Liputan6.com, Cirebon - Peringatan 1 Muharram atau Tahun Baru Islam menjadi momentum penting bagi masyarakat Cirebon. Selain memperingati pergantian tahun baru Islam, 1 Muharram juga menjadi awal mula berdirinya Cirebon.
Sejumlah rangkaian kegiatan menyambut HUT ke-653 Cirebon digelar. Mulai dari kegiatan di setiap rt rw, hingga kegiatan seni budaya warisan Cirebon.
Namun demikian, rangkaian hari jadi Cirebon ditengarai masih menuai kontroversi di berbagai kalangan. Mulai dari kalangan ningrat atau keraton hingga seniman budayawan dan pemerintah yang melaksanakan.
Advertisement
Baca Juga
Ada perbedaan penentuan hari jadi Cirebon yang digelar Pemkot Cirebon, Pemkab Cirebon dan Keraton Kanoman Cirebon. Berdasarkan Naskah Caruban Nagari, tahun 1445 masehi menjadi patokan awal berdirinya Cirebon.
Ditandai dengan bangunan yang ada di kawasan Keraton Kanoman Cirebon bernama Witana. Pustakawan Keraton Kanoman Cirebon Farihin mengatakan, secara ringkas, pada tahun 1420 masehi Syekh Nurjati datang ke Pelabuhan Muara Jati dan diterima oleh Syahbandar bernama Ki Gedeng Tapa.
Kemudian, kata dia, Ki Gedeng Tapa mengijinkan Syekh Nurjati membuat pesantren amparan jati. Puluhan tahun kemudian, datanglah Pangeran Cakrabuana dengan adiknya Nyi Mas Rarasantang berguru kepada Syekh Nurjati dan berguru agama Islam pada tahun 1442 masehi sampai 1445 masehi.
Setelah belajar agama, keduanya disuruh sang guru Syekh Nurjati untuk babat alas di kawasan yang bernama Kebon Pesisir. Peristiwa babat alas di kebon pesisir tersebut tahun 1445 tepatnya 1 Muharram hari Ahad Kliwon dengan lokasi Witana yang sekarang ada di Kasultanan Kanoman Cirebon.
"Witana penyebutan yang merujuk pada asal usul adanya Cirebon. Wi artinya pembuka dan Tana itu tanah artinya tanah pembuka. Sebagai tempat monumen yang menjadi saksi bisu lahirnya Cirebon," jelas Farihin, Jumat (29/7/2022).
Saat itu, Walangsungsang dan Ki Danusela melakukan pembabatan alas dan semak belukar menggunakan golok cabang Pangeran Cakrabuana. Disitu menjadi tempat berkumpul dan fasilitas ibadah dengan ada mushola kecil dan sumur.
Saat itu ada sekitar 52 orang dari berbagai macam negara, etnis dan suku. Yakni dari Swarnabumi Kalimantan, Tumasik Singapura, Hujung Mendini Malaysia, Jawa dan Sunda terbanyak.
Â
Versi Pemerintah
"Babad alas sebagai penanda awal adanya pedukuhan kecil. Pangeran Arya Carbon dalam kitab Purwaka Caruban Nagari tentang asal usul Cirebon dari kata Sarumban atau Caruban artinya campuran karena percampuran dari berbagai macam negara, etnis, suku. Dari situlah kemudian berubah jadi Cirebon," ujar Farihin.
Aktivitas keseharian masyarakat saat itu mencari rebon atau udang kecil untuk dijadikan terasi. Sebagian besar masyarakat saat itu nelayan dan pedagang, komoditi yang paling banyak disukai adalah terasi yang menjadi salah satu makanan kesukaan Prabu Siliwangi.
Beberapa waktu kemudian, jumlah masyarakat bertambah menjadi 350 penduduk dengan komposisi yang sama. Saat itu nama daerah nya adalah Caruban.
"Merujuk pada tahun awal mula didirikannya pedukuhan kecil jika dihitung usia Cirebon saat ini 577 tahun bukan 653 tahun," ujar dia.
Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, patokan hari jadi versi Pemkot Cirebon merujuk pada tahun 1369 masehi atau 1302 tahun saka. Namun, kata Farihin, di tahun tersebut belum ada Cirebon.
Bahkan, kata dia, tokoh yang membabat alas pertama menjadi pedukuhan kecil di Cirebon belum lahir. Menurutnya, tahun tersebut, merupakan zaman pemerintahan prabu niskala wastukencana kakek nya Prabu Siliwangi. Masanya sangat jauh.
Dari informasi yang didapat, peringatan hari jadi versi Pemkot Cirebon tersebut merujuk pada risalah hari jadi Kota Cirebon yang ditulis penanggungjawab sejarah Cirebon oleh pemerintah bernama Mama Leman.
"Ralam risalah almarhum Mama Leman menyatakan pelabuhan Cirebon ada sejak tahun 1302 saka atau 1369 masehi dan itu cuma pelabuhannya ya. Kalau cirebonnya kan tahun 1445. Tapi yang jadi patokan Kota Cirebon tahun 1302 saka," ujar dia.
Sementara itu, patokan hari jadi Cirebon versi pemerintah kabupaten pada tahun 1482 masehi atau 1404 tahun saka. Saat itu, Cirebon sudah dipimpin oleh Sunan Gunung Jati.
Pada tahun itu, sebagian besar masyarakat Cirebon sudah menganut agama Islam dan menyatakan menolak pemberian upeti kepada Padjajaran. Farihin mengaku sudah ada upaya penyamaan persepsi terkait hari jadi Cirebon.
"Namun sampai sekarang belum teralisasi kami tidak tahu kapan hari jadi bisa berbeda-beda," ujar dia.
Diketahui, puncak hari jadi Cirebon saat 1 Muharram jatuh pada hari Sabtu besok. Salah satu rangkaian kegiatannya adalah pembacaan babad Cirebon di Witana Keraton Kanoman Cirebon.
Â
Advertisement