi ke lokasi pengungsian.

"Alhamdulillah sampai saat ini pengungsi kita berkurang karena rumah-rumahnya masih bisa ditempati, walaupun ada beberapa yang tidak bisa ditempati karena rusak,” ungkap dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Perubahan Iklim

Terkait adanya dugaan pembabatan hutan di hulu Sungai Cimanuk sebagai penyebab banjir Garut, seperti yangdiungkapkan Plh Gubernur Jabar, Direktur eksekutif Walhi Jabar Meiki W Paendong saat dihubungi Liputan6.com, Senin sore (18/7/2022) mengatakan, Pemda perlu membuka data soal seberapa luas lahan yang dibabat dan dimana dan siapa pelakunya, sehingga tidak terkesan hanya melempar isu sepintas saja lalu dilupakan. Meiki mendorong Pemda melakukan langkah konkret, jika memang benar-benar ditemukan ada unsur perusakan lingkungan yang menyebabkan banjir. 

"Jangan juga hanya menyalahkan intensitas hujan yang tinggi, intensitas hujan yang tinggi dalam waktu berhari-hari itu bukti nyata adanya perubahan iklim. Masyarakat kan menganggapnya jadi kok alam yang disalahkan. Padahal bukan alam, sebenarnya ya aktivitas manusia sendiri juga yang menyebabkan pemanasan global dan berujung perubahan iklim," katanya.

Meiki mengatakan, untuk kasus banjir Garut kemarin, pihaknya belum bisa memastikan apa penyebab yang memicu air sungai meluap dan melimpas ke permukiman warga. "Kami belum berani mengatakan bahwa di sana ada alih fungsi lahan sebagai penyebab air sungai meluap. Namun yang pasti sungai tak mampu menampung air hujan sehingga meluap. Kami sedang menginvestigasi," katanya.

Namun berkaca dari peristiwa kelam banjir bandang Garut 2016, Meiki mengatakan, seharusnya pemerintah daerah memetik pelajaran berharga dari peristiwa yang sudah terjadi. Menurut hasil investigasi Polda waktu itu (2016), kata Meiki, penyebab banjir bandang adanya dugaan kegiatan usaha yang banyak mengalihfungsikan lahan di hulu Sungai Cimanuk. Namun demikian, selang beberapa tahun usai kejadian itu tidak ada tindakan pencegahan agar kejadian serupa tidak terjadi lagi.  

"Harusnya ada tindakan, misalnya upaya yang sifatnya vegetasi atau penghijauan, atau misalnya si pelaku usaha ini tidak boleh melakukan lagi kegiatan besar di situ. Dan tempatnya harus dikembali ke fungsi awal lewat pendekatan vegetasi. Sekarang kan harusnya melihatnya ke situ," katanya

Jika misal pemda dan pihak berwenang sudah melakukan tindakan vegetasi di kawasan Mandalagiri hulu Sungai Cimanuk, yang diduga terjadi perambahan hutan, lalu masih banjir kembali terulang, maka perlu diyakini bahwa banjir memang karena faktor hujan yang ekstrem, selain juga adanya sedimentasi Sungai Cimanuk bertahun-tahun, dan ditambah banyaknya permukiman yang berada di kanan kiri sungai.

"Banjir hari ini menjadi bukti dari perencanaan 10-20 tahun sebelumnya yang tidak memperhatikan faktor lingkungan. Membiarkan misalnya, kawasan permukinan berada di kanan kiri sungai, yang sebenarnya sungai memiliki daya rusak. Di saat dia meluap dia akan limpas," katanya.

Meiki mewakili Walhi Jabar berharap, pada akhirnya pemerintah harus melakukan adaptasi dan mitigasi, agar kejadian serupa tidak terus terulang di kemudian hari. Bentuk adaptasi yang dimaksud adalah dengan menerapkan mitigasi itu sendiri. Yaitu dengan mau tidak mau manusia harus beradaptasi dengan alam, merencanakan praktik-praktik pengurangan risiko bencana, misal dengan menempatkan sistem peringatan dini di hulu sungai. Tentu dengan beragam pendekatan, mulai dari pendekatan teknologi, kelembagaan, dan membentuk komunitas-komunitas yang nantinya bekerja melakukan pemantauan. 

"Tapi yang terpenting, perubahan iklim harus menjadi isu yang perlu diangkat," katanya.