Sukses

Madrasah Diniyah di Banyumas Desak 5 Hari Sekolah Dibatalkan

Sebagian besar madrasah diniyah memulai jam pelajaran sekitar pukul 14.00 WIB. Sementara, siswa baru pulang dari SD sekitar pukul 15.00 WIB saat penerapan 5 hari sekolah

Liputan6.com, Banyumas - Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Banyumas, Jawa Tengah, menolak penerapan lima hari sekolah untuk SD negeri. Pasalnya, jam pelajaran yang ditambah berpotensi mematikan madrasah diniyah dan taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ).

Ketua Pengurus FKDT Banyumas, Kurtubi mengatakan sebagian besar madrasah diniyah memulai jam pelajaran sekitar pukul 14.00 WIB. Sementara, siswa baru pulang dari SD sekitar pukul 15.00 WIB saat penerapan 5 hari sekolah. Hal itu membuat pembagian waktu belajar umum dan agama terganggu.

Menurut dia, saat anak-anak pulang pukul 15.00 WIB, kondisinya sudah lelah sehingga ada kemungkinan tidak mau sekolah madrasah.

Oleh karena itu, dia meminta agar uji coba kebijakan 5 hari sekolah yang rencananya dilakukan selama tiga bulan dibatalkan. Sebab, hal itu akan mengganggu pendidikan agama dan karakter anak-anak.

Anak SD yang lima hari sekolah, pulangnya lebih sore. Kalau saya lihat jadwalnya, pulangnya sampai jam 3. Kalau sudah jam 3, anak-anak lelah, capek, untuk sekolah di madrasah ya tidak mau,” Kurtubi menjelaskan, Senin (1/8/2022).

Kata dia, dalam waktu dekat pihaknya akan beraudiensi dengan DPRD Banyumas, Dinas Pendidikan Banyumas, serta Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Banyumas.

“Tentu, kami dari FKDT, khususnya sangat keberatan, ya menolak (5 hari sekolah)," ucap dia.

Di Banyumas terdapat 203 madrasah diniyah dengan 15 ribu lebih santri. Sementara, guru madrasah berjumlah 2.000 orang.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Respons Kemenag Banyumas

Kepala Kantor Kemenag Banyumas, Aziz Muslim berharap agar uji coba kebijakan lima hari sekolah tidak dilanjutkan. Sebab, penambahan jam pelajaran berpotensi mengganggu proses belajar anak-anak di madrasah diniyah dan TPQ.

Aziz mengatakan, penerapan uji coba lima hari sekolah tersebut tidak dikoordinasikan dengan Kemenag Banyumas. Penerapan itu murni kebijakan Pemerintah Kabupaten Banyumas, dalam hal ini otoritas bupati. Karena itu, dia pun kaget dengan penerapan yang tiba-tiba ini.

Penambahan jam pelajaran di sekolah akan membuat anak-anak lebih lelah. Akibatnya, waktu sore hari yang biasanya digunakan untuk belajar agama melalui madrasah diniyah dan TPQ akan terganggu. Sementara, jika waktu pembelajaran dilakukan malam hari, anak-anak sudah tidak memiliki waktu istirahat.

“Ya ini memang, otonomi Pak Bupati, pembuat kebijakan. Belum koordinasi memang. Ya harapnnya, mudah-mudahan uji coba ini tidak dilanjutkan. Artinya, kasihan anak-anak," kata Aziz.

Menurut Aziz, sebenarnya yang lebih membutuhkan pendidikan agama adalah siswa di SD. Sebab, anak-anak yang belajar di madrasah ibtidaiyah relatif lebih banyak menerima pendidikan agama.

Karena itu, dia juga berharap agar kebijakan ini ditinjau ulang. Dalam waktu dekat Kemenag Banyumas juga berencana akan audiensi dengan Bupati Banyumas dan Dinas Pendidikan Banyumas.

"Dengan padatnya waktu, dengan tidak ada kesempatan anak-anak untuk mengaji di TPQ dan madrahan diniyah. Harapannya, TPQ dan madin bisa sore hari. Karena kalau malam hari sudah capek lah,” jelasnya.\

Tim Rembulan